Aku sudah bangun dari tidurku. Sedangkan Ajun yang masih memeluk tubuhku dan masih terlelap dalam mimpinya. Aku mendekatkan wajahku kewajah Ajun. Terlihat jelas begitu tampannya wajah pria ini. Kubelai lembut pipinya berulang kali dengan telapak tanganku. Terimakasih telah kembali kepadaku. Batinku kepada Ajun. Dia masih belum merasakan belaian tanganku.
Aku beranjak dari ranjang. Berniat ingin membuat sarapan untuknya. Aku dengan hati hati mengangkat tangan Ajun dan menyingkirkannya dari tubuhku. Aku mulai menuruni ranjang. "BRUKK!" tangan seseorang menarikku untuk kembali berbaring diranjang. Ajun membukakan matanya. Tatapanku bertemu dengan matanya. "Mau kemana?" Ajun berbicara dengan suara khas bangun tidur. "Kamu sudah bangun?". Berarti dia tahu dong kalau aku berulang kali tadi membelai pipinya itu. Gusarku.
Ajun mengedipkan kedua matanya dan mengiyakan pertanyaanku. Aku mulai malu dengan tingkahku kepadanya tadi. Ajun meraih leher belakangku. Dan memberiku kecupan selamat pagi kebibirku. Aku tersenyum malu.
"Aku mau masak dulu!" aku berusaha untuk lepas darinya. "Nggak usah lah" dia masih mempertahanku. "Terus kita mau sarapan apa?" aku masih mencoba melepaskan diriku dari dirinya. Dia mulai mengerti. Ajun melepaskan tanganku. "Aku kebawah dulu ya!" aku masih pamit kembali kepadanya.
Ajun melanjutkan tidurnya kembali. Aku turun kebawah menuju dapur. Aku melihat kembali beberapa makanan yang masih ada dimeja makan. Makanan itu sia sia kubuat kemarin. Karena aku dan Ajun kemarin sudah tidak kefikiran untuk menyantapnya. Aku masih enggan untuk membereskannya. Aku berlalu begitu saja menuju dapur.
Dirumah ini juga masih terlihat ada beberapa kelopak bunga tabur yang sudah berhamburan. Diluar rumah juga masih ada berjajar beberapa karangan bunga yang kemarin kubeli dari bapak itu. Dan pelataran depan rumah masih basah dengan air hujan. Dengan derasnya air yang terjun bebas dari langit kemarin.
Setelah mengingat sikap histerisku kemarin. Rasanya aku ingin sekali melupakan ingatanku pada hari itu. Kalau bisa amnesia sementara gitu!. Gumamku.
Aku benar benar malu kepada diriku sendiri. Apalagi nanti bagaimana harus kujelaskan kepada Ajun. Apa dia nggak ngira kalau tingkah istrinya segitu bodohnya. Kalau dibayangkan sih memang segitu lucunya ya tingkahku.
Gimana aku nggak bersikap segitunya kemarin. Saat suamiku benar benar meninggalkanku. Lagian ponselnya dia kenapa sih nggak bisa dihubungi sama sekali!. Geramku membela diri.
Setelah selesai memasak sarapan untuk Ajun dan untuk diriku sendiri. Aku sekarang hanya perlu membangunkannya yang masih tidur. Aku menaiki anak tangga demi anak tangga menuju kamar. Saat aku menyentuh pegangan tangan yang ada disisi anak tangga.
Aku teringat saat kemarin aku sudah memukulnya dengan keras. Memakinya dan menganggap dialah yang bersalah saat kepalaku terbentur dengannya. "Maaf ya!" sembari tawa terbit dari bibirku. Aku mengelus pegangan tangan tangga tersebut. Seolah olah mengatakan kamu nggak bersalah kog!. Gurauku.
"Jun ayo sarapan!" aku membangunkan Ajun yang masih tertidur dibawah balutan selimut. Ajun mulai menggerakkan tubuhnya. Aku membuka selimut yang menutupi wajahnya. Dia sepertinya masih didalam bayang bayang mimpi yang belum usai.
Dia beranjak dan duduk ditepian ranjang. Enggan meninggalkan kasur dan bantal yang terlihat menggoda. Aku membantunya bangun dari tempat tidur. Kuraih bahunya dan sedikit mengangkat tubuhnya yang tidak kecil ini. " Ayooo!" Aku mulai memaksanya. Dia mulai berjalan dengan langkah yang lunglai.
Aku berjalan dibelakangnya. Dia melangkahkan kaki menuju meja makan. Sedangkan aku menuju dapur. "Tumben dia masak banyak banget!" Ajun bergumam dengan dirinya sendiri. Saat melihat banyak makanan dihadapannya. Dia mulai menyantap makanan yang sedari tadi sudah tersedia dimeja makan. Sedangkan aku masih menyiapkan nasi goreng yang telah kumasak tadi untuk sarapanku pagi ini dengannya.
Aku berjalan melangkah menghampiri Ajun. Terlihat dia sudah melahapkan sesuatu kedalam mulutnya. "Dia makan apa sih!" gumamku. Dengan sarapan yang masih ada ditanganku. "Astaga jangan jangan!" aku mulai mempercepat langkahku menghampiri Ajun. Aku teringat masakanku kemarin yang belum kurapihkan. Yang berarti makanan itu kalau aku tidak salah berarti sudah basi. Aku berlari cepat.
"AJUNNN!" aku menghentikan Ajun yang masih terus menerus memasukan sendok kemulutnya. Ajun menoleh kepadaku dengan mulut yang masih saja mengunyah makanan. Entah makanan apa yang terus saja menurus dia makan. "Apa masakanku benar benar enak ya?" hatiku malah mulai merasa tidak ingin menghentikannya untuk memakannya. Memang pemikiran yang sedikit jahat sih.
"Kenapa?" Ajun bertanya heran melihatku panik. "Itu...itu...makanan kemarin Jun!" Aku memberitahunya walau tidak enak hati. Ajun melongo mendengarkanku. Dia membuka mulutnya yang masih dipenuhi makanan dengan lebar lebar. Matanya membulat. Dia seketuka berlari dengan sangat kencangnya menuju kamar mandi. "HUEKK....HUEKK!" terdengar Ajun memuntahkannya. Aku menggelengkan kepalaku sambil badanku bergidik ngeri. Membayangkan bagaimana rasa makanan yang dia makan tadi.
Aku berjalan menuju sofa yang ada diruang keluarga. Menaruh dua piring nasi goreng kemeja yang ada disana. Lalu kembali memanggil Ajun. Ajun terlihat keluar dari kamar mandi. Dan berjalan kesal menghampiriku. "Kog makanan kemarin masih ada disitu sih?" Ajun bertanya kepadaku. "Hhhhhe iya belum aku bersihin!" aku menjelaskannya. "Lagian masak kamu nggak bisa bedain sih gimana rasanya makanan yang udah dari kemarin sama yang baru?" aku mencoba membela diri. Dia menggelengkan kepala dan dengan tawa ringan dari bibirnya. Lidahnya benar benar tidak bisa membedakan rasanya.
Aku memberikan nasi goreng yang kubuat kepadanya. Sembari sarapan dia mulai menanyakan hal hal yang masih mengganjal dihatinya sedari kemarin. "Emmm iya aku mau tanya!" Ajun menghentikan menyuapkan makanan kemulutnya. Aku mendengarkan dengan serius. "Kamu emang kemarin kenapa sih?" Ajun mulai bertanya kepadaku.
Aku sedikit malu untuk menjawabnya. "Hhhhe kirain aku kemarin kamu udah meninggal!" aku mulai menjelaskannya. Ajun kembeli melongo saat mendengarnya. "Iya kemarin kan ada kecelakaan......" Bla bla aku menjelaskannya dengan runtut. Ajun masih mendengarkanku. Sesekali Ajun menjelaskan peristiwa yang sebenarnya terjadi.
"Kenapa ponsel kamu nggak bisa dihubungin sih?" aku mulai melemparkan beberapa pertanyaan kepadanya. "Baterai ponselku habis, kebetulan juga dengan ponsel karyawan karyawanku. Kebetulan tidak ada yang membawa charger kesana!" Ajun menjelaskan.
"Terus kenapa kamu nggak sampai sampai kesini, katanya siang udah sampai. Terus kenapa kamu pulang sendirian?" Aku melontarkan banyak sekali pertanyaan. "Soal itu mobil yang aku pakai mogok, dan sopir yang mengantarku harus memperbaikinya dibengkel. Jadi aku pulang naik taksi!" Ajun kembali menjelaskan semuanya.
"Terus soal es kelapa muda pesananku?" aku menagihnya. "Udah nggak dingin esnya, terus aku kasih kesopir buat nemenin dia sembari nungguin mobil!" Semua keganjalan sekarang sudah terjawab semua. Aku lega mendengarnya.
"Terus bunga bunga itu buat apa?" Ajun bergantian bertanya kepadaku soal bunga tabur dan karangan bunga yang ada dirumah. "Menurut kamu? ya buat pemakaman kamu lah. Aku juga udah nyiapin pengajian buat kamu tau!, dan ditambah lagi aku udah siap siap jadi janda lhoo!" aku bercanda kepadanya. Wajah Ajun sudah tidak bisa dikondisikan.
Aku beranjak dari sofa dan berlari menuju dapur untuk menaruh piringku yang sudah kosong. Ajun mengejarku berniat ingin memberiku pelajaran untuk kalimat yang baru saja kukatakan.
"AWAS KAMU YAAA!" ancam Ajun seraya berlari mencoba menangkapku. Aku menjulurkan lidah dan tangan yang sudah ada ditelinga. "WEKKKK!" tantangku kepadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments