Ketujuhnya berjalan secepat mereka bisa,
"Perhatikan langkah kalian ini zona ranjau! Ikuti aku" Perintah Heru semuanya berhati-hati mengikuti semua langkah kaki Heru.
Hingga akhirnya mereka memasuki sebuah hutan kecil yang dipenuhi pohon-pohon tinggi yang besar, "Aku tidak tahu ini pukul berapa? Yang jelas ini masih tengah malam. Sebaiknya kita bermalam di sini. Apakah kalian bisa memanjat pohon?" tanya Heru, semuanya menganggukan kepala, "pilihlah pohon kalian, sebaiknya kalian berpasanganlah agar tidak jatuh." Ucap Heru.
Secepat kera ia memanjat ke salah satu pohon dan membaringkan tubuhnya di sana.
Kabir meraih tangan Kirana ia merasa Kiranalah paling rapuh di antara ketiga wanita kuat tersebut, Nara berjalan ke sisi Junaid dan mencari pohon untuk mereka, Kabir mengulurkan tangannya untuk mengangkat tubuh kirana.
"Mendekatlah pada dahan lebar ini." Ucapnya, Kirana berhati-hati melangkahkan kakinya agar tidak jatuh. "Aoouuhg" hampir saja ia terjatuh, jika tidak secepat kilat Kabir meraih lengannya dan menariknya ke sisinya. Mereka saling merapat dan saling memandang.
Deg! Deg!
Dentuman suara detak jantung mereka berpacu lebih cepat dari pada saat mereka menghadapi sekawanan srigala,
temaram cahaya lampu sorot milik Alberto Kuro, mengitari pulau hingga terkadang cahayanya sedikit remang menembus dedaunan pepohonan.
Kirana berada di pangkuan Kabir ia bergelayut dengan mes*annya, hanya beberapa senti saja bi*ir kabir bisa dengan mudah mendarat di bibi* milik Kirana bila ia mencoba menolehkan wajahnya ke sisi samping tubuhnya.
"Se-sebaiknya aku tidur di dahan lain" ucap Kirana gugup.
"Tidak usah! Nanti kamu jatuh." Balas Kabir melingkarkan lengannya ke pinggang Kirana, "Bagaimana bisa tidur? Kalau begini?" batin Kirana.
"Sudahlah tidak usah berpikir aneh-aneh" ucap Kabir, sementara ia sendiri pun tidak yakin bila ia tidak melanglang buana ke zona terlarang di sebuah film yang pernah ia tonton di salah satu situs di hand phonenya, ia tidak munafik ia juga begitu tergodanya akan Kirana, "Mengapa otakku traveling ke planet mesum sih?!" tanya batin Kabir bingung.
Karena kelelahan mereka pun mencoba tidur saling berpelukan di sebuah dahan, Kirana diapit di antara pohon dan kabir.
Sementara Junaid dan Nara sudah tertidur dengan nyenyaknya di salah satu dahan yang bercabang di antara mereka sebuah pohon besar sebagai sandaran tubuh samping keduanya. Kedua tangan mereka saling berangkulan memeluk sebatang pohon di antara mereka.
Mona dan Hendro masih bingung harus bagaimana, keduanya selalu saja bertengkar dan saling ejek.
"Ayo, kalau kamu mau dekat denganku!" ucap Hendro.
"Cih! Siapa pula yang mau berdekatan denganmu najis tahu!" balas Mona kasar ia sudah beberapa hari ini sejak bertemu dengan Hendro ingin meninju mulut pedasnya.
"Ya sudah!" ucap Hendro naik ke salah satu pohon lain, Mona berusaha menaiki pohon yang sama dengan Hendro namun selalu saja ia meluncur ke bawah, Hendro tertawa geli memandang adegan Mona berulang-ulang.
"Jangan melakukan hal itu berulang-ang bisa-bisa silikonmu bocor!" Ucap Hendro.
"Sialan dasar manusia kampret! Ini asli bukan silikon! Enak saja bacot Lu ngomong!" balas Mona kesal semua orang selalu mengatakan bagian yang menonjol miliknya hasil suntik silikon. Padahal itu asli buatan Tuhan yang Maha Sayang kepadanya hingga ia memiliki sedikit kelebihan lemak di bagian di situ.
"Wow, berarti itu asli?!" balas Hendro omesnya mulai kambuh ia sudah menelan sedikit air liurnya walaupun ia lupa ia sudah berapa jam tidak minum air putih, tiba-tiba ia merasakan haus yang luar biasa di sekujur tubuhnya, "Kenapa jadi gerah ya?!" lirihnya.
"Gerah kepala Lu peyang! Nih masih malam dan udaranya dingin tahu!" balas Mona kesal ia belum berhasil naik ke salah satu dahan pun.
"Ulurkan tanganmu! Aku akan menarikmu, di atas lebih nyaman ketimbang di bawah" ucap Hendro.
"Aku lebih suka di bawah!" ucap Mona kesal.
"What?! Apa ga sesak di bawah terus? Sekali-sekali berubah haluan di atas saja lebih nyaman! Kamu bisa leluasa menikmatinya dan merasakan sentuhan angin malam!" ucap Hendro ia pun asal saja mendeskripsikan udara yang semangkin gerah menurutnya.
"Di atas atau di bawah sama saja! Menurutku ga ada bedanya" umpat Mona kesal ia masih saja berusaha untuk menaiki salah satu dahan pohonnya,
"Ayolah Mona, aku tidak ingin besok seluruh tubuh bagian depanmu akan tergores, apa kata fans-mu nantinya" ucap Hendro. Mona hanya memandang ke arah Hendro, menarik napas dalam dan membuangnya asal ia juga merasa takut bila kawanan srigala akan menyerangnya malam ini, ia bergidik membayangkan taring-taring srigala dan air liur mereka yang menetes dari sela taringnya yang tajam.
Akhirnya Mona pun mengulurkan tangannya, Hendro menarik tubuh Mona ke atas mereka duduk bersisian, dahan mereka sedikit lebar dan nyaman hingga dan bercabang tiga hinga membuat mereka nyaman berada di tengah, "Bagaimana nyamankan di atas?" tanya Hendro, "Sedikit, gak nyamannya bila bersamamu!" umpat Mona.
"Dari mana kamu tahu kalau di atas bersamaku ga nyaman kamu belum pernah coba kok!" ucap Hendro.
"Coba sekali saja! Pasti nagih!" tambah Hendro.
"Maksud kamu apa sih?" tanya Mona mulai tidak mengerti arah pembicaraan ini.
"Lha kita berdua sedang di atas pohonkan?! Aku bertanya mana lebih enak di atas atau di bawah sana Mona?" ucap Hendro ia juga bingung dan ia merasa sedang membahas saat ini "Apa aku salah kata ya?" batin Hendro sedikit blo'on
"Sudahlah mari tidur aku ngantuk" ucap Mona memeluk salah satu pohon di depannya Hendro di belakangnya memeluk dahan yang lain, mereka saling memunggungi.
" Mona ...." panggil Hendro sepelan mungkin sambil memejamkan matanya
" Hmm ...."
" Mengapa kamu ga jadi menikah dengan pengusaha batu bara si Z itu sih?" ia sangat penasaran.
"Apa?! Hahahaha" Mona tertawa keras ia tidak menyangka Hendro benar-benar mengikuti semua berita skandal gadungannya.
"Ga jodoh!" balas Mona sekenanya ia malas mengungkap cerita hanya sebagai pendongkrak popularitas saja yang sengaja dibuat oleh salah satu iklan dan Mona menjadi ambasadornya sekaligus membintangi iklannya.
Asistennya yang matre membuat skandalnya seolah-olah dan sepertinya juga seakan-akan mereka berpacaran, semuanya hanya settingan saja. Miris bukan?! Kini ialah yang harus menuai semua hujatan haternya termasuk Hendro di Pulau Kematian, padahal begitu banyaknya yang harus mereka obrolkan bukan hanya sekedar skandal tidak jelasnya.
Akhirnya mereka tertidur, suara sirine pagi membangunkan mereka semua, Kirana hampir jatuh dari tidurnya untung kedua lengan kokoh milik Kabir menahannya kuat mereka diam dia tas pohon tidak bergeming, mereka bersiaga, nyalak suara anjing menggema mengendus-endus setiap gua yang pernah mereka lalui.
Kabir melihat dari atas pohonya ada sekitar 20 tentara gadungan milik Alberto menyusuri jalanan yang mereka lalui dengan seekor anjing pelacak.
"Suiiitt!" Heru bersiul melambaikan tangan mengajak mereka turun, keenamnya turun dengan secepat kilat dari atas pohon berlari mengikuti langkah Heru melintasi semak dan pohon-pohon besar, mereka terus berlari Junaid tersangkut oleh sebuah jebakan sebuah tali memerangkap kakinya hingga ia tertarik ke atas karena salah satu kakinya terikat begitu juga Nara, Mona dan Kabir
"Kalian bersembunyilah mereka semangkin dekat!" perintah Junaid melihat para tentara gadungan dari atas karena ayunan tubuhnya yang berayun-ayun dengan sebelah kaki kiri tergantung di dahan pohon dan bagian kepala di bawah.
Heru, Kirana, Hendro bersembunyi di balik pepohonam yang rindang, mereka sudah mengeluarkan pistol mereka bersiaga, Kirana bergetar memegang pistol Hendro mengajarinya sambil lalu memberi instruksi kepadanya cara menggunakan revolvernya, " Buka pinnya kokang dan tembakan." Hafal Kirana mengingat setiap detilnya ia takut lupa.
Kabir dan Junaid dengan cekatan melenturkan tubuhnya mengambil sangkurnya di salah satu selipan sepatu PDL-nya dan memutus tali kekang di kaki kiri dan kanan mereka.
Keduanya mendarat dengan sigap di tanah tanpa jatuh, Nara dan Mona mengikuti cara kedua pria tersebut walaupun sedikit sulit melenturkan tubuh mereka yang semangkin berayun-ayun, Kabir dan Junaid melemparkan sangkur mereka memotong tali keduanya hingga Junaid dengan sikap ksatrianya menampung tubuh Nara tetapi Kabir terlambat menampung Mona hingga tubuh Mona terjerembab ke tanah, "Aduh ...." rintih Mona kesakitan.
"Maaf Mon, aku kira pas tadi ga tahunya malah meleset" Kabir menyesalinya.
"Ayo, cepat!" Kabir menarik lengan Mona bersembunyi ke balik pepohonan.
Nyalak anj*ng membahana terus mendekati persembunyiaan mereka mengendus setiap bau yang mereka tinggalkan, Anjing berhenti mengendus di sebuah tali kekang yang sudah putus.
Beberapa pria tentara buatan Alberto mendekati persembunyian mereka, salah satu tentara berjongkok memungut seutas tali kekang, "Maju!" ucap komandan mereka memberikan aba-aba dan sandi, agar keempat pria di sisinya beranjak maju ke depan mereka mengokang senjata siap sedia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Siti H
semangat kakak
2022-07-12
1
Your name
Lanjut lagi nih
2021-11-29
2
Xianlun Ghifa
nyicil jejak
2021-10-18
0