Anak Genius Itu Anakku
Seorang perempuan berumur 29 tahun menghapus air matanya di depan pusara, ia bernama Sakinah. Rupanya nan cantik, sifatnya yang lembut dan alim, bahkan ia selalu menundukkan pandangannya saat berjumpa atau berbicara dengan lawan jenis yang tak mahram dengannya.
Ia tinggal di sebuah Desa padat penduduk, pencarian penduduk di sini lebih banyak bertani, berkebun, beternak dan menjadi karyawan di PT. WILZ PLANTGROUPS.
Di Desa ini, menikah muda sangatlah wajar, bahkan wanita berumur 25 tahun dianggap sudah tua dan tak laku. Sakinah menikah setelah lulus SMA, ia dilamar oleh Ardi anak juragan jengkol.
Pernikahan Ardi dan Sakinah berjalan kurang lebih 10 tahun lamanya, awalnya bahagia, namun lama kelamaan mulai adanya pertengkaran, kesalahpahaman, hingga hasutan keluarga. Semua ini berawal karena masalah mereka yang belum memiliki anak.
Ardi berkali-kali berdebat dengan Kakak Perempuan dan Ibunya, mereka meminta Ardi menikah lagi untuk melanjutkan keturunan, namun Ardi tak pernah bersedia.
Ia selalu membela Sakinah di depan keluarganya, namun hati tak bisa berbohong, ada rasa sedih yang menyelimuti hatinya. Ia juga ingin memiliki anak. Tetapi, ini semua bukan salah Sakinah, ini semua takdir dari Tuhan.
Sakinah adalah gadis paling cantik di desanya saat ia dilamar kala itu, begitu banyak pemuda yang menginginkan dia. Kini, semua orang memandang rendah dan hina istrinya, hanya karena belum punya anak.
Setiap hari minggu, Ardi selalu ikut menebang pohon di gunung bersama kelompok kerja desa jika tak sedang panen jengkol. Sakinah membungkuskan nasi dengan lauk telur bulat cabe hijau. Tak lupa ciuman manis saat Ardi berangkat kerja.
Sore harinya, terdengar suara ribut bahkan ada suara tangisan. Ibu Sakinah mengetuk pintu, ia langsung memeluk Sakinah.
“Ada apa ini, Bu?” tanya Sakinah.
Belum Ibunya menjawab, suara mertua, kakak ipar dan keluarga suaminya sudah meratap dan meraung-raung di belakang. Ada sesuatu yang di gotong oleh masyarakat.
‘Innalillahi wainailahi Raji'un.’ Ia dengungkan dalam hatinya pilu.
Sedih akan kehilangan itu pasti, ia masih bisa menguatkan dirinya, percaya kalau ini adalah takdir dari Tuhan, maut adalah suratan yang tak bisa dirubah. Namun, luka semakin bertambah, kala keluarga dari suami menyalahkannya.
“Dasar kau perempuan pembawa sial! Adikku tak akan mati jika tak menikah dengan kau!” maki Hanum, kakak perempuan Ardi di tengah pusara itu.
“Hanum, redakan emosimu, Ardi meninggal karena suratan takdirNya, kasihan dia,” suami Hanum memeluk dan meminta istrinya melihat Ardi yang hendak di kubur di liang lahat.
Setelah Ardi di kubur, Linda, Ibu Ardi masih memakinya, menyesal telah menikahkan anaknya dengan Sakinah. Wanita sial yang tak memberikan keturunan.
7 hari kepergian Ardi, Linda dan Hanum memaki dan memukul Sakinah. Mereka meminta paksa surat rumah. Menurutnya, Sakinah tak pantas memiliki itu karena tak memiliki anak, namun Sakinah mempertahankan surat itu yang jelas-jelas haknya.
Ibu Sakinah yang mendengar itu melerai, Ia meminta Sakinah memberikan surat itu.
“Baiklah, jika ini permintaan kalian, berarti kita tak ada hubungan keluarga lagi. Aku akan membawa anakku pulang.” ucap Ibu Sakinah kecewa.
“Tapi, Bu. Abang Ardi....”
“Sudah, Kinah!” Ibunya menatap tajam.
“Huh! Siapa juga yang ingin berkeluarga dengan kalian, sudah miskin, gak bisa kasih keturunan lagi!”
“Astagfirullah! Semoga kalian selalu diberikan kesehatan dan segera menyadari perbuatan kalian.” seru Ibu Sakinah.
“Gak usah ceramah! Ceramah sana, ke Mesjid!”
Sakinah di bawa pulang oleh Ibunya. Dulu, keluarga Ardi meminang putrinya dengan sangat baik, bahkan terdengar lebih lembut gigi dari lidahnya, saking bermulut manisnya.
“Sudah aku bilang, cantik itu tidak menjamin hidup bahagia.” ucap Salwa saat Sakinah baru saja sampai dirumah Ibunya. Ia salah satu adik Sakinah, berwajah manis tetapi tak secantik Sakinah.
“Salwa!” hardik sang Ibu.
“Ibu selalu saja membela Kak Kinah! Ah, sudahlah! Aku akan pulang.”
Salwa pulang ke rumahnya yang berjarak sekitar 7 rumah dari rumah Ibunya, ia telah memiliki satu orang putra. Menikah dengan juragan sawit. Tadi, ia diminta tolong Ibunya untuk menunggu di rumah karena adik bungsu Sakinah sedang demam.
“Sabar, ya, Sayang. Salwa masih belum dewasa.” Ibu mengelus pundak Sakinah lembut.
“Iya, Bu. Nanti, Salwa juga berubah, aku mengerti kok, Bu.”
“Ya sudah, ayo, masuk ke kamar lamamu, kamarmu sudah Ibu bereskan kemarin.” ajak Ibu Sakinah.
_______
4 bulan 10 hari adalah masa Iddah seorang istri yang ditinggal meninggal dunia oleh suaminya. Setidaknya selama itu, kaum hawa harus menahan dirinya, barulah ia boleh membuka hati jika ada yang meminangnya.
Apakah ini disebut musibah, derita atau anugerah?
Satu bulan meninggalnya Ardi, ada acara orgen tunggal yang diadakan di desa. Acara ini diselenggarakan 7 hari berturut-turut dengan artis-artis dangdut Ibu Kota. Acaranya sangat ramai dan meriah, banyak orang-orang dari kota yang berdatangan juga ke desa.
Penyusun acara adalah para pemuda desa yang didanai oleh Perusahaan sawit yang sudah berdiri 17 tahun di desa ini. Kabarnya, putra pemilik perusahaan itu juga datang.
Malam itu, Sakinah membeli gula untuk Bapaknya ke warung, melewati tempat acara yang ribut itu. Ia lewati banyak pemuda yang minum arak, menjauh dari mereka yang berjoget teler. Lebih memilih jalan yang sepi dari pemuda-pemuda yang bersenang-senang di tepi jalan itu.
Suara dentuman musik disko dan dangdut berdendang, memekakkan telinga bagi yang tak suka, sedangkan pecinta musik itu sedang menikmatinya dengan bergoyang, ada yang meliuk, ada yang goyang tegang, hanya goyang kepala, bahkan ada yang tangannya di atas.
Sakinah lebih memilih menghindar sampai ia di warung. Di warung banyak bapak-bapak dan pemuda yang cukup berumur, memandang Sakinah bak ayam goreng Upin dan Ipin, mereka terlihat lapar. Mungkinkah mereka juga terpengaruh arak ataukah karena paras cantik Sakinah.
“Biar Abang antar, Kinah.” ucap seorang pemuda setelah Sakinah membeli gula.
“Makasih, tak apa, Bang. Tak baik kita jalan berdua, gak Mahram.” sahut Sakinah menundukkan pandangannya.
“Kita gak jalan berdua kok, aku akan berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Bahaya kalau kamu jalan sendiri, di desa kita banyak pendatang dari desa lain bahkan dari kota.” jelas pemuda itu.
“Gak usah Bang, makasih.” tolaknya lagi.
Sakinah bergegas berjalan pergi, ia tak mau menimbulkan gosip dan fitnah dengan status barunya sebagai janda. Dulu saat ia masih punya suami, mereka masih bergosip, apalagi sekarang setelah dia menjadi janda tanpa anak. Sorot mata dan bibir runcing mereka mencang-mencong saat berbicara gosip.
Sakinah memilih jalan memutus yang sepi untuk kembali ke rumah, ia tak mau berjumpa dengan laki-laki mabuk.
Uhuk-uhuk! Ia mendengar suara batuk, Uweek! Suara orang muntah. “Help! Help!” Sakinah menghentikan langkahnya.
“Help! Ah, To-tolong! Tolong aku!” Suara seseorang meminta tolong.
Sakinah menoleh ke belakang, Ia lihat bayangan pria berpegangan kuat di badan mobil. Mobil yang tadi ia lewati.
“Tolong!” ucapnya lagi. Laki-laki itu terjatuh.
Sakinah langsung berlari ke arah mobil, dimana cowok itu tersungkur. Ia cepat membantu, memapahnya bangun.
“Apa ada yang sakit, Pak?” tanya Sakinah sedikit melirik, namun pandangannya kembali ia tundukkan, baju pemuda itu setengah terbuka, Ia pun tak ingin bertatapan wajah dengan seorang pria kecuali sudah halal.
Jadi, ia tak tau pasti wajah laki-laki yang ia papah.
Sakinah membuka pintu mobil, mencoba membantu laki-laki itu masuk ke dalam mobil, namun apa yang terjadi, laki-laki itu malah menarik tubuhnya, mencumbuinya dan memaksanya.
Malam yang benar-benar memilukan baginya.
“Sl*t! You betrayed me! (Wanita murah*n! Kau mengkhianati ku!)”
“Feel this! (Rasakan ini!)” Ia menampar wajah Sakinah. Memaksa dan memperk*sa Sakinah dengan brutal dan kejam.
Sakinah melawan, Ia mencengkram apapun yang bisa ia pegang, memcakar, memukul. Namun tenaga laki-laki itu seperti binatang buas kelaparan, Sakinah meremas kalung yang dipakai pria itu. Di kalung itu ada permata yang cukup runcing diujungnya. Ia tarik kalung itu sampai putus.
Setelah putus, ia tusukkan ke dada pria itu, dadanya mengeluarkan darah.
Sayangnya, Lelaki itu seperti manusia kesurupan yang tak tahu sakit. Ia terus memaksa dan menjelajahi tubuh Sakinah, menikmatinya sampai dia pingsan.
Saat ia sadar, Ia melihat hanya dirinya saja sendirian berada dalam mobil itu. Baju yang ia pakai tadi telah robek, untung saja dia pakai rok, rok itu hanya terangkat ke atas tanpa robek seperti baju.
Ia menemukan jacket di dalam mobil itu, ia pakai jacket itu dan benarkan pakaiannya. Ia lihat gula yang masih terletak baik di tepi mobil. Ia ambil, Ia tahan sakit dan sedihnya.
Sesampainya di rumah, ia masih tersenyum, memberikan gula pada Ibunya, kemudian mandi dan mengunci diri di dalam kamar.
Menangis adalah kegiatan yang bisa ia lakukan untuk saat ini!
‘Ya Allah, hamba memohon ampun padamu. Ampunilah dosa hamba,’ lirihnya pilu. Mengadu pada Sang Pencipta.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Al^Grizzly🐨
mata pencaharian bukan pencarian???
2024-06-27
0
Emi Kartika
sedih ceritanya
2022-04-29
0
Erie
awal yg menarik
2022-03-31
0