Siang yang tidak terlalu terik, ada sedikit awan mendung di bawah langit. Dengan memakai topi lebar, Citra dan Amanda berjalan jalan di sekitar rumah. Berharap bisa bertemu dengan warga sekitar, untuk mengakrabkan diri. Manusia memang makhluk sosial yang harus diakui se mandiri apapun, sehebat apapun akan tetap membutuhkan orang lain dalam hidupnya.
Citra dan Amanda melewati rumah Mbah Kadir, terasa lengang dan sepi. Pintu tertutup rapat, seperti tidak ada yang tinggal disana. Mereka berjalan terus, sambil memperhatikan kiri kanan jalan. Tanaman beluntas nampak dijadikan pagar di tepian jalan.
Beberapa rumah mereka lewati, juga nampak sepi. Hingga akhirnya sampai di rumah paling ujung, ada empat emak emak sedang duduk berjejer memegang kepala satu sama lain. Ternyata mereka sedang mencabut uban berjamaah. Melihat ada orang asing yang cantik bak artis sinetron mendekat, emak emak tersebut saling bertukar pandang. Mungkin mereka saling bertanya dalam hati, orang se cantik itu makannya apa?
"Permisi," Citra menyapa dengan ramah.
"Iya mbak?," Salah satu emak emak yang terlihat paling muda, memakai kaos ketat warna pink menyahut.
"Emm, kami tetangga baru ibu ibu. Kami yang menempati rumah di pertigaan itu," Citra memperkenalkan diri.
"Owalah, ini ya yang tinggal di rumah 'tusuk sate' itu," Emak emak yang lain menimpali.
"Hush, lambemu Sum. . ," Sergah Emak emak yang duduk paling belakang.
"Hah? Apa itu ibu?," Citra bingung mendengar istilah rumah tusuk sate.
"He he, jangan dipikirkan mbak. Mari mbak kesini kesini," Lanjut emak emak yang duduk paling belakang, mengambilkan dua kursi plastik dan mempersilahkan Citra duduk. Kelihatannya dia yang punya rumah.
"Perkenalkan nama saya Citra dan ini anak saya namanya Amanda," Citra mengambil duduk di hadapan emak emak yang spontan menghentikan kegiatan 'berburu' uban.
"Waah cantiknyaa. Nama saya Utami, yang punya rumah ini," Ucap pemilik rumah, yang ternyata bernama Utami.
"Saya Sumini," lanjut emak emak yang mengatakan tentang rumah tusuk sate tadi.
"Saya idha," emak emak yang terlihat paling muda menimpali.
"Saya Khoisoh," emak emak paling ujung pun ikut nimbrung.
"Salam kenal," Citra tersenyum ramah.
"Ngomong ngomong, ibu ibu tadi sedang apa?," Citra bertanya basa basi karena bingung mau memulai percakapan.
"Oh, ya biasa mbak kerjaan emak emak. Theng Theng Crit," Sumini menjawab dengan gaya bicaranya yang nyablak.
"Apa itu?," Citra mengerutkan keningnya, tidak tahu istilah aneh yang dipakai Sumini.
"Thenguk Thenguk Crito Mbak (duduk bersantai bergosip)," Sumini menimpali.
"Owalah Sum sum, jangan membuat mbak e bingung to. Ngomong kok pake bahasa planet pluto," Utami memprotes.
"Terus tadi, rumah tusuk sate atau apa tadi, apa maksudnya ibu ibu?," Citra bertanya penuh selidik. Emak emak di hadapannya terlihat bertukar pandang.
"Gara gara lambe mu Sum," Utami memukul bahu Sumini agak keras.
"Lha emang bener kok. Begini lho mbak Citra yang cantik. . .kalau disini tuh rumah yang letaknya di ujung jalan tepat di tengah pertigaan itu namanya rumah tusuk sate. Soale letaknya pas kayak ditusuk mak jleb, aaahhhh . . . gitu lhooo," Sumini menjawab dengan kalimat yang tetap terasa membingungkan. Dia tipe emak emak paling nyinyir dalam sebuah perkumpulan.
"Udah mbak Citra, jangan didengarkan. Ibarat ban nih orang udah bocor," Khoisoh menoyor kepala Sumini. Citra terkekeh melihat itu semua.
Amanda terlihat riang, bermain main tanah yang sedikit basah di halaman rumah bu Utami.
"Ngomong ngomong mbak Citra sebelumnya tinggal dimana?," Idha bertanya pada Citra, sambil mengikat rambutnya yang tadi terurai. Mungkin secara usia, Idha ini seumuran dengan Citra.
"Saya tinggak di deketnya alun alun," Citra menjawab dengan senyumnya yang ramah.
"Oohhh, di kota. . .," Idha manggut manggut.
"Orang kaya pasti nih," Sumini menimpali.
"Lambemuuuu," Lagi, Utami jengkel dengan cara bicara Sumini. Citra tertawa, sebuah tawa yang terdengar anggun.
"Jadi orang kok cantik banget to mbak, iri aku," Sumini lagi lagi nyeletuk.
"Sum, coba kamu diem. Nggak usah komen gitu nggak bisa o," Utami membentak, Sumini mencibirnya.
"Bu, mohon maaf nih. Saya mau tanya," Citra bicara ragu ragu.
"Ada apa mbak?," Utami balik bertanya pada Citra.
"Anu. . .rumah yang saya tempati sekarang itu, penghuni sebelumnya kemana sih? Beneran ke luar negeri?," Citra masih ragu ragu menanyakan hal itu, tapi rasa penasaran sudah menguasai hatinya. Sumini kali ini diam saja, tidak menjawab ngawur seperti tadi. Terlihat dia enggan menanggapi pertanyaan itu.
"Gimana ya Mbak. Mungkin lebih baik mbaknya tanya langsung ke Mbah Kadir," Utami memberi saran.
"Mbah Kadir orangnya dingin Bu. Saya takut hendak bertanya," Citra menjawab. Jawaban yang disetujui oleh semua orang disitu. Mbah Kadir memang aneh, tapi sebenarnya semua itu juga ada alasannya.
"Pemilik rumah itu memang anaknya Mbah Kadir. Dulu dia tinggal disana bersama istrinya. Namanya Mbak Retno," Utami sebagai orang yang paling lama tinggal di daerah situ akhirnya angkat bicara.
"Awalnya mereka tinggal bersama di rumah Mbah Kadir. Namun entah kenapa Mbak Retno katanya nggak kerasan tinggal sama mertuanya, pengen buat rumah sendiri," Utami terlihat melamun, pandangannya mengawang jauh. Citra mendengarkan dengan seksama, ibu ibu yang lain hanya diam saja.
"Akhirnya anak mbah Kadir dan Mbak Retno membangun rumah yang sekarang Mbak Citra tempati itu. Namun, setelahnya pasangan suami istri itu malah sering cek cok, bertengkar, dan semakin hari makin menjadi. Hingga suatu pagi, si suami itu tiba tiba saja mencari cari istrinya. Memanggil warga untuk membantu mencari, juga lapor ke polsek segala. Tapi hasilnya nihil. Mbak Retno hilang bagai ditelan bumi," Utami mendesah pelan.
"Mbak Retno sebenarnya orang yang baik, sering juga kita ngobrol, nge gosip, ngerujak bareng," Utami nampak sedih mengingatnya.
"Sampai sekarang belum ketemu?," Citra bertanya penasaran.
"Iya, Mbak Retno hilang hingga saat ini. Padahal semua barang barangnya masih utuh di rumah pada waktu itu. Dan setelah hari itu, anak Mbah Kadir pergi. Konon katanya ke luar negeri, tapi juga nggak ada yang tahu kebenarannya," Utami mengakhiri ceritanya.
"Eh eh, jangan ngomongin yang suram suram kenapa sih. Mbak Citra suaminya kerja dimana?," Idha bertanya, mengalihkan topik pembicaraan.
"Ah itu, di pabrik asbes," Citra sedikit gelagapan menjawab pertanyaan Idha. Dia baru saja melamun, terbawa kisah yang diceritakan Utami.
"Maahh, ayok pulang," tiba tiba saja Manda meminta untuk pulang.
"Sekarang?," Citra bertanya, membelai rambut panjang anaknya.
"Iya, aku kangen Kity. Ayuk Maahh pulaanggg," Amanda merengek.
"Iya, ayuk," Citra berdiri dari duduknya.
"Ibu ibu, kami pamit dulu ya. Kapan kapan mampir ke rumah kami," Citra berpamitan.
"Iya Mbak," Semua menjawab kompak.
Bersambung . . .
Kesamaan nama (terutama emak emaknya) hanyalah kebetulan semata. Semangat, jaga kesehatan 👌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Rini Amelia
kayanya mbak retnon ada dikamar yang terkunci itu deh
2025-02-03
0
_yuniarti.sherli_
berarti yg di balkon itu mba Retno?
2025-01-29
0
Ass Yfa
berarti ini Mb retno mantunya mbh kadir istrinya lek diran ya
2024-01-22
0