Masih di tempat nongkrong 4 squad tampan, Bar And Restaurant milik Alvin.
"Sam, hentikan tindakan bodohmu. Aku akan membunuhmu jika mereka sampai mendatangi kita," gertak Jeffrey setengah berbisik yang melihat Sammy tampak berusaha menggoda dua wanita yang sedang duduk di salah satu kursi meja pelanggan, tidak jauh dari tempat 4 squad itu berada.
Alih-alih mengindahkan gertakan Jeffrey, si Sammy malah semakin menggencarkan aksinya.
Wiu wiit..!
Sammy bersiul seraya menaik turunkan kedua alis tebalnya, diikuti kerlingan mata super genit.
Kedua wanita yang menyadari mereka sedang diperhatikan bukannya merasa risih malah tampak meladeni godaan Sammy. Mereka melempar senyum dan membalas kerlingan mata Sammy. Tampak salah satu dari wanita tersebut memainkan lidahnya, menjilati bibir yang terlampau merah seperti drakula habis menghisap darah.
Mendapati respon yang menyenangkan dari kedua wanita seksi itu, Sammy semakin menggalakkan aksinya. "Hei manis, maukah kalian bergabung dengan kita?"
Kedua wanita cantik itu saling melempar pandang sebelum akhirnya mereka menerima tawaran Sammy dan mulai mendekati para 4 squad.
"Sam..! Kau benar-benar ingin mati ternyata," geram Jeffrey.
"Tenang saja Jeff, aku hanya sedikit bermain-main, tidak akan terjadi masalah," timpal Sammy mencoba meyakinkan Jeffrey.
"Firasatku berkata akan terjadi sesuatu yang bisa mengantarmu ke neraka," lirih Sean lanjut menyeruput cocktail miliknya.
"Hai tampan," sapa kedua wanita itu secara kompak.
Sungguh di luar dugaan. Kedua wanita itu bertindak di luar ekspetasi Sammy. Wanita seksi berambut ikal langsung melingkarkan tangan pada leher Sammy dari belakang. Sedangkan satu wanita seksi yang lainnya mendaratkan tubuhnya pada pangkuan Jeffrey tanpa ada rasa malu sedikitpun.
GLEK!
Sammy terlihat menelan cairan saliva dengan kasar ketika sepasang benda kenyal menekan tengkuk lehernya dari belakang.
"Wadaow! Padahal aku hanya berniat iseng saja. Aku nggak menyangka mereka bakal merespon seberani ini. Bisa gawat kalau Daisy sampai melihatnya. Bisa dilempar ke kandang buaya aku nanti," Sammy berkutat dengan pikirannya. Sudah diyakini bahwa dia sedang merutuki perbuatannya.
Sedangkan Jeffrey...
"Turun sekarang atau aku akan melemparmu ke jalan raya," gertak Jeffrey mengeluarkan aura dingin dengan sorotan mata elangnya yang tajam dan berkilat. Tentu saja hal itu sukses membuat si Wanita bergidik. Akhirnya wanita yang masih sayang dengan tubuhnya tersebut gegas beranjak dari pangkuan Jeffrey dengan menenteng muka masamnya sebelum si Jeffrey benar-benar melemparnya ke jalan raya, membiarkan tubuhnya menjadi bulan-bulanan roda kendaraan yang melintas.
"Maaf Nona cantik, aku sedang tidak ingin bermain dengan kalian. Kau bisa bermain dengannya," tolak Sean secara halus ketika si Wanita hendak mendekatinya lalu menjadikan Alvin sebagai tumbalnya.
"Sialan kau Sean!" umpat Alvin yang tampak berkomat-kamit tanpa bersuara.
Sean mendengus geli ketika menyadari bahwa Alvin sedang mengumpatnya meski tidak terdengar.
Wuuuusshh....!
Dreeeeeett....!
Tak! Tak! Tak!
Tiba-tiba aura dingin yang mencekam menyeruak menyelemuti ruangan yang diiringi suara menggema benda keras bergesekan dengan lantai dan berakhir dengan suara ketukan yang terdengar horor, membuat bulu kuduk ke 4 squad ber-breakdance ria di saat itu juga.
"Lepas tangan kotormu itu dari tubuhnya, kalau tidak ingin aku mematahkannya," getaran suara bernada dingin itu seketika menarik perhatian semuanya dan menoleh ke arah sumber suara.
"H-honey.., ke-kenapa k-kau berada disini?" Sammy seketika gugup luar biasa ketika melihat Daisy datang dengan membawa sebilah tongkat bisbol di tangan kanannya.
"Ck! Sudah kuduga, kau sebentar lagi bakal di lempar ke neraka Sam," Sean menyeringai seolah tidak ada rasa iba sedikitpun untuk sahabatnya yang sedang terancam punah.
Sedangkan ke dua wanita seksi yang merasa keberadaannya juga terancam memilih segera pergi dari sana guna menyelamatkan diri dari maut.
"Katakan, kau ingin ke Rumah Sakit atau kuburan?" Daisy memberi dua pilihan sama berat yang membuat Sammy bergidik. Wanita yang merupakan tunangan Sammy tersebut tampak beberapa kali memukul-mukulkan tongkat bisbol di telapak tangannya.
"H-honey, jangan salah paham, para wanita itu yang menggodaku duluan," Sammy mulai beralasan demi menyelamatkan diri. Terus terang, tubuhnya yang besar mendadak terasa mengecil karena nyali yang kian menciut seperti tikus curut.
"Jangan percaya Dai, dia berbohong. Tadi si Mesum ini yang menggoda para wanita itu duluan," sela Alvin mencoba memprovokasi.
Sammy seketika mendelik ke arah Alvin yang tidak bisa menjaga mulutnya yang seperti ban bocor itu.
"Setan kau Vin," umpat Sammy ke Alvin.
"Sekarang kau ikut denganku!" dengan kecepatan cahaya, Daisy menarik telinga Sammy dan menyeretnya keluar.
"Aduh.. Duh.. Duh.. Honey, telingaku bisa putus, tolong lepasin dulu," rintihan Sammy terdengar semakin mengecil diikuti tubuhnya yang juga menghilang.
"Sammy.. Sammy, kau itu memang nakal dan susah dinasehati," cerca Alvin dengan gelak tawa kian pecah.
"Aku tidak yakin kalau dia terlahir dari rahim seorang wanita," ledek Jeffrey.
"Asal kau tau kalau dia itu terlahir dari rahim amfibi," sahut Sean yang kontan menambah gelak tawa lainnya. Seolah musibah yang sedang menimpa Sammy dianggap sebuah lelucon yang mengocok perut.
"Kakak..?" suara sapaan seseorang seketika mengalih perhatian ketiga sahabat yang sempat tenggelam dalam gelak tawa gara-gara si Sammy.
Di antara ketiga sekawan tersebut, perubahan mimik muka Sean lah yang paling kentara. Guratan tawa yang sempat menghiasi muka tampannya seketika memudar, tergantikan oleh rona muka dingin, sedingin hujan salju di musim dingin.
"Kakak, apa kabar? Aku sangat senang bisa bertemu denganmu di tempat ini," ucap seorang pria bernama Arthur. Saudara tiri Sean, anak dari wanita yang telah merenggut kebahagiaannya.
"Sayangnya aku sangat tidak senang bertemu denganmu Tuan Muda Arthur," jawab Sean sinis penuh sindiran. Terlihat jelas bahwa dia sangat tidak menyukai keberadaan Arthur. Guratan-guratan kebencian begitu mendominasi di muka tampannya.
Arthur yang mendapatkan perlakuan yang jauh dari kata ramah dari Sean hanya bisa berlapang dada. Dia bahkan merasa tidak berhak hanya untuk sekedar tersinggung akan setiap sikap buruk Sean kepadanya.
Sadar diri, itu yang selalu ia tanam di benak pikirannya. Bagaimanapun juga, keberadaannya dan sang Ibu adalah pencetus utama rusaknya kebahagiaan sang Kakak Tiri.
"Kak, bisakah kita me," kalimat Arthur terhenti karena Sean menyela duluan.
"Hari sudah gelap. Aku pergi dulu," pamit Sean kepada Jeffrey dan Alvin sebelum melenggang pergi.
Pria blonde tersebut bahkan tak memperdulikan keberadaan Arthur yang masih mematung, seolah tak ingin memberi kesempatan kepada adik tirinya itu untuk berbicara dengannya lebih lama.
"Maaf, jika aku mengganggu kesenangan kalian. Permisi," Arthur mengangguk sekilas sebagai salah satu bentuk etika kesopanan kemudian berlalu dari hadapan Jeffrey dan Alvin yang sedang memandang iba dirinya.
°°°
Di kediaman keluarga Willson.
Sean menyusuri lorong ruangan menuju kamar milik Sarah. Perlahan ia mendorong daun pintu berharap keberadaannya tidak mengganggu sang Mama yang sedang terlelap. ia melangkah masuk ke dalam tanpa menyalakan lampu kamar. Membiarkan tubuhnya menembus remang cahaya yang dihasilkan oleh sinar bulan purnama yang menerobos jendela kaca dengan selambu dibiarkan terbuka.
Ia mengecup kening sarah sebagai wujud kasih sayang sang putra kepada sang Mama.
"See you in the morning, Ma," bisik Sean menyerupai suara semut yang hampir tak terdengar.
Setelah memastikan keadaan Sarah, Sean meninggalkannya dan kembali ke kamar pribadinya. Kemudian lanjut melakukan ritual kamar mandi yaitu membersihkan tubuhnya. Kali ini dia benar-benar hanya ingin mandi, tidak ada yang lain apa lagi membuat milk shake dengan si Adik Kecilnya.
Selang tidak lama, Sean keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk kemudian mengambil baju dari dalam lemari.
Pletak!
Sebuah benda kecil terjatuh ke lantai ketika pria beriris biru itu menarik salah satu bajunya yang berada di tumpukan paling bawah. Ia menggiringnya kepalnya ke arah benda tersebut kemudian berjongkok dan meraih benda tersebut.
"Aku kira benda ini sudah tidak ada karena terbuang, ternyata masih tersimpan disini," monolog Sean seraya mengamati jepitan rambut berbetuk hati yang dia pegang.
Sean bergegas menganakan pakaiannya kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia mengangkat jepitan rambut tersebut di depan muka dan kembali mengamatinya.
"Benda ini mengingatkanku pada gadis kecil itu. Ini adalah benda kenangan terakhir darinya sebelum akhirnya aku kembali ke London. Apa dia sudah hidup bahagia sekarang? Waktu itu ia masih sangat kecil, mungkin aku tidak bisa mengenalnya jika kita bertemu sekarang," Sean masih terus bercakap dengan dirinya sendiri dengan pikiran menerawang ke masa lalu. Di mana ia pertama kali bertemu dengan si Pemilik jepitan rambut tersebut.
Hingga akhirnya ia terlelap dan membiarkan jiwanya menjelajahi Negeri Kapuk sejuta mimpi.
VISUAL ARTHUR
❣
❣
❣
Bersambung~~
...Ayo biasakan tinggalkan jejak like dan comment pada setiap bab setelah membacanya ya para readers. Biar ini cerita nggak sepi kayak kuburan🤣 Sumbangkan vote dan gift juga kalau berkenan🤭...
...Intinya, dukungan para Readers adalah penyemangat berharga bagiku untuk terus menulis🥰...
...Terima kasih.. Lop Lop you superrr...
...💜💙💚💛🧡❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
visualmu gawe ngiler kabeh😆
2022-05-23
0
Cherry
jng2 gadis kecil yg dimaksud Sean adalah Allesya
2021-09-11
0
Rozh
kasihan... sepertinya Arthur baik deh, gak kayak mamanya
2021-09-02
2