Bab 5

Livia menatap ke arah pria yang terlihat diam dan belum juga memberikan jawaban atas penawaran itu. Karena merasa sangat kesal dan tidak suka menunggu, ia berteriak dengan suaranya yang sangat kencang.

"Hey pria miskin! sudahlah, jangan banyak berfikir dan melamun! apa kau tidak punya kaca dirumah? jika tidak punya aku akan meminjamkan kaca besar untuk berkaca." ujarnya Livia.

Lamunan Abidzar seketika itu juga buyar saat mendengar suara yang berhasil memekakkan telinganya. Namun ia merasa tidak mengerti dengan kalimat ambigu dari wanita yang kini masih berada di depannya. "Kaca? sebenarnya apa maksud anda nona? kenapa harus membawa kaca dalam masalah ini?"

Livia secara refleks menepuk jidatnya. "Astaga.. kau memang laki-laki bodoh atau gimana? jadi aku harus menjelaskan semuanya padamu? Mm?" Abidzar mengangguk dan Livia menghela nafasnya dalam-dalam.

"bahkan sekarang ini aku sudah seperti berbicara dengan anak TK saja, astaga.." ujarnya Livia lagi.

"Baiklah, sekarang dengarkan aku baik-baik karena aku tidak akan mengulangi perkataanku ini! posisimu disini tidak berhak untuk berfikir, mengerti? karena apa? karena pada kenyataannya kamu memang sangat sangat membutuhkan uang dan tentunya kamu sangat diuntungkan dalam hal ini. Bukankah untuk mengobati ayahmu yang menjadi tujuanmu saat ini?" ujarnya Livia kemudian sambil sejenak menghela nafasnya.

"Jadi terima saja penawaranku ini tidak usah berfikir panjang, karena jika saat ini kamu bercermin di depan kaca yang besar kamu akan menyadari siapa dirimu yang sebenarnya. Kamu itu hanya laki-laki miskin yang sedang membutuhkan belas kasihan dari orang kaya sepertiku. Jadi gimana? apa kamu bersedia menerima pekerjaan ini?"

Abidzar merasa terenyuh dengan hinaan dari wanita yang menurutnya sudah sangat sangat menghina harga dirinya itu. Tetapi, ia tidak merasa tersinggung karena memang menyadari akan keadaannya bahwa semua yang dikatakan oleh wanita itu memang benar adanya.

"Ehm, begini nona. Bagaimana saya mau menjelaskan semuanya ya pada anda? saya memang hanya orang miskin dan sedang membutuhkan uang, tetapi jika saya benar-benar harus menikah dengan nona lalu bagaimana dengan nasib kekasih saya? kekasih saya pasti tidak akan bisa menerima kenyataan ini bahwa saya telah menikah dengan anda. Lagi pula kami berdua saling mencintai nona." ujarnya Abi.

"Akan tetapi, memang tidak bisa dipungkiri bahwa saya memang sangat membutuhkan uang untuk biaya pengobatan ayah saya." ujarnya Abi lagi yang berusaha menjelaskan duduk permasalahannya.

Livia memijat pangkal hidungnya karena merasa sangat pusing mendengar perkataan dari pria ini yang membuatnya menjadi geram. "Astaga, jika aku setiap hari menemui pria bodoh sepertimu, mungkin saja aku bisa mati muda karena serangan stroke akibat mendengar perkataan bodohmu itu. Dengarkan aku baik-baik, meskipun nanti kita memang akan menikah, itu tidak akan terjadi apa-apa pada kita." ujarnya Livia.

"Jadi jangan pernah berfikir bahwa kau akan bisa untuk menyentuhku, karena jika sampai itu terjadi maka nyawamu akan melayang. Aku yang akan menghabisi mu dengan tanganku sendiri. Aku perjelaskan lagi, kita ini hanya akan menikah dengan surat perjanjian. Dan kamu ini sama sekali tidak boleh menyentuhku, bahkan seujung kuku pun saja tidak boleh." ujarnya lagi.

"Jadi ketika nanti tiba waktunya kita bercerai, kamu bisa kembali dengan kekasihmu itu. Tapi, kamu tidak boleh mengatakan kepada siapapun tentang perjanjian kita. Karena ini hanya akan diantara kita tidak boleh ada orang lain yang tau tentang pernikahan palsu ini. Mengerti?" ujarnya Livia lagi.

Abidzar terdiam mendengar perkataan itu.

"Kenapa kamu terdiam? apa kamu mengerti dengan semua yang kujelaskan tadi? jika kamu tidak mengerti, mungkin kamu perlu sekolah lagi." Livia menghentikan perkataannya saat melihat asisten pribadinya yang tadi ia suruh untuk mengambil tasnya.

"Ini tas anda, dokter Livia." Keysha yang baru saja tiba menyerahkan tas jinjing milik atasannya itu.

"Terimakasih Key. Oh ya, tolong belikan aku dua kopi di kantin. Kalau kamu mau juga, beli juga untukmu." Livia menerima tasnya dan mengambil dompetnya untuk memberikan uang kepada Keysha.

Keysha menerima uang itu dan berjalan meninggalkan tempat itu setelah berpamitan. Tentu saja lagi-lagi dirinya merasa tidak mengerti dengan sikap aneh dari atasannya itu. Disaat berjalan, ia hanya bisa bergumam dalam hati.

Kenapa tingkah laku dokter Livia sangat aneh hari ini? tidak biasanya dia dekat dengan seorang pria. Karena biasanya dia selalu marah-marah jika ada laki-laki yang berusaha mendekatinya. Tapi kenapa dokter Livia bisa berbicara dengan pria yang merupakan anak dari pasien? Apa dia sedang membicarakan tentang kondisi dari ayah pria itu? Tapi.. masa iya? sangat aneh sekali rasanya melihat dokter Livia dengan dan berbicara dengan seorang laki-laki.

Sementara itu, Abidzar yang baru saja mendengarkan penjelasan dari wanita yang masih berada di depannya itu hanya bisa tersenyum kecut mendengar itu. Mendengar perkataan yang menyuruhnya untuk sekolah lagi.

"Tentu saja saya faham dan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh anda nona, karena saya tidak sebodoh yang anda bilang. Akan tetapi saya tetap butuh waktu untuk memikirkan semuanya ini dengan matang. Karena menurut saya, menikah adalah suatu hal yang sangat sakral yang menyangkut janji kita kepada Tuhan. Jadi, saya tidak akan pernah asal dalam mengambil keputusan dan berbuat dosa, karena mempermainkan sebuah janji suci pernikahan." ujarnya Abidzar.

Tentu saja rasa kesal Livia semakin bertambah besar begitu mendengar perkataan dari pria yang masih berada di depannya. Dan akhirnya, dirinya kini membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah cek dan pulpen miliknya itu. Tanpa membuang waktu, ia menulis sejumlah nominal uang di cek tersebut. Kemudian dia menyerahkannya kepada pria yang masih terlihat ragu itu.

"Ini cek 200 juta, dan sisanya akan aku berikan padamu setelah kamu berhasil menyelesaikan tugasmu. Tidak perlu berfikir dan berlagak seperti seorang yang paling suci dan tak berdosa didepanku, karena yang kamu butuhkan saat ini bukanlah teori sok sucimu itu, melainkan uang yang akan menyelesaikan permasalahanmu." ujarnya Livia.

"Jadi bagaimana? kamu terima penawaranku ini atau tidak? aku hitung sampai tiga ya?" ujarnya Livia lagi.

"Tunggu dulu nona, saya butuh waktu untuk berfi.."

Tanpa mendengarkan perkataan dari pria yang ada di depannya itu, Livia langsung mulai menghitungnya.

" Satu, dua, ti...."

Merasa kebingungan karena takut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan uang sebagai biaya operasi sang ayah, membuat Abidzar tanpa berfikir panjang langsung mengeluarkan suaranya.

"Saya bersedia untuk bekerja dengan anda nona."

Refleks Livia tertawa terbahak-bahak. "Pilihan yang benar pria miskin. Jadi terima ini, dan satu lagi, berapa nomor ponselmu? nanti aku akan menghubungimu saat tiba waktunya aku memperkenalkanmu pada orang tuaku sebagai kekasihku."

Abidzar yang baru saja menerima cek itu, menatap kearah nominal angka yang tertulis di sana. Sebuah angka dari uang yang tidak mungkin ia dapat seperti semudah membalikkan telapak tangannya. Sejenak ia terdiam menghela nafasnya dalam-dalam sambil menutup mata untuk menormalkan fikirannya saat ini, lalu ia mulai menyebutkan nomor ponselnya.

"Nomor ponsel saya 081xxxxx."

Livia yang sudah mencatat nomor ponsel Abi, lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya.

"Baiklah, urusanku sudah selesai. Tunggu saja saat aku menghubungimu nanti." ujarnya Livia. Kemudian Abi mengangguk lemah dan menatap kepergian wanita itu yang sudah berjalan meninggalkannya. Ia kini hanya bisa mengusap pelan dadanya.

"Astaghfirullah hal adzim.. ternyata di dunia ini ada ya seorang wanita yang tidak memiliki sopan santun seperti dirinya. Seumur hidup, aku baru kali ini bertemu dengan seorang wanita yang sangat arogan seperti dirinya itu. Sebenarnya siapa dia?" ujarnya Abi.

Abidzar menghentikan perkataannya saat melihat wanita yang tadi disuruh pergi ke kantin oleh dokter cantik yang tidak diketahui namanya itu.

Keysha baru saja tiba, ia mencoba mencari-cari keberadaan dari atasannya yang tadi berbicara dengan seorang pria yang ada di depannya saat ini. "Dimana dokter Livia? bukankah tadi dokter Livia tengah berbicara dengan anda?"

"Oohh, jadi nama wanita tadi itu Livia? sayang sekali ya namanya tidak sesuai dengan perilakunya." ucap Abidzar.

"Jaga mulut anda, jangan sampai ada orang yang mendengar anda menghina dokter Livia! karena jika sampai itu terjadi, bisa-bisa nyawa anda akan melayang saat ini juga!" teriak Keysha.

"Astaghfirullah.. kenapa hari ini ada dua wanita yang dengan mudahnya membahas tentang masalah nyawa. Semua makhluk hidup dan matinya dia hanya di tentukan oleh Tuhan. Sebenarnya siapa wanita itu? kenapa dia selalu menganggap urusan nyawa seseorang selalu ada dalam genggamannya?" tanya Abidzar yang menatap kearah wanita yang ada di depannya.

"Memangnya anda tidak pernah melihat berita di televisi atau di sosial media? bahkan semua orang tahu siapa wanita tadi yang tengah berbicara dengan anda. Tidak mungkin anda tidak mengenal dokter Livia yang sangat terkenal itu. Dia adalah anak dari pemilik rumah sakit ini dan juga merupakan anak kedua dari keluarga Wijaya yang memiliki perusahaan Wijaya Group yang sangat terkenal di kota ini." tukasnya.

Mendengar perkataan itu dari wanita yang memakai jas putih, tentu saja membuat Abidzar yang awalnya duduk di kursi tunggu lalu seketika itu juga langsung bangkit berdiri karena merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"A-apa? jadi wanita tadi itu adalah nona muda di keluarga Wijaya yang sangat terkenal itu?", sambil membulatkan kedua matanya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!