Bab 7

Suara deru mobil terdengar memenuhi lingkungan mansion mewah keluarga Willson. Derap langkah kaki jenjang menghempas kesunyian hari yang menjelang petang.

Masih dalam mode cepat, si Pria Blonde yang tak lain adalah Sean bergegas melewati pintu besar yang kebetulan sudah terbuka. Langkahnya seketika terhenti ketika mendapati keberadaan pria tengah baya tengah duduk di sofa ruang tamu dengan mimik muka tak terbaca.

Dari raut mukanya sangat jelas sekali bahwa Sean sangat tidak suka akan keberadaan sosok pria yang memiliki pahatan garis muka yang mirip dengannya saat ini.

"Buat apa kau datang kemari?" nada bicara Sean terdengar sangat dingin.

"Apakah begitu caramu berbicara dengan Ayahmu sendiri?" jawab pria paruh baya yang bernama Erick.

Sean tersenyum getir. "Ayah katamu?" Sean seolah mengoreksi perkataan Erick yang terdengar salah baginya.

PRANK...!

Suara gaduh yang berasal dari lantai dua seolah sebagai pengingat apa tujuan awal Sean segera pulang yang sempat terlupakan. Sejurus kemudian, pria blonde itu gegas menuju sumber keributan meninggalkan Erick yang tampak membatu di tempat. Ia sadar diri, bahwa dialah penyebab utama keributan saat ini.

PRANK...!

"Jangan! Jangan pergi bersama wanita itu! Aarrggg! Kenapa kau tega menghianatiku?!"

"Sarah! berhentilah, kau bisa melukai dirimu sendiri Nak."

Dari dalam kamar terdengar Henry berusaha membujuk putrinya agar berhenti menghancurkan barang-barang yang ada. Namun usahanya tampak sia-sia. Wanita itu justru semakin menggila.

Seorang perawat yang memang khusus ditugaskan untuk menjaga dan merawat Sarah juga tampak kewalahan menghadapi amukan pasiennya tersebut.

"Ma! Tolong hentikan?!" teriak Sean yang baru saja menjejakkan kakinya di dalam kamar.

"Sean akhirnya kau datang. Cepat bujuk Sarah agar dia kembali tenang," pinta Henry. Setidaknya keberadaan Sean bisa membuatnya sedikit lega.

Dengan hati-hati Sean mencoba mendekati dan menghentikan Sarah namun ia tampak kesulitan karena sang Ibu masih terus mengamuk disertai tangis histerisnya.

"Aarrggg! Aku memang istri tidak berguna! Aku tidak berguna!" Sarah masih terus menjerit histeris.

"Ma! Sean mohon berhentilah bersikap seperti ini," Sean berusaha memeluk tubuh Ibunya yang masih berdiri di salah satu sudut kamar berharap tindakannya bisa menenangkan hati wanita yang telah melahirkannya tersebut.

Akan tetapi, sepertinya goncangan mental yang sedang merundung jiwa Sarah kali ini dirasakan lebih besar dari biasanya sehingga membuat Sean sedikit kesulitan untuk menenangkan.

Tatapan Sarah semakin menyalang. Dadanya naik turun tak beraturan akibat gejolak rasa yang merajai hatinya. Penampilannya begitu berantakan, membuat Sean yang begitu menyayangi Ibunya itu sangat tidak tega melihatnya.

"Pergi! Aku tidak ingin kau berada disini! Pergi!" pekik Sarah lalu mendorong tubuh Sean hingga tersentak ke belakang dengan cukup keras.

Sarah meraih vas bunga yang terletak tidak jauh dari ia berdiri dan melemparkannya ke sembarang arah.

PRANK...!

"Sean! Kau berdarah Nak!" pekik Henry yang panik seketika di kala menyaksikan sendiri vas bunga yang dilempar Sarah mendarat tepat di kepala cucu kesayangannya.

Sedangkan Sean, alih-alih mengadu kesakitan, ia hanya menyentuh bagian kepalanya yang terluka. Mengusap cairan hangat bewarna merah yang sudah mengalir menghiasi muka tampannya.

Sean kembali memangkas jarak antara dia dan Sarah. Muka itu, sungguh terlihat bahwa saat ini dia sedang merasakan sakit. Bukan sakit karena luka di kepalanya melainkan sakit di hatinya.

Ia menatap sendu sang Ibu yang masih dikuasai hantaman emosi jiwa yang tak terkendali. Gejolakan hebat akibat gangguan kesehatan mental yang sudah Ibunya alami selama kurang lebih 10 tahun lamanya. Tepatnya di saat sang Ibu mengetahui sang suami menghianatinya dan menceraikannya demi wanita lain.

"Ma, tak bisakah kau melihatku sekali saja," Lirih Sean tertunduk dalam. Getaran suaranya terdengar seolah sedang menahan beban di hatinya.

"Aku yang selalu ada di saat kau terpukul, bukan lelaki bajingan itu tapi kenapa Mama tak pernah melihatku? Kenapa hanya dia yang kau pikirkan? Padahal aku juga butuh perhatianmu," perlahan Sean mengangkat mukanya, menatap nanar sang Ibu.

"Ma, apa kau tidak bisa sedikit saja berusaha tegar dan kuat demi aku, demi putramu Ma, aku juga ingin diakui. Kau..," kalimat Sean tercekat karena berusaha menahan sesuatu yang seolah ingin mencuat saat itu juga.

"Kau bahkan tidak peduli meski aku bersedih dan terluka. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri. Apakah keberadaanku tidak bisa mengembalikan duniamu yang hancur? Aku putramu Ma, aku juga butuh kasih sayangmu yang telah lama tak kau berikan untukku," lolos sudah cairan bening yang sempat terbendung.

Sekeras-kerasnya hati seorang pria dia tetaplah makhluk bernyawa yang dikarunia hati dan perasaan oleh Tuhan. Dia bisa merasakan kesedihan dan juga terluka ketika melihat orang yang dikasihinya menderita dan hancur.

Sementara Henry yang menyaksikan adegan antara ibu dan anak itu turut berderai air mata. Sungguh pemandangam saat ini begitu menyayat hati. Ia sangat mengerti bagaimana selama ini cucu kesayangannya itu menjalani hari-harinya bersama seorang ibu yang terkena tekanan mental berkepanjangan.

"Hiks! Hiks! Aku tidak ingin kau berada disini. Pergilah! Aku tidak ingin melihatmu! Pergi! Arrgg!" Sarah kembali meraung dan menangis seolah semua perkataan putranya sama sekali tak berarti.

Wanita paruh baya itu memukul-mukul dada Sean dengan keras seolah sudah tidak peduli bahwa tindakannya tersebut bisa melukai hati sang Putra.

"Cukup Ma!" bentak Sean seraya mencekram kedua tangan Ibunya untuk menghentikan aksinya. Suara Sean yang meninggi sukses membuat Sarah terkesiap dan membatu.

"Sudah cukup Mama bersikap seperti ini. Kau bisa bahagia tanpa pria bajingan itu karena ada aku disini yang akan selalu menemanimu. Aku lebih bisa membuatmu bahagia dari pada dia! Aku mohon percayalah kepaku Ma, lihatlah aku sekali saja. Duniamu tidak akan hancur hanya karena dia yang menyakitimu," tandas Sean penuh penakanan. Ia menatap lekat netra sang Ibu yang masih basah. Mencoba meyakinkannya.

Sepertinya ucapan Sean kali ini mulai memperlihatkan hasil. Mimik muka keras yang sedari tadi ditunjukkan Sarah kian melunak.

"Putraku.., maafkan Mamamu yang tak berguna ini," Sarah berkata lirih. "Aku memang tidak berguna," suaranya semakin tak terdengar hingga akhirnya pingsan di dalam pelukan sang Putra.

°°°

Setelah Sarah diberi obat penenang, Sean berjalan menapaki undakan tangga yang membawanya ke lantai satu. Dengan amarah yang masih tertahan, Ia mendatangi Erick yang memang masih belum pergi dari rumahnya sedari tadi.

Erick tampak terkejut ketika melihat Sean datang dengan muka berlumuran darah.

"Nak apa yang telah terjadi kepadamu?" Erick tidak dapat mengelak kekhawatirannya. Bagaimanapun juga dia masih sangat menyayangi Sean.

"Bukankah aku sudah mengatakannya berulang kali, jangan menemuinya. Kehadiranmu justru semakin menambah tekanan mentalnya. Kau sudah melihatnya sendiri bukan? Jadi aku harap berhentilah mengusik kehidupan kami," ucap Sean begitu dingin dan penuh penekanan. Ia bahkan tidak menghiraukan ungkapan wujud kekhawatiran Erick untuknya.

"Tapi Nak, Ayah menemuinya karena ingin meminta maaf. Sungguh tidak ada niat untuk mengusik kehidupan kalian," sanggah Erick. Sungguh dia memang sangat menyesali akan perbuatannya di masa lalu.

"Apakah dengan kata maaf bisa mengembalikan semua seperti semula?"

"Tapi putraku,"

"Jangan panggil aku putramu!" Sean memangkas kalimat Erick dengan nada suara satu tingkat lebih tinggi.

"Sean, tenangkan dirimu, berbicaralah yang sopan. Bagaimanpun juga dia adalah Ayahmu," Henry yang memang juga berada di sana mencoba menenangkan cucunya.

"Tidak! Kami sudah tidak ada hubungan darah," kalimat Sean sukses membuat hati Erick tersayat.

"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu Nak? Kau tetaplah putraku, tidak ada yang bisa memutuskan hubungan darah antara orangtua dan anak," Erick mencoba melunakkan hati putranya yang keras.

"Siapa bilang memutuskan hubungan darah itu tidak bisa dilakukan? Kau melakukannya. Kau sendiri yang memutuskan hubungan darah itu. Kau membuang aku dan ibu demi wanita jalang yang baru kau kenal. Kau tidak akan pernah tahu bagaimana perasaanku ketika teman-temanku datang bersama Ayahnya di hari peringatan Ayah di sekolah sedangkan aku memilih bolos sekolah karena waktu itu kau lebih memilih menghabiskan waktumu bersama keluarga barumu. Kau tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya ketika melihat teman-temanku didampingi oleh kedua orangtuanya di saat wisuda lulusan sekolah sedangkan aku lebih memilih tidak menghadiri acara lulusan karena ayahku pergi berlibur ke luar negeri bersama keluarga barunya dan aku juga tidak mungkin datang bersama ibuku yang tengah sakit akibat depresi berat. Kau tidak akan pernah tahu karena kau memang tidak pernah peduli akan hal itu!" meluap sudah segala rasa tumpang tindih yang terpendam di dalam hati Sean selama ini. Semua untaian kata yang terucap menggambarkan segala rasa sakit dan kecewanya terhadap pria yang berstatus Ayahnya tersebut.

Erick membisu, semua perkataan Sean benar-benar menalaknya secara brutal. Tidak ada satu katapun yang dapat ia gunakan sebagai tameng pembelaan karena memang dasarnya dia berada dipihak yang salah. Bukan pihak tersakiti melainkan pihak yang menyakiti.

"Maaf," hanya itu yang mampu diucapkan Erick saat ini.

Bersambung~~

...Terima kasih sudah berkenan mampir pada tulisan receh Nofi ini. Mohon dukungannya dengan cara meninggalkan jejak like dan comment ya. Kalau ada rejeki lebih bolehlah sumbangkan gift dan vote mingguannya sebagai apresiasi karya Nofi. Dukungan kalian merupakan penyemangat behargaku. *I love you***😘**...

Terpopuler

Comments

Nur Evida

Nur Evida

sedih banget 😢

2022-11-07

0

Arin

Arin

ech pak emng dngn minta maav bisa sperti dulu lagi....enak bner loh mnta maav trs maunya di maavin gtu huh dasar

2022-09-06

0

💮Aroe🌸

💮Aroe🌸

yah, menyesal adanya di belakang, Eric😏

2022-05-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Author Menyapa
119 Karya Baru
120 Karya Ke 5
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Author Menyapa
119
Karya Baru
120
Karya Ke 5

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!