Bab 3

Bagaikan rekaman video yang sedang berputar, bayangan akan ingatan peristiwa di saat Henry pertama kali bertemu dengan Allesya kembali terulang.

Brukkk!

Ahhkk!

Seorang pria berusia senja mau tidak mau harus menerima rasa sakit pada tubuhnya karena terjerembab di dalam perjalanannya menuju parkiran mobil. Hal itu bukan semerta-merta karena kecerobohannya sendiri, melainkan akibat ulah sembrono seorang pemuda asing yang berlari tanpa berhati-hati dan menabraknya dengan begitu keras.

"Astaga...! Kakek tidak apa-apa?" pekik seorang gadis yang kebetulan sedang lewat dan melihat kejadian. Dengan cekatan ia membantu Henry bangun dari tanah.

"Hei kau berhenti..!" teriak gadis itu agar si Pelaku berhenti. Akan tetapi, alih-alih berhenti, tubuh pemuda itu justru semakin terlihat mengecil dan menghilang dari pandangannya.

Gadis itu, Allesya, tampak menggeleng seraya membuang napas dengan kasar karena menyadari pemuda tersebut tidak ada etikad baik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Aduuh...! Pinggangku..., rasanya seperti mau rontok," rintih Henry yang merasa kesakitan akibat benturan keras dengan tanah seraya memegang pinggangnya yang bernasib malang.

"Kakek coba duduk dulu," Allesya menuntun Henry menuju bangku yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berpijak. Ia menyapu butiran salju yang menutupi alas bangku sebelum mempersilahkan pria tua tersebut duduk.

"Bagian mana yang sakit Kek? Apa di sebelah sini?" tanya Allesya seraya menunjuk bagian yang diyakini sebagai sumber penderitaan Henry saat ini.

"Iya, bagian situ sakit sekali," sambil meringis ia membenarkan seraya mengangguk cepat.

Allesya gegas mengobrak-abrik isi tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Permisi ya Kek," tanpa sungkan dan berpikiran yang aneh-aneh, Allesya sedikit menyibak mantel dan baju yang dikenakan Henry.

"Nak, apa yang akan kau lakukan?" tanya Henry yang tampak terkesiap karena tindakan Allesya yang tiba-tiba tanpa meminta persetujuan darinya terlebih dahulu.

"Aku akan mengobatimu Kek, semoga ini bisa mengurangi rasa sakit di punggungmu," jawabnya lalu mengoles cream pereda nyeri yang seketika memberi sensasi hangat pada punggung pria tua tersebut. Kemudian ia memberi pijatan ringan bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri.

"Bagaimana Kek? Apa masih sakit?" tanya Allesya yang masih telaten memijit punggung Henry.

"Rasanya sungguh nyaman, sepertinya rasa sakitku berangsur-angsur berkurang," jawab Henry dengan seutas senyum penuh kelegaan.

"Syukurlah Kek. Lain kali Kakek lebih berhati-hati ya. Kalau begitu aku permisi dulu ya Kek," pamit Allesya yang langsung berdiri.

"Tunggu dulu," cegah Henry agar gadis yang menolongnya tidak pergi.

"Iya Kek, ada apa? Apa masih sakit?" tanya Allesya sebagai wujud perhatiannya. Sungguh sikap Allesya sukses membuat hati si Pria Tua kian menghangat saat ini.

"Ini untukmu," Allesya terperangah ketika Henry menyodor beberapa lembar uang poundsterling yang diyakini jumlahnya tidaklah sedikit.

"Kek, ini untuk apa?"

"Ini sebagai imbalan karena kau telah menolongku,"

Allesya tampak berpikir. Terus terang ia tidak ingin menolak uang itu begitu saja.

"Benarkah ini untukku Kek? Tapi ini terlalu banyak dan berlebihan," Allesya tampak ragu.

"Jumlah uang ini tidak sebanding dengan apa yang kau lakukan untukku barusan Nak," Henry berusaha meyakinkan gadis di depannya agar bersedia menerima pemberiannya.

"Hmm..., baiklah Kek, aku terima pemberianmu. Tapi Kakek tolong tunggu sebentar disini ya, jangan kemana-mana sampai aku kembali," pinta Allesya yang tentu dituruti Henry.

Masih di dalam jangkauan pandangan Henry. Allesya tampak memasuki sebuah toko baju yang memang terletak tidak jauh dari tempatnya berada. Dan selang tidak lama ia keluar dengan menenteng sebuah paper bag di tangannya.

Pria tua itu masih terus memperhatikan gerak gerik Allesya yang tampak mendekati seorang pria tua yang diyakini penyandang tunawisma. Pria tua yang terlihat sangat menyedihkan itu sedang duduk meringkuk seperti menahan hawa dingin di pelataran toko baju.

Rasa kagum langsung menyelimuti hati Henry di kala melihat Allesya mengeluarkan mantel musim dingin dari paper bag dan memakaikannya kepada penyandang tunawisma tersebut.

Rasa kagum kian menggunung ketika si Gadis memberikan sebagian uang miliknya kepada penyandang tunawisma tersebut.

Dari kejauhan, si Penyandang Tunawisma terlihat sangat senang dan bahagia. Ia bahkan terlihat berurai air mata.

"Kakek aku membelikan ini untukmu," Allesya melilitkan syal yang baru ia beli pada leher Henry.

"Dan ini sisa uang yang kau berikan kepadaku tadi," Allesya mengulurkan tangannya, mengembalikan sisa uang yang sudah ia belanjakan sebagian.

Dengan cepat Henry mendorong tangan Allesya yang terulur. "Sudah ku bilang itu untukmu, jangan kau kembalikan lagi," tolak Henry.

"Tapi Kek aku sudah menerima sebagian uang pemberianmu sesuai yang aku butuhkan jadi sisanya aku kembalikan," gadis itu masih keukeuh dengan pendiriannya.

"Ambillah semua."

"Tidak Kek, terima kasih. Tapi aku tidak bisa menerima semuanya."

Dari sorot matanya, Henry bisa membaca bahwa gadis di depannya itu memang sedang bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Dia sudah bisa memastikan akan ada adegan saling menolak uang sampai hari berganti esok jika tidak ada yang mengalah.

"Baiklah kalau kau memang bersikeras menolak sisa uang ini," Henry akhirnya menyerah.

"Terus kenapa kau membelikan aku syal ini?" sambung si Pria Tua kembali.

"Itu sebagai ucapan terimakasihku karena Kakek sudah membantuku untuk mewujudkan keinginanku dengan uang pemberianmu," Henry langsung bisa menangkap maksud dari perkataan Allesya. Dengan uang itu, Allesya bisa membelikan mantel musim dingin untuk penyandang tunawisma yang memang sedang tampak kedinginan. Itulah keinginan Allesya saat itu.

Henry tiba-tiba terkekeh geli. "Jadi kau menghadiahiku syal dari uang yang ku beri?"

Allesya mengangguk cepat dengan mimik muka yang begitu tampak lugu. "Hehehe, iya Kek karena terus terang aku memang tidak mempunyai uang lebih karena belum gajian," gadis itu tampak tersipu malu.

"Kau sungguh gadis yang manis. Hmm, apa kau mau berteman denganku?" Henry mencoba menawarkan sebuah jalinan yang lebih dekat.

"Tentu saja," Allesya menjawab dengan cepat tanpa ada keraguan sedikitpun.

"Tapi apa kau tidak malu berteman dengan pria tua sepertiku? Aku sudah keriput dan peyot," Henry mencoba memancing kembali respon Allesya.

"Kenapa aku harus malu berteman dengan Kakek tampan."

"Tampan? Aku? Benarkah?" Henry mencoba mengoreksi. Sebenarnya jika benar yang dimaksud tampan itu adalah dia, sungguh dia akan sangat senang dan langsung melambung tinggi membawa eksistensi kenarsisannya ke langit ke 7.

Ternyata dari sini bisa terlihat, bahwa kenarsisan Sean diwarisi dari Kakeknya, Henry.

Lagi-lagi Allesya mengangguk cepat. "Iya, setelah aku perhatikan Kakek masih sangat tampan meski usia sudah di lanjut usia. Aku yakin dulu Kakek seorang idola para wanita," Henry sontak tergelak mendengar ucapan polos Allesya.

"Kau memang benar, aku dulu memang sangat tampan. Bahkan ketampananku menurun ke cucu lelakiku. Aku yakin kau akan langsung jatuh cinta jika berjumpa dengan cucuku," Henry langsung membenarkan meski terkesan narsis.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan meja yang menyeruak ke dalam indera pendengaran Henry sontak menarik paksa ingatannya dari lamunannya. Tepatnya melamun sambil memakan bekal sarapan dari Allesya.

"Kek, kenapa kau malah menghabiskan bekal sarapanku?" tanya Sean dalam mode heran.

"Kenapa kau terlihat tidak ihklas jika aku memakannya. Bukankah kau tidak menginginkannya? Atau jangan-jangan kau menyesal tidak memakannya," Henry mencoba membuat kalimat pancingan. Berharap dia mendapatkan jawaban yang dia harapkan.

"Mana mungkin aku menyesal. Aku hanya tidak ingin Kakek sakit perut karena memakan makanan yang tidak terjamin kebersihannya," kilah Sean yang ternyata memberi jawaban tak sesuai harapan Henry.

"Aku akan ada meeting sebentar lagi," sambung Sean. Sekilas ia melirik ke arah jam yang melingkari pergelangan tangannya. Dia tidak ada niat mengusir Kakeknya, memang benar hari ini dia ada jadwal meeting.

"Dasar cucu kurang ajar, kau berniat mengusirku ternyata," cerca Henry lalu beranjak dari duduknya berniat meninggalkan cucu kesayanganya.

"Kek, berhati-hatilah saat pulang. Jangan lupa makan dan minum obat," langkah Henry yang sudah berada di ambang pintu seketika tertahan lalu merotasikan lehernya ke arah Sean dan melempar senyuman hangat sebagai wujud respon senangnya.

Itulah Sean, meski ia sering kali menggelar perdebatan dengan sang Kakek namun perhatian dan kepeduliannya masih selalu ia torehkan sebagai wujud kasih sayangnya.

Bersambung~~

...Terima kasih sudah berkenan mampir pada tulisan receh Nofi ini. Mohon dukungannya dengan cara meninggalkan jejak like dan comment ya. Kalau ada rejeki lebih bolehlah sumbangkan gift dan vote mingguannya sebagai apresiasi karya Nofi. Dukungan kalian merupakan penyemangat behargaku. I love you😘...

Terpopuler

Comments

💮Aroe🌸

💮Aroe🌸

ceritanya menarik😁 tapi kenapa dengan novel sebelumnya?🤔

2022-05-11

0

Laskar Pelangi

Laskar Pelangi

bucin entar

2021-11-15

1

bang sat

bang sat

ingat Sean penyesalan ada diakhir
jangan sampai menyesal

2021-09-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Author Menyapa
119 Karya Baru
120 Karya Ke 5
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Author Menyapa
119
Karya Baru
120
Karya Ke 5

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!