Polisi menyatakan ada dua korban yang terlibat dalam kecelakaan itu. Penumpang yang duduk dikursi belakang meninggal dunia dan sang sopir luka berat. Kabarnya sekarang korban sudah berada dirumah sakit terdekat dari tempat kejadian. Tidak ada tanda pengenal apapun yang bisa mengidentifikasi identitas korban. Duniaku seketika hancur tak bersisa saat mendengar berita ditelevisi yang masih menyala.
Aku mengingat kalau Ajun sering sekali meninggalkan KTP atau dompetnya. Dia memang seseorang yang memiliki sifat keteledoran melebibi siapapun. Gimana nggak, orang istrinya aja pernah kelupaan!. Gusarku.
Ponsel Ajun masih tidak bisa dihubungi. Aku juga sudah mencoba menghubungi ponsel dari karyawan Ajun. Sama saja dengan ponsel Ajun. Semua orang yang berkaitan dengan Ajun sekarang tidak bisa dihubungi tanpa alasan.
Kesedihanku semakin menjadi. Aku menuruni tangga dengan hati yang perih. Dengan badan yang terasa ngilu. "BRAKK!" aku terpeleset. Kepalaku terbentur pegangan tangan yang ada dipinggir tangga. "Ini kapan sih ada disini hiks...hiks..hikss!" aku menyalahkan pegangan tangga.
Kupukul beberapa kali untuk memberinya pelajaran karena telah membuat kepalaku terbentur. Kepalaku memar memerah. Ada sedikit darah yang mengalir. Aku hanya mengusapnya dan lanjut berjalan keluar rumah. Aku menengadah keatas. Meminta penjelasan dari Tuhan tentang keadaan Ajun suamiku yang tidak ada kabarnya.
Aku tidak bisa pergi langsung mengecek ketempat lokasi kejadian. Aku tadi sempat sudah mencoba menghubungi kantor polisi setempat. Dia mengatakan jika jenazahnya belum bisa diidentifikasi karena kondisinya yang sudah tidak normal seperti orang biasa. Aku ingin menghubungi mamah. Tapi akupun tidak mampu untuk bercerita kepadanya. Dan aku juga khawatir dengan kondisi mamah bagaimana kalau nanti dia mengetahui kabar dari anaknya.
Aku bingung sekarang apa yang harus kuperbuat. Dan akupun sekarang tidak bisa berkeluh kesah kepada siapapun. Aku berjalan keluar rumah tanpa tujuan. Tangisku sudah berhenti tapi piluku masih berlanjut.
"Mau kemana mbak?" salah satu tetanggaku menghampiriku. "Nggak tau!" aku menjawabnya seperti orang yang hilang akal. Bisa jadi aku akan benar benar kehilangan akal jika Ajun benar benar meninggalkanku untuk selama lamanya. Tetanggaku itu hanya geleng geleng melihatku berjalan tanpa arah.
Aku masih menggunakan baju olahraga. Dan hanya membawa ponsel dan masih menunggu kabar dari Ajun. Seharusnya sekarang Ajun sudah tiba dirumah. Tapi dia belum terlihat sedikitpun dari rumah.
Aku berjalan sampai dengan jalan yang dipinggir kiri dan kanannya dipenuhi oleh tokok toko yang menjual segala kebutuhan sehari hari. Dimulai dari macam macam makanan dan minuman ada juga barang yang jarang sekali dibeli oleh orang umum.
"Mbak mau beli bunga?" seorang pria tua menawariku bunga tabur yang biasanya digunakan untuk disebar diatas pemakaman orang yang sudah meninggal. Ada juga berbagai macam bentuk karangan bunga yang terjejer rapi didepan tokonya. Aku tadi tidak sengaja berhenti tepat ada didepan tokonya. Sepertinya tadi dia melihatku dari dalam. Saat aku diam saja termenung didepan jualannya lalu dia menghampiriku.
"HIKS....HIKS.....HIKS!" aku menangis sejadi jadinya mengingat kembali Ajun yang belum kembali. Bapak itu terkejut dan mendekat kearahku. "Lho lho kenapa mbak?" bapak itu menyentuh bahuku mencoba menenangkanku. "Apa aku salah ucap ya tadi!" bapak itu mulai berfikir keras mengingat kembali kata kata yang dia ucapkan kepadaku.
"Sini mbak!" bapak itu menuntunku mempersilahkanku untuk masuk terlebih dahulu kedalam tokonya. Bapak itu juga memberikanku segelas air putih. Dia mencoba berbicara kepadaku dan menenangkanku. Setelah aku menceritakan semua permasalahan yang menimpaku kepadanya. Bapak itu memberiku nasehat untuk agar aku mengikhlaskan kepergian Ajun. Aku sedikit lebih tenang setelah dapat berbagi cerita dengannya.
Akupun pamit kepadanya untuk pulang. Sebagai tanda terimakasihku kepadanya, aku membeli bunga yang dia jual dan beberapa karangan bunga yang nanti akan diantar olehnya kerumah. "Mbak mau saya sekalian anterin?" bapak itu masih ingin menolongku. Aku terdiam tidak menjawab. "Sini mbak masuk aja!" dia membukakan pintu mobil dengan kap terbuka yang dia gunakan untuk mengantar pesanan karangan bunga keberbagai kota.
"Makasih ya pak!" ucapku kepadanya setelah segala kebaikan yang dia berikan kepadaku. Setelah menurunkan karangan bunga yang kubeli didepan teras rumah. Dia pamit untuk segera pulang karena langit yang sudah gelap karena mendung. Mungkin sebentar lagi juga akan turun hujan. Akankah rintik air hujan akan menemani banjiran air mataku dihari ini. Gumamku.
Aku memasuki rumah yang masih sunyi tanpa kehadiran siapapun. Aku membawa kantong plastik berisi bunga tabur yang kubeli tadi. Aku duduk diatas sofa yang masih menyimpan kenangan manisku bersamanya. Aku masih mencoba menghubungi ponselnya kembali. Tapi masih dengan hasil yang nihil. Tidak ada jawaban darinya, hanya terdengar suara operator yang sudah kudengar puluhan kali.
Makanan yang sudah kupersiapkan sedari tadipun sudah tidak bisa kunikmati. Melihatnya kembali sajapun aku tidak mau. Rumah yang sudah kubersihkan untuk menyambutnya juga sekarang sudah dipenuhi oleh debu debu kehilangan.
Aku mengambil beberapa kelopak bunga yang kubeli tadi ditanganku. "HAA...HAHA...HAA! masak aku baru aja nikah udah jadi janda aja sih AJUNNNN HIKS....HIKS....HIKS". Keluhku dengan tawa bercampur tangis.
"APALAGI JANDA RASA PERAWAN HUAAAA!" aku berteriak dengan kerasnya. Mengingat Ajun belum juga pernah merasakan kenikmatan dari tubuhku yang sedari lama sudah kupersembahkan untuknya. Sambil kuremas bunga yang masih ada ditanganku aku mengingat kebodohanku dimalam itu ketika aku tertidur saat dia akan mewujudkannya.
Diluar hujan sudah turun dengan lebatnya. Diiringi suara petir yang secara begantian menggelegar dengan lantangnya. Aku didalam rumah masih dengan keheningan.
"TOK....TOK....TOKK!" suara pintu menghentikan tangisku. Aku berjalan menghampiri asal suara. Siapa sih hujan hujan begini pake namu segala. Geramku. Aku membuka pintunya dengan rasa terpaksa. Terlihat seorang laki laki dengan badan gagahnya sedang membelakangi wajahku. Dengan pakaian kerja yang dikenakannya sudah basah kuyup. Dengan tetesan air hujan dari bajunya memenuhi lantai bekas dia berjalan tadi. Dia berdiri disana dengan langit yang masih gelap gulita dan dengan pohon yang sedari tadi bergoyang diterpa angin dengan kuatnya.
"Permisi, siapa ya?" aku bertanya kepadanya tanpa berjalan mendekat kearahnya selangkahpun. Dia pelan pelan membalikkan badannya untuk menoleh kearahku. "Siapa ya!" gusarku melihat wajahnya yang nampak tidak asing lagi bagiku. Dia berjalan langkah demi langkah mendekatiku. Bulu kudukku seketika berdiri. Aku memegang gagang pintu dengan sigap. Sudah siap untuk berlari.
Saat wajahnya semakin terlihat jelas ditengah tengah kegelapan cuaca yang mendung. Aku mulai mengenalnya. Tangannya mulai ingin menyentuh badanku. "Ajun?" aku ragu untuk menyebutkannya. Dia tersenyum melihatku. "SETAANNNN!" aku berteriak histeris. Tubuhku tiba tiba lemas. Mataku seketika gelap. Dan akupun terjatuh tersungkur dilantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments