Setelah mengantar Allesya, Sean tidak berniat langsung pulang karena beberapa menit yang lalu, Jeffrey menghubungi dan memintanya bertemu di tempat mangkal yang biasa digunakan ke empat squad, yaitu di Bar And Restaurant milik Alvin.
Tidak sampai menyita waktu 20 menit, akhirnya mobil Sean sudah sampai di pelataran bangunan yang dituju.
Di dalam bangunan ternyata Jeffrey, Sammy, dan Alvin sudah terlihat berkumpul.
Dreettt!
Sean menarik bangku meja kosong dan langsung mendaratkan tubuhnya. "Apa kalian sudah lama datangnya?" tanya Sean kemudian ia melambaikan tangannya kepada salah satu waitress untuk memesan segelas cocktail.
"Kami juga baru datang. Jadi kau tidak perlu merasa tak enak hati," sahut Sammy lalu kembali menyeruput coffee ice yang tampak tinggal setetes tersebut.
Sroot..! Sroot..! Sroot..!
"Kau itu sangat berisik!" cerca Alvin merasa risih dengan suara yang dihasilkan Sammy.
"Ada apa kau memintaku untuk datang Jeff? Biasanya kau yang paling susah diajak nongkrong setelah menikah," tanya Sean heran.
"Kenapa kau masih menanyakan hal itu ke dia Sean, jelas-jelas kita sudah sangat hafal dengan situasi ini," sela Alvin menyungging salah satu ujung bibirnya seraya memasang mimik muka mengejek.
Sean mengangkat kedua alisnya seolah sedang mencari kebenaran dari apa yang dia terka di dalam otaknya. "Jangan bilang kau diusir Jenny lagi dari rumah Jeff?"
Sepertinya terkaan Sean sama sekali tidak meleset dengan ditandai gelak tawa Sammy dan Alvin yang tiba-tiba pecah.
"Kau sungguh memalukan Jeff. Kemana perginya manusia kutub congkak dan jutek yang aku kenal? Setelah menikah kau mendadak menjadi suami takut istri," ledek Sammy di sela tawanya yang renyah. Tangannya juga tampak berkali-kali memukul bahu Jeffrey yang sudah tampak kesal.
"Tanpa sadar kau telah menjilat kembali air liur yang sudah kau sembur. Apa kau ingat dulu kau bersumpah-sumpah bahwa tidak akan tertarik kepada Jenny? Nyatanya, kau sekarang sudah terserang penyakit bucin stadium akhir," Ledek Alvin tidak mau kalah dengan Sammy.
Sementara Sean yang juga ikut tergelak tiba-tiba merasa tercubit. Ucapan Alvin barusan hampir sama dengan ucapan sang Kakek sebelum ia mengantar Allesya pulang.
Apakah ucapan spontan Alvin merupakan sebuah sinyal dari Tuhan? Atau hanya sebuah kebetulan semata. Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab.
Hanya saja, kita sebagai manusia harus selalu mengingatkan diri bahwa pentingnya untuk selalu menjaga lidah dalam bertutur kata karena semua itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya di masa depan.
"Ah, hal itu tidak mungkin terjadi." bantah Sean di dalam hati.
Pletak!
Pletak!
"Apa kalian sudah bosan melihat matahari?!" hardik Jeff setelah melayangkan sebuah jitakan ke kepala Sammy dan Alvin.
"Aw!" pekik Sammy dan Alvin bersamaan. Gelak tawa mereka seketika menguap pada detik itu juga, berganti ringisan menahan sakit.
"Kenapa jurus jitakanmu semakin hari semakin kuat?!" sungut Alvin seraya mengusap bekas jitakan di kepalanya
"Lagi-lagi kepalaku kau jadikan sasaran. Sean apa kau tidak ingin membalaskan dendamku kepada si Beruang Kutub itu?" protes Sammy mencari pembelaan kepada Sean. Pasalnya, di antara anggota geng Squad hanya Sean yang berani melawan Jeffrey.
"Ada imbalannya," sahut Sean seraya memainkan cocktail garnish yang menghiasi gelas berkaki di tangannya.
"Apapun imbalannya akan aku berikan, asalkan kau mau menjitak kembali si Jeffrey," ucap Sammy tanpa berpikir panjang. Mukanya tampak cemberut seraya melirik tajam ke arah Jeffrey.
"Oke, berikan 50 persen saham yang kau tanam di Allison Corp kepadaku dan aku tidak akan ragu menghajar bocah sialan ini," tawar Sean dengan sangat enteng, seenteng bulu anak ayam yang baru menetas.
Jeffrey dan Alvin tampak menyeringai ketika Sean meminta imbalan yang tentu bisa membuat Sammy mendadak jadi gelandangan.
"Bajingan kau Sean, apa kau ingin melihatku menjadi gelandangan?! Kau itu lebih kaya dari pada aku tapi masih tega memerasku," maki Sammy lalu kembali menyeruput coffee ice miliknya yang ternyata sudah tandas tak tersisa.
"Hah? Vin, apa kau mencuri minumanku? Kenapa cepat sekali habis?" tuduh Sammy ke Alvin seenak jidatnya. Sesekali ia memeriksa gelasnya yang sudah kosong, mungkin saja gelasnya yang bocor. Pikir Sammy.
"Ck! Apa kau sedang bermimpi? Jelas-jelas kau yang meminumnya dengan sangat rakus," sarkas Alvin merasa jengkel.
"Bodoh!" umpat Sean setelah melihat tingkah konyol Sammy.
Sedangkan Jeffrey tampak menggelengkan kepalanya lalu meneguk habis cairan bewarna keemasan dari gelas kristalnya.
"Sean bagaimana keadaan ibumu sekarang, tempo hari kau terlihat sangat cemas waktu itu?" tanya Jeffrey yang entah mengapa justru membuat Sean mengulang kembali ingatan ketika Allesya berhasil membuat sang Mama tersenyum.
"Tidak ada masalah serius, sekarang dia sudah sangat baik," jawab Sean seperlunya.
"Sean bukannya waktu itu kau sempat ingin bercerita tentang ibu tirimu yang sempat mengganggu pikiranmu?" sela Sammy yang ternyata masih menyimpan rasa ingin tahu.
"Lupakan hal itu kar..," Sean kontan menggantung ucapannya ketika ketiga sahabatnya menghunus tatapan menuntut kepadanya dengan sangat kompak.
"Hah! Oke oke, aku akan bercerita," akhirnya Sean menyerah dan mulai bercerita.
"Beberapa hari yang lalu aku melihat Inggrid bertemu dengan seorang pria. Dari gelagatnya mereka sepertinya bertemu secara diam-diam dan tidak ingin orang lain melihatnya," Sean menerawang dan mulai mengumpulkan kepingan-kepingan ingatan waktu itu.
Di salah satu sudut kota London, tepatnya di sebuah kawasan tidak jauh dari pinggiran sungai Thames.
"Apa kau sudah gila? Berani-beraninya kau menemuiku?!" geram Inggrid setengah tertahan. Sepasang matanya tampak beberapa kali menyelidik lingkungan sekitar seolah tidak ingin orang yang dia kenal melihat pertemuannya dengan Reymond, mantan suaminya.
"Aku hanya ingin bertemu dengan istriku. Kau sungguh kejam Inggrid, selama aku mendekam di balik jeruji besi jahanam itu, tak sekalipun kau menjengukku," ucap Reymond dengan mimik muka sedih penuh kepalsuan.
"Aku bukan lagi istrimu Reymond!" bantah Inggrid dengan sorotan mata tajam namun tersirat akan kecemasan di dalamnya.
Reymond menyeringai sinis melenyapkan muka sedih kepalsuannya. Tangannya terulur dan membelai muka Inggrid. "Ingat! Kita belum bercerai, jadi kau masih istriku Inggrid sayang."
Inggrid menepis kasar tangan Reymond dari mukanya. "Katakan apa maumu?" tanya Inggrid to the point.
Reymond kembali menyeringai. "Uang. Beri aku uang. Aku yakin suami barumu tidak akan jatuh miskin jika kau memberiku 50.000 pound."
"Apa?! Kau benar-benar gila Reymond! Kau mencoba memerasku. Kenapa kau tidak membusuk saja di penjara?! hardik Inggrid yang kian berselimut amarah.
Reymond membetulkan tubuhnya dalam posisi tegak. Dia masukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kemudian menghela napas panjang. "Jangan salahkan aku jika Erick membuangmu karena mengetahui bahwa kau telah menipunya. Aku tahu bahwa kau mengarang cerita bahwa suamimu sudah mati," ancam Reymond yang sukses membuat Inggrid tercekat karena panik.
Tanpa berpikir panjang, Inggrid mengambil lembaran cek dari dalam tas mahalnya lalu menulis jumlah nominal sesuai permintaan Reymond.
Reymond tertawa puas ketika selembar cek sudah berada di dalam genggaman tangannya.
"Bagaimana kabar putra kita, Arthur? Aku sangat merindukannya."
"Akan aku pastikan bahwa dia akan menjadi pewaris tunggal HSN. Corp milik Erick. Sebaiknya kau jangan temui dia, karena dia mengira Ayahnya telah mati," pinta Inggrid penuh penekanan.
Alih-alih merasa sedih atau kecewa, Reymond justru tergelak. "Ternyata takdir hidupku begitu miris. Aku harus berpura-pura mati padahal aku masih bernyawa. Tuhan sepertinya sangat ingin melihatku menjadi anjing pecundang. Sial!"
Seolah tak ada sedikitpun rasa iba, Inggrid malah tersenyum sinis. "Tidak ada gunanya kau hidup, sebaiknya kau mati saja."
"Dan ku pastikan, aku akan mati bersamamu, sayang."
"Ngomong-ngomong di mana tinggalnya putri kesayangan kita? Aku sudah lama tidak bermain-main dengannya," ucap Reymond dengan mimik muka penuh makna.
"Gadis itu tinggal bersama Ibuku. Ingat! Aku katakan sekali lagi. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Tutup mulut busukmu itu. Karena Erick hanya tahu bahwa aku hanya memiliki Arthur." Inggrid memberi peringatan keras hingga akhirnya melenggang pergi dari hadapan Reymond dengan langkah tergesa-gesa karena tidak ingin orang lain melihatnya.
"Begitulah ceritanya, apa kalian sudah puas?" ucap Sean mengakhiri ceritanya.
"Sebaiknya kau lebih berhati-hati Sean, dia berniat menjadikan saudara tirimu sebagai pewaris tunggal perusahaan Ayahmu. Akan ada kemungkinan dia menyiapkan rencana jahat untuk menyingkirkanmu karena sebenarnya kau lah pewaris tunggal dari semua aset kekayaan milik Ayahmu," Jeffrey mengeluarkan asumsinya.
"Yang dikatakan Jeffrey benar Sean. Ingat, jika kau mengalami masalah segera hubungi kita. Kita akan selalu ada untukmu," ucap Sammy yang langsung diikuti anggukan Jeffrey dan Alvin, sebagai tanda mereka memiliki pemikiran yang sama.
Sean tersenyum simpul. "Terima kasih kawan,"
"Ngomong-ngomong, siapa putri yang di maksud ibu tirimu itu? Apa kau mengetahuinya Sean?" tanya Alvin yang masih penasaran.
Sean menggeleng pelan. "Aku tidak tahu siapa putri yang di maksud. Tapi firasatku mengatakan bahwa putrinya itu berada di satu kota dengan kita," Sean berasumsi.
*❣
❣
❣*
Bersambung~~
...Ayo biasakan tinggalkan jejak like dan co****m*******ment*** pada setiap bab setelah membacanya ya para readers. Biar ini cerita nggak sepi kayak kuburan🤣 Sumbangkan vote dan gift juga kalau berkenan🤭...
...Intinya, dukungan para Readers adalah penyemangat berharga bagiku untuk terus menulis🥰...
...Terima kasih.. Lop Lop you superrr...
...💜💙💚💛🧡❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Mayang
alesya jgn2...
2022-10-09
1
Bundae icha
putrimu tinggal bersama ibuku
apa mungkin itu alesya yang tinggal dengan nenek nya
autor mah gitu
2022-10-07
2
Arin
jngn bilng klo putriny itu alesya,tpi kok spertny iya ya...ach si author tega bngt klo iya😔
2022-09-06
0