Mona hanya cuek saja menanggapi semua ocehan Hendro tanpa merasa sakit hati dan terbebani.
Ia melangkah dengan angkuh dan berwibawanya ia benar-benar seorang artis yang sangat profesional, ia tidak peduli dengan semua hinaan dan caci maki, Mona benar-benar bermental baja.
"Kirana ...," ucap Kirana mengulurkan tangannya.
"Hendro" balas Hendro. Namun tidak dengan Mona ia santai saja ia merasa tidak perlu lagi berkenalan dengan Hendro yang bermulut pedas.
"Ia tidak mengenalku tetapi dengan mudah termakan apa kata gosip" batin Mona sebal.
Keempatnya bercerita mengapa mereka berakhir di Pulau Kematian ini? Akan tetapi semua bernasib sama yaitu penculikan yang dilakukan oleh Alberto Kuro.
Mereka berempat mencoba mencari tempat perlindungan apa lagi malam sudah semangkin gelap, "Ke mana kira-kira kita akan mencari tempat bermalam untuk malam ini?" tanya Mona.
"Jangan berharap ada hotel mewah di sekitar sini Nona Artis!" ucap Hendro dengan pedasnya. Entah mengapa ia selalu bersikap ketus dengan Mona berbeda bila ia dengan Kirana.
"Aku tidak bertanya kepadamu! Semua orang juga tahu saat ini sedang berada di mana?" balas Mona tidak kalah pedasnya.
"Sudahlah jangan bertengkar, sebaiknya kita mencari tempat perlindungan. Selain itu kita tidak tahu daerah ini dan siapa saja musuh kita? Kapan pun nyawa kita bisa melayang." Ucap Kirana, ia lebih cepat memahami situasi dan kondisi keadaan mereka saat ini.
"Kirana benar sebaiknya sebelum hari gelap kita mencari suatu tempat," balas Kabir.
Mereka berempat berjalan ke arah utara, mereka menemukan sebuah gua kecil yang sedikit panjang keberuntungan berada di pihak mereka.
"Sebaiknya kita bermalam di sini saja." Ucap Kabir dan ketiganya menyetujuinya.
Di dalam gua tersebut, ada sebuah mata air yang jernih dan terdapat beberapa ikan berenang, Hendro dan Kabir menangkap ikan dengan cekatan, Kabir menyiangi ikan dengan sangkurnya dan Hendro membuat api untuk membakar ikan.
Kirana dan Mona memanggang ikan dengan sebaik mungkin, "Aku ga nyangka artis seperti kamu bisa memasak juga?" Tanya Kirana takjub Mona begitu cekatannya menusuk ikan untuk di panggang.
"Artis juga manusia Kirana, orang-orang hanya memandangku dari permukaan saja mereka tidak benar-benar mengenalku dengan baik." Balas Mona tersenyum.
"Sepertinya ia menyimpan banyak luka dan derita di sepanjang hidupnya" batin Kirana.
Keempatnya makan ikan bakar dengan lahapnya, "Aku harap kamu tidak akan sakit perut meminum air pancuran Nona Artis!" ucap hendro.
"Biasanya aku lebih sakit perut bila minum dari gelas yang sama dengan fans panatikku seperti kamu." Balas Mona tidak kalah ketusnya saat keduanya bersisian mengambil air minum dari pancuran untuk minum.
"Siapa juga yang fans panatikmu! Jangan ngimpi!" balas Hendro kesal ia tidak menyangka Mona bisa dengan mudah menebaknya.
Hendro sudah sangat ingin mencium bibir cerewet Mona namun ia urungkan, "Sialan! Kenapa denganku?" batinya bingung.
Baru kali ini ia begitu sebal dan bencinya kepada makhluk Tuhan yang bernama wanita namun ia juga begitu mendambakannya.
Ia hanya kesal dengan berbagai skandal yang selalu menerpa wanita di sampingnya ini, ia selalu saja dikabarkan berpacaran dengan si A, si B dan entah siapa saja. Namun tiada pernah sampai ke pelamainan, semuanya kandas di tengah jalan.
Kirana dan Kabir hanya keheranan memandang keduanya yang selalu adu mulut, berbeda dengan mereka yang selalu malu-malu bila bertatap muka.
"Makanlah yang kenyang Kirana! Belum tentu besok kita bisa makan seenak ini lagi," ucap Kabir.
"Aku sudah kenyang Kabir, kita simpan saja! Mana tahu ada yang kelaparan tengah malam nanti." Ucap Kirana membungkus sisa beberapa ekor ikan dengan membungkusnya dengan daun berbentuk lebar yang mereka petik di mulut gua.
Malam merayap dengan pasti cahaya bulan sabit di langit menambah suasana angker Pulau Kematian belum lagi suara burung malam. Suara helikopter kembali bergema di angkasa, menembakkan selongsongan peluru M-60.
Mereka tidak ingin ke luar mereka diam saja, cahaya terang saling berputar di angkasa seperti blitz lampu-lampu besar yang memberikan sorotan sinarnya saling berkesinambungan tanpa jeda. Hingga apa pun yang melintas dan bergerak akan secepat kilat terlihat di bawahnya.
Sinar lampu sorot itu benar-benar menerangi seluruh pulau seperti siang hari, tiada yang dapat lolos dari cahayanya.
Suara adu senapan kembali saling bersahutan, keempatnya terdiam dengan keheningan. Jauh di dalam hati mereka masing-masing mereka bertanya-tanya "Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa seperti ini? Apa mau mereka?" batin masing-masing bicara.
Namun karena kelelahan keempatnya mencari tempat tidur yang nyaman, mereka sudah mematikan kobaran api. Mereka takut memancing seseorang datang dan membunuh mereka.
Mereka memilih ke dalam gua yang lebih dalam dan mencoba tidur di antara ceruk-ceruk batu yang melindungi mereka dari musuh maupun binatang melata.
Kirana dan Mona tidur berdampingan, Kabir tidak begitu jauh dari kedua wanita sedangkan Hendro ia memilih sedikit lebih jauh dari ketiganya.
Mereka berusaha memejamkan mata dan menikmati setiap momen, hingga mereka pun benar-benar tertidur, akan tetapi baru saja mereka tertidur. Seseorang menerobos masuk.
Keempat sekawan tadi langsung bangun dan menghadang seorang pria sedikit kerempeng, pria tersebut berusaha untuk mengambil bungkusan ikan bakar yang disimpan Kirana di balik bebatuan.
Kabir dan Henro ingin memukul pria yang sudah sedikit lebih tua dari mereka tampangnya kumal dan awut-awutan.
"Aku hanya ingin mengambil ikan bakarmu, aku lapar," ucap pria tersebut.
"Ambillah!" balas Kabir. Sedikit cahaya samar-sama dari lampu sorot menerangi hingga mereka bisa melihat dengan jelas wajah pria itu, tubuhnya kurus ceking, dan tubuhnya penuh luka.
"Kalau boleh tahu siapa nama Bapak?" tanya Hendro penasaran.
"Heru namaku Heru," ucapnya dengan lahapnya ia menyantap semua ikan ia begitu laparnya seperti tidak makan berminggu-minggu.
"Apakah kalian orang baru?" tanya Heru.
"Maksudnya orang baru Pak?" tanya Kabir.
"Orang yang baru datang dan diculik!" balas Heru.
"Iya Pak!" ucap keempatnya.
"Apakah Bapak sudah lama di sini?" tanya Kirana penasaran.
"Sudah aku sudah lama di sini sudah 5 tahun" ucap Heru.
"Apa lima tahun?!" balas Mona membayangkan ia menghabiskan waktu dengan sebuah kesia-siaan.
"Mengapa Nona Artis? Jangan khawatir kamu tidak akan secepat itu menjadi tua dan jelek, karena di sini tidak ada salon" jawab Hendro.
Mona diam saja ia malas membalas perlakuan Hendro yang kasar terhadapnya.
"Kalau boleh tahu, Apa sebenarnya yang terjadi Pak?" tanya Kabir begitu prnasarannya.
"Alberto Kuro mengumpulkan semua orang di sini untuk ia adu dengan sebuah kesenangannya, nanti akan ada pengawal yang ia latih yang berhasil selamat dari sini dan menyerah mengikutinya menjadi anak buahnya. Mereka adalah para korban yang berhasil selamat dari sini." Ucap Heru, ia menyeka sisa makanan di mulutnya dan membuka tutup minumannya yang terbuat dari bambu.
"Jadi mereka menjadi kaki tangan Alberto Kuro?" jawab Hendro.
"Mereka akan menyerang kita baik melalui udara dengan heli maupun dengan darat mereka dengan diam-diam menyerang kita. Di sini kita akan di jadikan pion catur untuk kesenangan. Dan semua ini akan di siarkan secara on line ke seluruh dunia." Ucap Heru.
"Apa?" keempatnya begitu terperanjatnya, mereka tidak menyangka nyawa mereka di ujung tanduk.
"Lalu bagaimana mereka yang tidak selamat?" tanya Kirana penasaran.
"Biasanya bagi mereka yang kalah atau mati, akan ada tim pembersih." Ucap Heru.
"Tim pembersih?" tanya Kabir
"Iya tim yang membersihkan kekacauan, biasanya mereka mengumpulkan semua mayat membawanya dengan heli dan membawa ke kastil Alberto Kuro. Setelah itu mereka membakar mayat di pembakaran yang ada di kastil, hanya Tuhanlah yang tahu apa yang mereka lakukan?" balas Heru.
"Di sini ada kastil?" tanya Kirana tidak percaya.
"Ada! Tetapi tidak pernah ada satu orang pun yang pernah memasukinya. Kastil itu dijaga ketat oleh pengawal dan robot" ucap Heru.
"Tetapi Bapak Bisa selamat?" tanya Mona heran.
"Aku hanya ke luar bila aku ingin ke luar saja, dan aku membuang chipku yang ada di sayatan kecil ini." Balas Heru.
"Mereka menanam chip di sini?" tanya Kabir semangkin penasaran.
"Iya, bila engkau tidak membuangnya. Di mana pun engkau berada, Alberto Kuro dan anak buahnya akan mengetahui di mana pun engkau berada. Dan dengan mudahnya mereka menemukanmu dan membunuhmu." Ucap Heru.
"Selain itu mereka juga mengetahui setiap perkataan kita, jadi aku harap diamlah dan jangan berkata apa pun sebelum ...." ucap Heru memberikan gerakan mengambil chip di dadanya.
Mereka semua akhirnya diam tanpa bicara. Mereka menunggu siang cepat datang agar mereka mengambil chip yang ada di dada mereka.
Mereka tidak ingin menjadi pion kesenangan seorang Alberto Kuro.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Kustri
Seruuuu...
Eh, awas hendra bucin ama mona
2022-02-14
2
Fiah msi probolinggo
semangat sll Thor
2022-02-10
2
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
seru tau...
2022-01-08
1