Di salah satu sudut kota London, tepatnya pada sebuah bangunan tempat pelatihan kelas Judo junior tingkat Sekolah Menengah Atas.
Srett! Bruak!
"Aarrgg...!"
Srett! Bruak!
Bruak!
"Aarrgg.. Auuuw..! Aduh duh!"
Suara hantaman tubuh hasil dari teknik bantingan judo terdengar mewarnai atmosfer kelas yang terasa menegangkan. Tidak jarang suara meraung menyeruak ketika beberapa murid judoka pria merasakan sakit ketika tubuhnya dibanting, dilempar, dipukul, ditendang yang dikuti teknik kuncian yang memberikan sensasi ngilu pada bagian persendian anggota tubuh yang dipelintir.
"Ayo siapa lagi yang ingin maju?" tantang Allesya kepada murid-muridnya dengan ekspresi tenang dan santai namun masih memancarkan aura pesonanya secara alami tidak dibuat-buat karena memang sejatinya dia memang sudah cantik semenjak masih berbentuk embrio.
Ia bahkan sama sekali tidak terlihat ngos-ngosan meski sudah membanting tubuh murid-muridnya secara brutal seperti seorang kuli membanting karung beras. Energinya seperti tidak ada habis-habisnya. Tidak rugi kalau dia selalu makan dengan porsi tak biasa.
Iya, menjadi salah satu pelatih di sebuah kelas bimbingan judo adalah pekerjaan sampingan yang dia ambil untuk mengisi hari libur kerjanya di Coffe Shop.
Nasib Allesya memang tak seberuntung para gadis remaja seusianya yang di mana masih bisa menikmati kesenangan dalam menuntut ilmu di bangku kuliah. Setelah lulus sekolah SMA 6 bulan yang lalu, dia memilih bekerja di sela perjuangannya maraih cinta pangeran berkuda putihnya, Sean.
"Sensei, kau sudah menghajar kami semua. Tidak ada dari kami yang terlewatkan," ucap salah satu murid terkahir yang menjadi lawan tarungnya.
Murid pria yang usianya hanya terpaut 2 tahun lebih muda dari Allesya itu masih terlihat meringis seraya mengusap pinggangnya yang sakit.
"Sensei, apa kau tidak bisa membanting sedikit lembut?" protes salah satu murid lainnya.
"Sensei begitu ganas dan agresif saat bertarung. Gayamu itu sangat tidak cocok dengan wajahmu yang cantik," murid lain ikut menyela namun sedetik kemudian mulutnya membungkam rapat ketika mendapati tatapan tajam sang Pelatih.
Allesya berdecak pinggang seraya menyapu pandangannya ke seluruh penghuni kelas. Lensa hazelnya seolah membidik satu persatu anak didiknya yang bermayoritas lelaki.
Dan untuk persekian detik kemudian mimik muka serius yang selalu terselip di dalam latihan pertarungan menguap tergantikan seutas senyuman manis semanis madu yang membuat hati para anak didiknya seketika meleleh seperti coklat batangan yang terdampar di tengah-tengah gurun pasir di siang hari.
"Maaf ya jika aku terlalu keras melatih kalian, tapi semua itu aku lakukan agar kalian lebih semangat dan bisa memenangkan olimpiade judo tahun depan. Apa kalian kecewa kepadaku?" tiba-tiba Allesya memasang muka sedih yang sukses mengundang rasa iba para anak didiknya.
Kemana seutas senyuman manis semanis madu tadi? Entahlah.
Dasar Allesya, pintar sekali dia bermain mimik muka.
"Tidak Sensei, kami tidak kecewa kok. Kami malah senang dilatih Sensei," hibur salah satu murid yang diikuti sebuah anggukan antusias oleh murid lainnya sebagai tanda menyetujui perkataan temannya.
"Iya, Sensei. Kau jangan sedih begitu. Maaf ya jika kami sempat protes dan mengeluh tadi?"
"Kami akan lebih semangat berlatih Sensei. Kau boleh membanting tubuh kami sesuka hatimu, asalkan kau bahagia kamipun juga akan bahagia," ceplos salah satu murid berkepala botak seperti lampu bohlam taman yang menyala di malam hari. Terang dan menyilaukan.
Tanpa si Botak sadari hunusan tatapan tajam dari semua murid-murid lainnya telah tertuju kepadanya. Pasalnya rasa sakit pada tubuh mereka akibat bantingan maut sang Guru saja belum sepenuhnya menghilang. Bisa-bisanya si Botak berkata seperti itu.
"Benarkah?" jawab Allesya yang langsung sumringah.
"Iya Sensei tentu saja," murid berkepala botak itu mengangguk antusias, melanjutkan kebodohannya.
Sedangkan murid-murid lainnya sudah diyakini mereka sedang bersumpah serapah di dalam hati. Bersiap ingin mengeroyok si Botak.
Allesya melirik ke arah jam dinding yang bertengger di dinding, tampak menimang sesuatu. "Hmmm, tapi sepertinya jam latihannya sudah habis, kita akan melanjutkankan besok."
Fyuuhh...!
Akhirnya para murid merasa lega.
Setelah memberikan sikap penghormatan sebagai tanda berakhirnya jam kelas pelatihan, Allesya pamit pulang.
"Hei botak! Bisa-bisanya kau tadi berkata seperti itu?" hardik seorang murid bermata sipit.
"Ayo teman-teman kita kroyok dia!"
"Ayo!" saut murid-murid lainnya.
"Aduh.. Aduh.. Duh.. Duh.. Sakit! Jangan jitak kepalaku!" pekik si botak seraya memohon.
"Ayo teman-teman jitak terus kepalanya biar botaknya kekal abadi."
Akhirnya si Botak pulang membawa puluhan benjol di kepalanya yang terlihat seperti habis disengat ribuan lebah.
°°°
Sekelompok squad yang terdiri dari 4 pria dewasa tampan tengah berkumpul di sebuah Restaurant And Cafe.
"Hei yo, What's up Brow! Setelah ke sekian abad akhirnya kau kembali juga ke daratan," kelakar Sammy setengah mencibir Jeffrey yang baru saja datang paling terakhir. Pasalnya, setelah menikah Jeffrey memang paling susah diajak berkumpul.
Alih-alih merespon baik sambutan Sammy si Muka Masam Jeffrey malah menonyor kepala Sammy dari belakang lalu mendaratkan tubuhnya pada bangku kosong sebelah Sammy.
"Kau selalu kebiasaan memainkan kepalaku!" gerutu Sammy.
"Ada hal penting apa sehingga kau memaksaku datang?" tukas Jeffrey kemudian melirik ke arah penunjuk waktu yang melingkari pergelangan tangannya seolah dia tidak ingin lama-lama berada di tempat itu.
"Kau baru saja datang beberapa detik yang lalu, tapi sepertinya sudah ingin pulang. Apa kau tidak merindukanku? Kita sudah lama tidak berkumpul, kau masih saja menyebalkan Jeff, dingin dan cuek," sungut Sammy memasang muka sok sedih ala gadis perawan, membuat ingin muntah bagi yang melihat.
"Buang tampangmu itu, kau menjijikkan," kini Alvin yang mulai bersuara.
"Semua nenek tetangga bilang aku tampan tapi kenapa kalian selalu bilang tampangku menjijikkan? Kalian pasti rabun," cerocos Sammy tak terima.
Ucapan Sammy sontak mengundang gelak tawa Alvin. Sedangkan Jeffrey hanya tersenyum tipis.
"Dasar bodoh! Bukan kami yang rabun, tapi para nenek yang memujimu itu yang rabun," kelakar Alvin yang kian tertawa pecah melihat ekspresi muka temannya itu semakin masam.
"Sialan kau Vin!" umpat Sammy lalu melambaikan tangannya ke arah salah satu waitress.
"Kau harus bayar, disini tidak gratis," ketus Alvin mengingatkan.
"Aku tidak akan bayar karena aku berniat merampok tempatmu ini," Sammy menyeringai.
"Sudah ku duga."
Sementara itu, di luar perdebatan dua sahabat yang unfaedah tersebut Jeffrey tak sengaja menangkap gelagat Sean yang tidak seperti biasanya. Sean lebih banyak diam namun raut mukanya terkesan memikirkan sesuatu.
"Apa telah terjadi sesuatu?" Jeffrey mencoba mengulik sesuatu dari Sean dan hal itu juga menarik perhatian Sammy dan Alvin.
Sean sempat terhenyak dari lamunannya ketika menyadari Jeffrey bertanya kepadanya. Sesaat dia menghela napas panjang mencoba membuang sesuatu yang sedari tadi mengganggu pikirannya.
"Tadi, aku tidak sengaja melihat Inggrid," terang Sean.
"Ibu tirimu? Apa dia berbuat ulah lagi?" tanya Jeffrey yang memang sudah paham tentang hubungan Sean dan Ibu tirinya yang tidak pernah terjalin dengan sehat.
Drrtt..! Drrtt...! Drrtt..!
Ponsel milik Sean yang bergetar keras di atas meja membuatnya menjeda keinginannya untuk bercerita.
Pria beriris biru itu menggeser layar benda pipihnya dan langsung menerima permintaan panggilan suara yang ternyata dari Henry, sang Kakek.
"Halo Kek?"
"Cucuku cepatlah kau pulang sekarang, Sarah kembali kambuh. Hanya kau yang bisa menenangkannya," suara Henry terdengar sangat cemas dari seberang telepon.
"Baik Kek, aku segera pulang," tidak ingin membuang waktu Sean langsung memutus sambungan panggilan suara.
"Ada apa? Kenapa kau tampak cemas?" tanya Jeffrey kepada Sean yang sudah beranjak dari duduknya.
"Ibuku membutuhkanku sekarang," jawab Sean tergesa-gesa yang langsung melenggang pergi dengan langkah cepatnya.
"Apa Ibunya kembali kambuh?" tanya Sammy setelah keberadaan Sean menghilang.
"Entahlah, sepertinya begitu," jawab Jeffrey dengan muka masamnya yang berubah sendu.
"Aku sangat kasihan kepadanya, dari remaja dia harus melihat ibunya seperti itu," Alvin juga menimpali.
Bagi yang lupa dengan Visual Jeffrey, Sammy, dan Alvin di karya 'Pernikahan Kontrak Jeff Dan Jenn' Nofi kasih kembali visualnya ya😉
JEFFREY ALLISON
Ya Allah sekseh sekaleee lakik gue😍
SAMMY
Ah senyum itu lo Sam😍
ALVIN
Vin, tolong kondisikan tu janggut yang terbelah kayak anu😋
Bonus Visual lagi
Sean Willson😍
Monmaap Nofi Kilap. Paling suka mandengin kayak gini😅
Tu roti sobek boleh bungkus kagak?😚
❣
❣
❣
Bersambung~~
...Terima kasih sudah berkenan mampir pada tulisan receh Nofi ini. Mohon dukungannya dengan cara meninggalkan jejak like dan comment ya. Kalau ada rejeki lebih bolehlah sumbangkan gift dan vote mingguannya sebagai apresiasi karya Nofi. Dukungan kalian merupakan penyemangat behargaku. I love you😘...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
ada apa dengan ibunya sean🤔
2022-05-12
0
Wijaya Wijaya
suka visual bule 😘😘😘
2021-11-30
0
Nuryanti
roti sobek boleh makan pake cucu nggak kak.😂😂😂
2021-11-15
1