Tinggal seorang lagi yang sedang tarik-menarik dengan Kirana, Kabir langsung menarik sangkurnya dari leher tentara bayaran yang dibunuhnya dan secepat kilat berlari menancapkannya di leher tentara yang sedang tarik-menarik senjata dengan Kirana.
Darah menyembur ke tubuh Kirana, ia terduduk dengan lemas. Tubuhnya gemetar baru kali ini di sepanjang hidupnya ia melihat pembunuhan secara langsung dan darah menyembur ke wajahnya. Rasanya Kirana ingin pingsan kembali, hanya sekelumit kekuatan dan keberaniannya yang masih bertahan untuk tetap sadar, "Nani ...." lirihnya gemetar.
Kabir mendatangi Kirana, "Kirana, sadarlah! Bersihkan tubuhmu cepat. Sebelum yang lain menyadarinya." Ucap Kabir. Kirana berlari secepat kilat ke kolam dan membasuh semua darah di tubuhnya, "Bila di rumah aku pasti sudah mandi dan menyabuni tubuhku, bau amis ini huek!" Kirana memuntahkan semua isi perutnya.
Ia benar-benar merasa mual, akan tetapi bayangan bahwa saat ini pria itulah yang terkapar bukan dirinya, "Aku harus kuat! Bagaimana bila yang terkapar tadi aku? Bagaimana dengan Nani? Aku harus selamat" batinnya berusaha untuk tegar.
Kirana kembali ke sisi Heru dan Kabir, ia duduk dengan lemas di sekujur tubuhnya. Bayangan pria itu begitu membekas di batinnya ia berusaha untuk menepis segala kenangan buruknya. "Semua ini hanyalah mimpi" lirihnya.
Kirana memperhatikan segala tingkah laku Kabir dan Heru, ia mencongkel chip ketiga tentara itu dan membuangnya ke luar gua, beberapa menit kemudian ia kembali lagi dan mengambil semua alat persenjataan ketiga tentara.
"Ambillah! Semua ini nanti berguna!" ucap Heru, Kabir mengambil senapan dan perlengkapan amunisi memasukkannya ke dalam saku celananya.
Ia mencari apakah ada walkie talkie, keberuntungan dipihaknya ia mengambil milik si komandan yang sudah meninggal. Ia juga mencopoti milik tentara satu lagi untuk diberikan kepada Hendro.
Ia mengambil pistol revolver dari saku celana si tentara gadungan dan memberikannya kepada Kirana.
"Ambillah! Nanti aku akan mengajarimu." Ucap Kabir.
Tidak berapa lama Hendro dan Mona sadar, mereka begitu terkejutnya melihat tiga mayat tentara berpakaian loreng hitam.
"Siapa mereka?" tanya Hendro.
"Tentara buatan Alberto Kuro. Apakah kalian sudah bisa melanjutkan perjalanan?" tanya Kabir memberikan sepucuk senjata lengkap dengan amunisinya dan sebuah sangkur juga memberikan kepada Mona sebuah pistol, Mona berjengit menerimanya.
"Ambillah Nona Artis! Anggap saja kamu lagi shooting film action" sindir Hendro.
Mona hanya menghela napas dan melirik tajam ke arah Hendro dan menyimpan sebuah pistolnya ke balik bajunya.
Ia sangat malas meladeni mulut pedas milik Hendro, "Mimpi apakah aku hingga harus bertemu makhluk planet satu ini?" batin Mona kesal memandang Hendro. Namun ia hanya memendamnya saja, ia malas bertengkar untuk saat ini, apa lagi bekas sayatan luka pengambilan chip tadi masih terasa sakit di dadanya.
Akan tetapi ia tidak ingin terlihat cengeng oleh Hendro yang pasti akan mengejeknya.
Mereka berlima mengendap-endap ke luar gua, mereka menunggu beberapa lama di semak-semak berharap para tentara gadungan itu sudah tidak ada, pesawat masih terus berputar-putar di udara.
Mereka menunggu sedikit lebih lama, hingga heli menjauh. Kelimanya ke luar dari semak menyusuri semak yang lebih tinggi, mereka melihat tiga tentara sedang adu pukul dengan pria dan wanita yang hernasib sama dengan mereka, Kabir dan Hendro menembak ketiga tentara itu. Mereka melucuti senjata mereka dan mengambilnya, menyimpannya seperti harta karun.
"Terima kasih!" Ucap si pria dan si wanita.
"Aku Nara aku berasal dari Papua" Ucap si wanita yang manis dengan ciri khas wanita cantik Papua.
"Aku Junaid aku dari Bandung" ucap si pria. Masing-masing memperkenalkan diri, mereka menjadi bertujuh berjalan beriringan. Mereka banyak berdiam diri dan berhenti untuk bersembunyi bila heli kembali berputar di udara.
Heru dan Kabir saling pandang, "Sepertinya mereka mencari anggota mereka yang sudah hilang enam orang." Ucap Heru.
Kabir menganggukkan kepalanya,
"Ayo cepatlah bergerak! Sebelum bala bantuan mereka datang lebih banyak lagi." Perintah Heru berjalan paling depan dengan tergesa.
"Apakah chip di dada kalian masih ada?" tanya Heru kepada Junaid dan Nara.
"Chip apa?" tanya keduanya heran.
Kabir menunjukkan sayatan luka mereka masih dibungkus kain sobek milik Heru.
"Apakah di dalam sini ada chipnya? Maksud kamu chip memori card seperti itu?" tanya Nara keheranan. Junaid masih memperhatikan lukanya, kemudian memandang ke arah kelima orang tersebut.
"Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan?" tanya Junaid, ia mengambil sangkurnya ingin menyobek kulitnya sendiri.
"Jangan lakukan di sini! Bukan segampang itu mengambilnya. Ayo cepatlah!" ucap Heru mengajak mereka berlari.
Ketujuhnya berlari melintasi semak juga beberapa pohon kayu tumpang menyeberangi aliran sungai kecil yang rendah. Semuanya berlari dengan kecepatan yang penuh melintasi alam, Heru begitu mahirnya berlari dan menghindari beberapa ranjau.
Kemudian Heru membawa mereka ke balik bebatuan cadas yang besar-besar, di balik bebatuan ada sebuah gua kecil.
Heru mengambil chip di tubuh Junaid dan Kabir mengambil chip di tubuh Nara, seperti keadaan keempat orang sebelumnya mereka pun pingsan saat langkah demi langkah yang mereka lakukan sama seperti Heru mengambil chip dari Kabir dan ketiga temannya.
Hendro, Kirana dan Mona mencari buah-buahan untuk mereka makan, beruntungnya Hendro menangkap beberapa burung hutan untuk mereka panggang. Kabir iseng mengambil kedua chip Nara dan Junaid dan menempelkannya kepada dua ekor ikan kecil yang sedang berenang di arus sungai.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Heru heran saat ia mencoba untuk mandi dan sholat Ashar mereka hanya menerka-nerka waktu berdasarkan letak matahari di atas kepala mereka.
"Agar Alberto Kuro merasa bahwa pionnya masih berkeliaran di sepanjang arus sungai ini, bila kita membuangnya begitu saja, maka ia akan curiga bila ia tetap di suatu tempat, makanya ia langsung mengirimkan tim pembersihnya mengira kita sudah mati atau ada sesuatu yang tidak beres. Lagian ikan juga makhluk hidup ia pasti memiliki suatu suhu di tubuhnya." Balas Kabir dengan penuh logika.
Heru mencerna kata-kata heru dan manggut-manggut mengerti, "Idemu bagus juga Kabir, tidak pernah terpikirkan olehku" Ucap Heru.
"Bila Alberto Kuro orang yang hebat dan penuh dengan akal licik, ia juga manusia biasa yang pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Kita harus mencari tahu, bagaimana caranya kita sampai ke kastilnya" ucap Kabir memandang ke arah heli yang berputar-putar di sebelah utara.
"Kalau bisa kita mengumpulkan orang sebanyak kita bisa, itu sangat membantu. Aku yakin semua yang mereka culik adalah orang yang memiliki latar belakang 'sesuatu' yang sangat menarik bagi seorang Alberto Kuro." Balas Kabir memandang lurus ke depan.
"Maksud kamu?" tanya Heru.
"Aku dan Hendro seorang satpam biasa, tetapi mengapa kami berakhir sampai di sini? Aku baru ingat seminggu yang lalu aku dan Hendro menggagalkan suatu perampokan di Bank XXX tempat kami bekerja, hingga kami mendapatkan wawancara yang disiarkan langsung ke seantero dunia." Ucap Kabir.
Kabir masih menerawang memandang heli yang terus berputar dan menurunkan awaknya dari tali yang menjuntai dari dalam heli. Ia menghitung sekitar 7 orang tentara gadungan turun, lengkap dengan persenjataannya.
"Alberto pasti memanfaatkan kecanggihan teknologi dan telekomunikasi, hingga dengan mudah menentukan semua targetnya. Pak Heru merupakan seorang pengawal bukan? Pasti sebelum kejadian ini Bapak juga pernah melakukan sesuatu yang heroik?" tanya Kabir.
Entah mengapa ia berpikir ke arah ini ia yakin, Alberto Kuro bukanlah kaleng-kaleng yang akan mencomot begitu saja targetnya dari tong sampah bila tidak memiliki sesuatu yang berharga. "Tetapi apa?" batin Kabir terus bertanya-tanya.
"Aku dulu sebelum berakhir di sini, saat menjadi pengawal aku berhasil menyelamatkan penculikan seorang anak Kedubes. Kau benar aku mendapatkan wawancara dan aku dielu-elukan bagai pahlawan." Balas Heru.
"Bagaimana kalau kita tanya mereka semua? Bila benar opinimu? Kita bisa memanfaatkan semua kelebihan kita untuk menjatuhkan Alberto kuro dan kita bebas!" ucap Heru bayangan ia ke luar dari Pulau Kematian benar-benar membuat jiwanya senang.
"Aku sudah sangat rindu keluargaku, rindu putri dan istriku. Bayangkan! Sudah 5 tahun aku menjadi katak di dalam tempurung ini, semua ini karena Alberto sialan!" Umpatnya kesal.
"Sepertinya mereka benar-benar mencari anggota mereka lihatlah! Sudah 3 heli berputar" Ucap Kabir. Heru memandang ke angkasa.
"Sialan! Ayo sembunyi!" Heru melompat dari dalam sungai dan berlari ke arah celah batu yang lebih sempit Kabir di belakangnya mengikuti langkah Heru, benar saja para tentara gadungan di atas heli menembakkan M-60 sesukanya. Keduanya bersembunyi ke ceruk batu yang lebih dalam lagi.
Kabir sudah ingin menembak heli, namun dicegah oleh Heru, "Jangan sia-siakan pelurumu! Itu pancingan dari mereka agar darah kita mendidih dan keluar dari persembunyian"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Putri Minwa
jangan lupa mampir di novel baru putri ya yang berjudul Air mata Ibuku
2023-08-06
0
Sri Wahyuni
keren abis pokoknya
2023-05-30
2
Naya Kunaya
sejauh ini 👍
2021-11-12
2