Di salah satu sudut ruangan keluarga, terlihat dua orang pria berbeda generasi sedang larut dalam percakapan.
"Kek, bukankah kita sudah memperkerjakan seseorang untuk merawat Mama? Untuk apa lagi Kakek memperkerjakan gadis itu juga?"
Sean terlihat kurang setuju ketika mengetahui sang Kakek meminta Allesya untuk bekerja merawat Sarah. Baginya, keberadaan Allesya yang selalu ia anggap sebagai gadis kecil di bawah umur itu sudah sering membuatnya frustasi selama ini.
Allesya tak lebih dari seorang peneror di mata Sean. Hampir semua tentang Sean bisa diketahuinya. Dari segala kegiatannya, kesukaan, kebiasaan dan bahkan dengan siapa ia sedang berkencan.
Belum lagi kiriman rutin pesan spam di setiap pagi, siang, sore, malam, hingga menjelang pagi kembali.
Ada usaha untuk mengganti nomor telepon, namun berakhir sia-sia. Nyatanya, kurang dari 24 jam, Allesya bisa dengan mudah mengetahui nomor telepon barunya.
Sungguh makhluk dua dunia yang penuh akan kejutan. Begitulah yang sering terlintas di otak Sean.
Gadis itu bahkan sering menghancurkan acara kencan dan mempermalukan Sean di depan para kekasihnya yang sekarang tentunya sudah menjadi mantan.
Dan sekarang apa lagi? Jika Allesya bekerja di rumahnya bukankah itu berarti mereka akan sering bertemu? Dan tentunya ada kemungkinan besar Allesya akan semakin menjadi.
Henry mencubit cangkir dan menyesap beberapa tetes teh chamomile yang masih mengepulkan asap panas sebelum akhirnya dia bersuara. "Sean cucuku, apa kau meragukan keputusanku?"
"Iya kali ini aku meragukan keputusanmu," sahut Sean mantap.
"Apa karena orang itu Allesya?"
"Apa perlu aku menjawabnya? Kakek bahkan sudah tahu jawabannya."
"Kenapa kau sangat membencinya Sean, dia gadis yang baik."
"Kek, aku tidak pernah membencinya, aku hanya merasa kurang nyaman jika di dekati gadis di bawah umur. Apa dia tidak punya harga diri? Aku bahkan sudah berkali-kali menolaknya tapi dia masih terus mengejarku. Kalau aku jadi dia, pasti sudah menenggelamkan diriku di dasar lautan karena tidak kuat menanggung malu."
"Sean jangan berkata seperti itu, kau bisa kemakan dengan perkataanmu sendiri," Henry tampak tidak suka dan mencoba mengingatkan cucu lelakinya.
"Itu tidak mungkin Kek, aku tidak mungkin menggilai gadis di bawah umur," kelit Sean dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi.
"Tidak selamanya dia akan hidup sebagai gadis di bawah umur. Kelak dia juga akan menjadi wanita dewasa. Dan lagi, dia bukannya tidak memiliki harga diri, tapi dia hanya seorang gadis yang gigih memperjuangkan cintanya. Malah justru para kekasihmu itu yang tidak punya harga diri. Demi bisa mendekatimu mereka rela membuka kakinya lebar-lebar di depanmu..., hah..! Cucuku yang tampan ini memang terlewat pintar," tandas Henry diselingi sindiran pedas.
"Tapi aku tidak pernah meniduri mereka Kek, aku sudah berhenti semenjak..,"
"Semenjak kau mencintai istri sahabatmu, dan untuk melupakan perasaan cinta terlarangmu itu, kau berkencan dengan semua wanita yang berada di setiap sudut negeri ini," sela Henry yang sudah sangat tahu akan seluk beluk kisah cinta cucunya yang kandas sebelum sempat memiliki.
Sungguh miris.
"Setidaknya usahaku itu lebih baik daripada aku harus menjadi perebut istri orang," bela Sean seraya membuang muka ke sembarang arah.
"Dengan cara memacari setiap wanita tanpa melakukan penyaringan terlebih dahulu begitu maksudmu? Coba sekali saja kau lihat Allesya, dia gadis yang baik."
"Ujung-ujungnya kau pasti menyangkut pautkan dengan gadis itu. Jangan-jangan ini juga salah satu tujuan Kakek untuk mendekatkanku dengan gadis peneror itu? Dengan cara mempekerjakannya di sini," cebik Sean.
Henry tampak mengulum senyumnya. Pasalnya dia memang sedikit membenarkan tuduhan Sean.
"Iya tentu saja itu salah satu tujuanku," aku Henry terang-terangan.
"Sudah ku duga."
"Tapi aku juga mempunyai tujuan lain. Ikut Kakek sekarang," titah Henry yang melenggang terlebih dahulu. Tentunya diikuti Sean meski tampak terpaksa.
Henry membawa Sean menuju taman belakang mansion yang berdampingan dengan kolam ikan koi.
"Coba kau lihat mereka di sana. Kakek yakin setelah melihatnya, kau pun bakal memiliki penialian yang sama denganku," tutur Henry tanpa melihat ke arah Sean yang berada di sebelahnya. Pandangannya terlempar lurus pada objek pemandangan menyenangkan di depannya.
Sean terkesima ketika menyaksikan sajian pemandangan yang sudah lama tidak dia lihat. Rasa hangat menjalar lembut di hatinya di kala utasan demi utasan senyuman terbit di sepasang bibir Sarah, sang Mama.
"Mama..," lirih Sean tak percaya.
"Allesya memang gadis ajaib, bahkan sesuatu yang belum mampu kita lakukan, bisa ia lakukan dengan sangat mudah. Senyuman putriku, sudah lama aku sangat merindukannya," ucap Henry dengan perasaan haru.
"Jadi apa kau sekarang masih meragukan keputusanku?" sambung Henry.
Sean menggeleng cepat. "Tidak Kek, aku sudah tidak meragukan keputusanmu," akhirnya Sean mengakui.
"Tapi Kek, apakah dia juga akan tinggal di mansion seperti pekerja lainnya?" sambung Sean bertanya.
"Sayangnya dia tidak bisa tinggal di mansion karena dia tidak mungkin membiarkan Neneknya tinggal seorang sendiri di rumahnya, jadi dia akan mulai bekerja di pagi hari dan pulang di waktu sore. Emang kenapa? Apa kau kecewa karena dia tidak bisa tinggal bersama kita?"
"Justru itu lebih baik."
"Aku bisa gila jika aku sampai tinggal satu atap dengannya. Baru beberapa jam dia di sini sudah membuatku terpaksa bermain solo karena tindakan cerobohnya, apalagi sampai menginap semalaman. Tidak, aku tidak ingin hal itu terulang kembali," gerutu Sean di dalam hati.
"Dan tentang keinginanku agar kau dan Allesya bisa lebih dekat, tenang saja karena aku tidak akan memaksamu atau bahkan bermain adegan perjodohan paksa seperti yang diceritakan di novel-novel. Hanya saja, cobalah kau pikir kembali ucapan Kakekmu ini. Allesya adalah berlian di antara tumpukan kerikil," Henry kembali menasehati seolah tak ada kata bosan di kamus hidupnya meski dia sangat tahu Sean tidak semudah itu menerima Allesya.
"Maaf Kek, bahkan untuk memikirkannyapun aku tidak mau. Baiklah, aku akan pergi sekarang."
"Kau mau pergi kemana? Ada baiknya kau antar Allesya pulang," tutur Henry ketika Sean berniat meninggalkan tempat.
"Dia bisa pulang sendiri, Kek."
"Apakah sangat sulit untuk menyenangkan Kakekmu yang sudah renta ini?" Henry memasang muka sedih.
"Hah! Baiklah!" akhirnya Sean pasrah dan menuruti kemauan sang Kakek.
Sean tidak akan pernah bisa menolak permintaan sang Kakek jika sudah memasang muka bersedih.
°°°
"Apa kau lupa caranya turun dari mobil?" sindir Sean dengan tatapan jengah.
Mobil yang dia tumpangi sudah berhenti di depan pelataran rumah Allesya semenjak beberapa menit yang lalu. Akan tetapi, Allesya seolah enggan segera turun dari mobil.
Allesya menggeleng sambil menyematkan senyuman tipis. "Apa Kak Sean tidak ingin mampir ke gubukku?" tawar Allesya penuh harap.
"Tidak terima kasih," tolak Sean.
"Hemm, Ayolah Kak. Tenang saja, aku tidak bertindak aneh-aneh. Aku hanya ingin mengenalkanmu dengan Nenekku," rayu Allesya seraya menggelayut manja di lengan kekar Sean.
Sean menggiring mukanya ke bawah karena merasakan sesuatu benda kenyal menghimpit lengannya. Tautan matanya seolah tak ingin berpaling dari pemandangan di balik dua kancing kemeja yang terbuka tanpa disadari Allesya.
Allesya yang curiga akan gelagat aneh Sean mencoba menyusuri arah tujuan pandangannya dan seketika membuat tubuhnya terlonjak karena mengetahui bahwa buah dadanya menjadi objek bidikan lensa biru Sean saat ini. Dengan cepat ia membuat sebuah benteng dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Kak Sean! Apa yang baru saja kau lihat?" tanya Allesya setengah memekik.
"Sudah tentu kau tahu apa yang baru saja aku lihat. Kenapa pakai tanya segala?" balas Sean santai dengan tatapan yang masih sempat melirik ke arah gunung kembar yang masih terbungkus kain tersebut.
"Kak..! Kau harus menjaga pandanganmu!" pekik Allesya kembali dan berusaha menutup mata Sean dengan kedua tangannya.
GREP!
Merasa risih, pria tampan berlensa biru itu menjauhkan tangan Allesya dari mukanya dengan mencengkram kedua pergelangan tangannya sehingga membuat bentuk belahan dada Allesya semakin terlihat jelas.
"Sepertinya kau akan mendapat masalah setelah menikah?" ucap Sean.
"Masalah apa?" Allesya mengernyitkan dahinya karena penasaran.
"Bagaimana kau bisa menyusui anakmu kelak dengan dada ratamu itu?" ledek Sean.
"Kak Sean...!"
*❣
❣
❣*
Bersambung~~
...Ayo biasakan tinggalkan jejak like dan comment pada setiap bab setelah membacanya ya para readers. Biar ini cerita nggak sepi kayak kuburan🤣 Sumbangkan vote dan gift juga kalau berkenan. Nofi nggak maksa kok🤭...
...Intinya, dukungan para Readers adalah penyemangat berharga bagiku untuk terus menulis🥰...
...Terima kasih.. Lop Lop you superrr...
...💜💙💚💛🧡❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
hanya senyuman ibu yang bisa merubah keputusan sean yg bulat😇, tapi tentang komentar soal dadarata... minta di tendang bokon nya😤
2022-05-23
0
ℓ ι ƒ ι α 💕
tadi aja bilang mount Everest koq 🤣🤣
2021-12-10
0
Wijaya Wijaya
rata malah bisa bikin bermain solo 🤣🤦
2021-11-30
1