"Tuan saya benar-benar tidak melakukannya Tuan. Saya berkata jujur, tolong percaya kepada saya," Allesya memohon seraya menangkup kedua tangannya, berharap belas kasihan lebih dari pemilik Bar And Coffee tempat ia bekerja.
"Tapi semua bukti sudah jelas Allesya. Barang pelanggan yang kau curi ditemukan di dalam saku bajumu. Tindakanmu ini sangat merugikan pelanggan dan bisa merusak repotasi Bar And Coffee milik saya," tegas si Owner tempat Allesya bekerja.
"Tapi Tuan, saya memang tidak mencurinya. Barang itu saya temukan tertinggal di atas meja pelanggan dan saya berniat mengembalikannya jika pelanggan tersebut datang kembali. Kalau Tuan tidak percaya, anda bisa memeriksa hasil rekaman CCTV," Allesya masih keukeuh menjelaskan bahwa dia tidak melakukan sesuatu yang dituduhkan kepadanya.
Si Owner menghela napas kasar sebelum akhirnya bersuara. "Usulanmu itu tidak berguna sama sekali karena kamera CCTVnya sedang rusak dan masih akan diperbaiki Allesya. Lagian Farena juga sudah memberikan kesaksian yang memberatkanmu, jadi kau sudah tidak bisa membantahnya lagi. Seharusnya kau berterima kasih karena aku masih berbelas kasih untuk tidak menjebloskanmu di penjara, memingat barang yang kau curi adalah barang mahal. Mulai detik ini kau diberhentikan bekerja di sini.," tegas si Owner.
"Apa?!" Allesya terkejut bukan main. Bukan karena alasan ia dipecat secara tidak hormat melainkan karena mengetahui fakta bahwa Farena yang sudah dia anggap sebagai teman dekatnya telah memberi kesaksian palsu. Bahkan lidahnya terasa kelu untuk melanjutkan pembelaan dirinya yang mungkin akan tetap berakhir sia-sia
"Sepertinya aku dijebak. Aku yakin Farena ada dibalik semua ini. Ya Tuhan... Kenapa dia tega berbuat seperti itu kepadaku?" terka Alleysa di dalam hati. Sebuah terkaan yang sudah diyakini kebenarannya.
Allesya keluar dari ruang Owner dengan perasaan kecewa. Mukanya terlihat sangat kusut. Sebelum keluar dari bangunan ia mendatangi Farena.
"Kenapa kau tega melakukan itu?" tanya Alleysa ke Farena dengan mimik muka menghakimi.
"Apa maksudmu Al? Aku tidak mengerti," jawab Farena seolah memang tidak mengerti apa-apa. Mimik mukanya bahkan terlihat seperti orang tak berdosa.
Allesya berdecak kesal. " Kau telah memberi kesaksian palsu. Aku yakin kau lah yang telah merencanakan semua ini?" tuduh Allesya.
"Aku tidak memberi kesaksian palsu Al, aku memang melihat sendiri bahwa kau telah mencuri barang itu. Kau jangan menuduhku sembarangan," Farena berkilah, mencoba memutar balikkan fakta, menutupi kebohongannya dengan tampang innocent.
Allesya semakin dibuat geram akan sikap Farena yang sudah sangat jelas kalau dia sedang berbohong tapi masih enggan mengakuinya. "Pintar sekali kau bersilat lidah Far. Kenapa kau lakukan itu? Bukankah kita berteman?"
Farena menyeringai. Wajah innocent palsu yang dia buat tenggelam seketika, menampilkan mimik muka tak bersahabat. "Teman katamu? Sayangnya aku tidak pernah menganggapmu teman. Mana ada teman yang berusaha menggoda pacar temannya sendiri."
Allesya mengernyit, berusaha mencerna setiap kalimat yang ucapkan Farena. "Apa maksudmu Far? Aku tidak pernah menggoda pacar temanku. Ow.. Aku tahu, kau pasti cemburu karena pacarmu mendekatiku -kan? Asal kau tahu, aku tidak pernah menggoda pacarmu, aku bahkan tidak pernah mendekatinya. Pacarmu sendiri yang dasarnya kegenitan."
"Tidak usah berkilah, aku lihat sendiri kau selalu tebar pesona kepada para lelaki dengan muka sok cantikmu itu. Menjijikkan," cibir pedas Farena.
"Ya Tuhan.. Apa memang begini resiko punya muka cantik? Ah, apa gunanya mempunyai muka cantik sedang Kak Sean saja sama sekali tidak tertarik kepadaku? gerutu Allesya yang hanya bisa didengar olehnya sendiri.
"Ck! Sekarang aku jadi tahu, bahwa ternyata selama ini kau iri dan cemburu kepadaku karena para pria lebih melihatku daripada melihatmu. Aku kira kau menganggapku teman seperti halnya aku menganggapmu teman baikku, ternyata semua itu palsu. Dan dari sini aku juga semakin yakin, bahwa memang kau lah yang telah menjebak dan memfitnahku agar aku dipecat dari sini," Allesya semakin yakin dengan asumsinya.
"Aku tidak menjebakmu."
"Ayolah Farena, akui saja.. Apa kau tidak sadar? Semakin kau berbohong semakin membuatmu terlihat bodoh," sela Allesya yang mulai jengah.
"Apa katamu? Siapa yang bodoh? Dasar wanita murahan tukang tebar pesona. Gara-gara kau pacarku memutuskanku jalang," maki Farena yang mulai terpancing emosi namun sebisa mungkin ia menahan suaranya agar tidak terlalu memancing keributan.
Allesya tersenyum miris. Bagaimana bisa dia disebut wanita murahan sedangkan pacaran saja belum pernah, begitulah batinnya.
Sejenak ia memejamkan matanya seraya meraup udara dalam-dalam hingga memenuhi rongga paru-parunya lalu menghembuskannya secara perlahan. Sedetik kemudian ia kembali membuka matanya dan melempar tatapan tajam ke Farena.
"Sebenarnya kesalahannya bukan berada padaku Far, tapi kesalahannya ada pada dirimu makanya kau diputuskan pacarmu," ucap Allesya dengan nada suara seolah ia sedang bersimpati. Mimik mukanya juga terlihat sendu.
Farena mengernyitkan dahinya. "Apa yang salah denganku?"
Allesya mendekatkan mukanya pada telinga Farena dan berbisik.
"Itu karena mukamu jelek," ledek Allesya seraya menyungging salah satu sudut bibirnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Farena yang sudah diyakini sedang bersumpah serapah di dalam sana. Namun gadis berlensa hazel itu tak menghiraukannya.
Rasanya dia sudah tidak tahan lagi jika harus berlama-lama berada dekat dengan orang yang dipenuhi rasa iri dan kedengkian hati seperti Farena.
°°°
Di sudut bumi lainnya.
Seorang pemimpin tertinggi di sebuah kerajaan bisnis, Willson Corp, sedang berkutat dengan laptopnya. Jari-jari jenjangnya tampak menari-nari di atas keyboard dengan lincah. Sesekali ia memeriksa berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja kerjanya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu sontak menarik paksa kosentrasinya pada file dokumen yang harus diselesaikan secepatnya tersebut.
"Masuk."
Tidak butuh waktu lama, seorang sekretaris tampak menyembul dari balik daun pintu seraya menimang sebuah map bewarna kuning.
"Permisi Tuan, ini proposal pengajuan kerja sama yang baru saja dikirimkan oleh pihak Allison Corp. Mohon anda memeriksanya terlebih dahulu," lapor Clara.
"Taruh saja disana," titah Sean yang hanya menatap sekilas seonggok daging bernyawa di hadapannya lalu kembali berkutat dengan laptopnya.
Clara langsung meletakkan berkas tersebut di atas meja kerja Sean. Sekilas raut muka kecewa tampak mewarnai muka cantik Clara. Pasalnya, wanita itu sudah terbiasa menerima sikap ramah dan senyuman manis dari pria tampan yang berstatus sebagai Bos tertingginya tersebut, namun kali ini semua itu tidak ada. Padahal dia sudah men-touch-up mukanya sedemikan rupa agar terlihat menarik di depan Bosnya tersebut.
"Kenapa kau masih berdiri disana Clara? Apa masih ada hal lain yang akan kau sampaikan?" Clara terhenyak ketika Sean bertanya dengan mimik muka heran.
"Ah maaf Tuan, kalau begitu saya permisi dulu," ucap Clara sebelum mengundurkan diri.
Sean tampak menggeleng ringan kepalanya menanggapi tingkah aneh sekretarisnya.
Ting!
Ting!
Ting!
Ponsel pintar Sean berdenting, menandakan ada satu pesan yang diterima. Tidak, dari jumlah suara dentingnya, tidak hanya satu pesan melainkan tiga pesan sekaligus yang muncul pada layar ponsel Sean.
Pria tampan berlensa biru itu menggeser layar ponselnya dan langsung membuka pesan.
Gadis gila:
Kakak tampan..., apa bekal sarapan yang aku buat sudah dimakan?
Gadis gila:
Tolong dimakan sampai habis ya, kalau kau kurus aku menangis.
Gadis gila:
I love you calon suami masa depanku❤
Sean menghela napas panjang, membuang kejengahan akan sikap Allesya yang seolah tak pernah lelah mengejarnya. Sedetik kemudian ia melirik ke arah kotak bekal makanan yang teronggok di salah satu sudut meja kerjanya. Kotak bekal makanan yang sama sekali belum terjamah.
"Ini masih pukul sembilan, bukankah masih cocok untuk jam sarapan?" lirih Sean seraya melirik ke arah pergelangan tangannya.
Apakah matahari kini terbit dari ufuk barat? Entahlah. Nyatanya melihat Sean yang mulai tertarik untuk melihat isi bekal sarapan yang selalu dia acuhkan itu adalah hal yang tak biasa.
Untuk pertama kali seumur hidupnya, ia membuka bekal dari gadis yang selama ini mati-matian ia jauhi. Seutas senyuman seketika terbit di bibirnya ketika melihat isi bekal sarapannya tersebut.
"Apa dia berusaha meniru bentuk mukaku dengan semua makanan ini?" Sean mendengus geli ketika melihat bekal makanan yang hampir menyerupai muka pria.
"Apa dia pikir aku ini anak kecil? Allesya.. Allesya... Dasar gadis aneh."
Sean akhirnya mulai menyantap bekal tersebut hingga tak tersisa. Meski ia sempat ingin memuntahkan makanan tersebut karena rasanya sangat jauh dari ekspetasi.
"Rasa makanan ini sungguh buruk, kenapa waktu itu Kakek bisa memakannya dengan sangat lahap?" gerutu Sean di dalam monolognya.
Pria tampan itu lalu meraih ponselnya dan mengambil foto bekal sarapan yang telah tandas tak tersisa. Sejurus kemudian ia mengirim foto tersebut kepada seseorang.
❣
❣
❣
Bersambung~~
...Terima kasih sudah berkenan mampir pada tulisan receh Nofi ini. Mohon dukungannya dengan cara meninggalkan jejak like dan comment ya. Kalau ada rejeki lebih bolehlah sumbangkan gift dan vote mingguannya sebagai apresiasi karya Nofi. Dukungan kalian merupakan penyemangat berhargaku. I love you😘...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
PDKT ye😁😁😁
2022-05-12
0
🌼
Gak enak, tapi makanan dihabiskan 🙄🙄
2021-09-13
2
Siti Fatimah Hikam
sudah milai suka sarapan yg di kasih allesya
2021-09-12
1