JGERRR...!
Suara gemuruh petir terdengar menggelegar. Menggetarkan jiwa-jiwa yang tenggelam dalam ketakutan. Cambuk kilat menghantam dahsyat ruang langit secara membabi buta. Seolah sedang meluapkan segala amarah yang tertimbun rapi di balik awan kelabu.
Wuushhh..!
Kresekkk..! Kresekkk..! Kresekkk..!
Angin badai yang menerpa, menggoyangkan pohon-pohon yang berdiri kokoh. Diikuti derasnya hujaman air hujan yang menerjang bumi.
JGERRR...!
Kilatan cahaya berkali-kali membelah langit, memberi penerangan sesaat pada gelapnya malam dingin dan mencekam.
CEPLAS! CEPLAS! CEPLAS!
"Ampun Ayah...! Aku janji tidak akan nakal! Hiks! Hiks! Ampun Ayah. Aahhhk! Sakit Ayah!" Seorang gadis kecil merintih kesakitan dan memohon ampun agar sang Ayah berhenti mencambuknya.
"Dasar anak nakal tak berguna! Kau sebaiknya mati saja!" entah kemana perginya rasa kemanusian yang seharusnya dimiliki makhluk berhati itu. Ia masih terus menyiksa gadis kecil yang tak berdosa dan tampak tak berdaya. Gadis kecil yang selalu dia jadikan pelampiasaan kemarahannya jika kalah berjudi atau sedang mabuk berat.
"Ibu..! Tolong Bu..! Sakit Bu..! Hiks! Hiks!" si Gadis kecil memanggil-manggil sang Ibu guna meminta pertolongan, berharap ia bisa segera terbebas dari siksaan sang Ayah.
Akan tetapi, sang Ibu hanya terlihat berdiri dengan mimik muka ketakutan di balik daun pintu yang bercela. Menyaksikan si Gadis kecil malang tersebut menjadi bulan-bulanan sang Suami yang sedang kalap.
"Ibu..! Tolong Bu! Hiks!" teriak si Gadis memohon pertolongan, namun wanita yang disebut Ibu tersebut memilih untuk pergi.
"Ayah..! Sakit Ayah! Aku janji tidak akan nakal..!" si Gadis terus memohon dan memohon seraya menangkupkan kedua tangan, berharap belas kasihan dari sang Ayah.
Sepertinya setan telah menguasahi telak hatinya yang gelap. Semakin si Gadis merintih kesakitan, semakin menggencarkan siksaanya seraya tertawa puas, seolah suara rintihan si Gadis itu adalah sebuah alunan simponi yang begitu merdu di telinga.
Suara gemuruh petir dan hembusan angin badai menjadi satu dalam deru derasnya hujan. Membuat suasana malam penyiksaan itu semakin mencekam, kelam, dan suram.
"Ayah! Jangan Ayah! Aku aku takut!" rengek si Gadis yang kian ketakutan ketika sang Ayah mendekat seraya menghembuskan asap kematian ke muka polosnya.
"Ku pastikan kau tidak akan pernah melupakanku anak nakal," bisik sang Ayah lalu mulai mengangkat puntung rokok yang sudah terbakar ujungnya hendak menonyoskan ke punggung si Gadis malang tersebut.
Gadis malang itu menggeleng cepat di sela isakan tangisannya. "Hiks! Hiks! Aku tidak akan nakal lagi Ayah," ia terus mengulang kata-katanya agar si Ayah mendengarnya. Namun usahanya terlihat sangat sia-sia hingga akhirnya sebuah sensasi panas akibat kulit yang terbakar kembali menyiksanya.
Cesss...!
"TIDAKKK....!"
"Allesya sayang... Kau mengalami mimpi buruk lagi?" tanya seorang wanita berusia senja, Fanne.
Mendengar Allesya menjerit ia langsung terbangun dan bergegas mendatangi cucunya tersebut dengan membawa lampu senter di tangannya karena sedang mati lampu.
"Nenek..!" pekik Allesya langsung memeluk sang Nenek.
"Iya sayang, Nenek di sini, jangan khawatir," Fanne mengusap lembut kepala Allesya, mencoba menenangkan.
"Nek kenapa gelap sekali? Aku sangat takut dengan ruangan gelap," Kesah Allesya dengan tubuh yang masih bergetar.
"Mungkin sedang mati lampu sayang, kau tenang saja dan jangan takut. Nenek akan menemanimu tidur hingga lampunya menyala lagi," tutur lembut Fanne.
"Sekarang kembalilah tidur ya," sambung Fanne kembali yang langsung mendapat anggukan kepala Allesya sebagai jawaban.
"Nek, tadi Allesya kembali memimpikan hal yang sama," ucap Allesya yang sudah tenggelam di dalam selimut tebalnya seraya memeluk tubuh Fanne.
"Tidak apa-apa sayang, apa yang kau mimpikan tadi tidak akan terulang kembali. Jadi kau tenang saja ya," Fanne sangat tahu tentang mimpi apa yang sering dialami Allesya, cucunya.
Sebenarnya itu bukan hanya sekedar mimpi, melainkan pengalaman pahit yang dialami Allesya di waktu kecil secara nyata dan memori-memori ingatan itu sering kali menghantuinya kembali lewat mimpi.
Allesya memang sangat takut berada di ruangan gelap apalagi sendirian. Hal itu disebabkan karena adanya serangan traumatik pada jiwanya. Dulu, Allesya kecil pernah dikurung di ruangan gelap selama 3 hari oleh Ayahnya.
"Nek, Kenapa Ayah sangat membenciku? Bahkan ketika sudah meninggal sekalipun ia masih terus menyiksaku lewat mimpiku," suara Allesya bergetar karena menahan tangis.
Ada perasaan lain yang datang ketika Allesya mengatakan bahwa Ayahnya sudah meninggal. Sejujurnya, Fanne masih meragukan kematian suami dari putrinya tersebut. Waktu itu, dia bahkan tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri jasad menantunya.
"Dia tidak membencimu sayang, mungkin dia sedang khilaf saja."
"Tapi kenapa Ayah hanya bersikap kasar kepadaku? Dia bahkan terlihat menyayangi Kakak," Allesya seolah membantah bahwa kekejaman Ayahnya dulu hanya sekedar kekhilafan semata.
"Dan Ibu pasti juga sangat membenciku. Dia pergi hanya membawa Kakak dan meninggalkanku sendirian di rumah saat itu," tambah Allesya terdengar sedih namun tidak ada setitikpun bersitan kebencian di hatinya. Bahkan hingga saat ini dia sangat merindukan Ibunya.
"Nek, sebenarnya apa alasannya sehingga kedua orangtuaku tidak menginginkanku? Mereka hanya menyayangi Kakak," imbuh Allesya yang sepertinya mulai terbawa suasana.
DEG!
"Nenek mana mungkin memberi tahumu alasan yang sebenarnya sayang," batin Fanne.
"Allesya sayang, tidak apa-apa kalau mereka tidak menginginkanmu. Masih ada Nenek disini yang akan selalu menyayangimu sepenuh hati. Apakah itu belum cukup?"
Allesya menggeleng cepat." Tidak Nek. Kehadiran Nenek di dalam hidupku adalah kebahgiaanku. Kasih sayang Nenek selalu berlimpah ruah untukku," Allesya semakin mengeratkan pelukannya. Kesedihannya seakaan terlebur begitu saja di kala Fanne mengecup ujung kepalanya.
"Gadis pintar. Tetaplah menjadi Allesya yang kuat dan periang. Nenek bangga kepadamu sayang. Apa lagi ketika Nenek melihatmu menghajar para preman yang meresahkan masyarakat waktu itu. Sungguh gadis kecil yang mengagumkan. Tidak rugi Nenek memberimu banyak makanan yang bergizi," Fanne terkikik yang dibarengi senyuman bahagia Allesya.
"Ya sudah, sekarang cepat kembali tidur. Bukankah besok kau akan bekerja," tutur Fanne yang langsung mendapat anggukan patuh Allesya.
°°°
Sang Surya mulai merangkak menuju singgasana kebesarannya. Menebarkan cahaya emas berkilau yang menghangatkan setiap kalbu.
Gadis cantik berlensa hazel tampak sedang memantaskan diri di depan kaca panjang yang berdiri di salah satu sudut ruang kamarnya.
"Apa benar dadaku ini sangat rata?" monolog Allesya seraya menangkup kedua dadanya. Ia tiba-tiba kembali teringat akan ledekan Sean kemarin.
Sekilas gadis itu tampak sedang berpikir hingga akhirnya senyuman manis terbit di mukanya karena sebuah ide muncul di otaknya.
Allesya mengambil beberapa pasang kaos kaki lalu menjejalnya ke dalam cangkang BH yang membungkus gunung kembarnya.
Senyuman Allesya mengembang sempurna ketika melihat ukuran dadanya terlihat lebih besar dan bulat.
Sedetik kemudian, muka berserinya perlahan memudar dan membentuk muka datar, sedatar lembaran triplek.
"Ck! aku seperti sedang menyimpan dua buah melon di dadaku. Isshh! Ini sangat memalukan. Sebaiknya jangan," Allesya menarik kembali kain kaos kaki dari cangkang BHnya. Membuangnya ke sembarang arah kemudian lanjut keluar kamar dengan menenteng tas kecil di pundaknya.
"Allesya sayang, kau harus sarapan dulu," tutur Fanne.
"Iya Nek," jawab Allesya patuh.
Setelah selesai mengisi ruang perutnya yang kosong dengan makanan, gadis itu membawa semua piring kotor menuju wastafel cuci piring.
"Nek, aku berangkat kerja dulu ya," pamit Allesya setelah mencium pipi Fanne.
Tidak lupa dia membawa kotak bekal sarapan yang telah ia siapkan sendiri sebelum mandi.
"Hati-hati ya sayang," nasehat Fanne kepada Allesya.
"Tentu saja Nek, bye..," Allesya gegas keluar rumah membawa jiwa semangat dan selalu energik. Mengingat, ini hari pertama baginya bekerja di kediaman keluarga Willson yang berarti kuantitas bertemu dengan si Pangeran berkuda putihnya akan lebih banyak.
"Kakak..," lirih Allesya ketika melihat keberadaan seorang pria yang tengah berjalan memasuki pelataran rumah kecilnya.
Bersambung~~
...Ayo biasakan tinggalkan jejak like dan comment pada setiap bab setelah membacanya ya para readers. Biar ini cerita nggak sepi kayak kuburan🤣 Sumbangkan vote dan gift juga kalau berkenan🤭...
...Intinya, dukungan para Readers adalah penyemangat berharga bagiku untuk terus menulis🥰...
...Terima kasih.. Lop Lop you superrr...
...💜💙💚💛🧡❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
miris masalalu Allesya
2022-05-23
0
Nuryanti
yaaahhh ... gimana dong. jadi makin ribet aja
2021-11-22
0
Dee
Assalamualaikum kak.
Aku udah baca dan semangat terus ya...
Jangan lupa baca karyaku juga.
-PEREMPUAN DAN LANGIT.
-LUCA
Makasih..
2021-10-08
0