Flashback on
Livia sudah tiba di Mansion pukul 22.00 WIB. Saat ia melangkah di anak tangga terakhir, suara bariton dari sang papa yang menyapa membuatnya berjenggit kaget.
"Kamu sudah pulang Livia?" Brawijaya yang baru saja keluar dari ruangan kerjanya itu melihat putrinya yang baru saja naik ke lantai atas menuju ke ruangan kamar.
"Astaga, papa bikin kaget saja. Iya aku sudah pulang pa. Mama mana, pa? apa mama sudah tidur?" tanyanya Livia.
"Ada di kamar sedang menonton drama kesukaannya, Livia. Oh ya, besok pagi Aldi akan datang kesini. Dia ingin lebih mengenalmu, lebih baik kalian berdua saling mengenal terlebih dahulu sebelum menikah. Jadi, saat nanti kalian menikah maka kalian sudah saling mengenal dan memahami sifat masing-masing." ujarnya Brawijaya.
Begitu mendengar perkataan dari sang papa yang membahas tentang perjodohan lagi, membuat Livia merasa ilfeel. Rasanya saat ini ia benar-benar ingin marah pada pria yang selalu memaksanya untuk menikah dan menikah. Namun, dirinya sadar, bahwa itu adalah perbuatan yang salah jika melawan orang tuanya. Sehingga ia mengikuti permainan dari sang papa dengan rencana yang sudah disusunnya dengan matang.
"Pa, ada yang ingin aku katakan pada papa dan mama, bukankah sudah aku katakan pada papa bahwa aku telah memiliki seorang kekasih dan sudah melupakan om kesayanganku? jadi jangan paksa aku untuk menikah dengan pria yang tidak aku cintai,paps! bukankah dulu papa menikah dengan mama karena kalian berdua saling mencintai?" ujarnya Livia.
"Jadi, jangan menghancurkan hidup putrimu sendiri dengan menjerumuskannya ke dalam pernikahan atas dasar perjodohan yang sama sekali tidak aku inginkan. Aku tidak mau menikah dengan pria pilihan papa yang bernama siapa tadi, Aldi? aku sudah mencintai laki-laki baik yang juga sangat mencintaiku." sambungnya.
Brawijaya mengerutkan keningnya serta mengarahkan pandangannya menelisik ke arah putrinya. "Benarkah? apa kamu tidak sedang membohongi papa? ini bukan rencanamu agar papa membatalkan rencana perjodohan ini bukan?"
"Mana berani aku membohongimu paps. Memangnya aku tidak boleh jatuh cinta pada laki-laki lain? Atau papa berharap aku masih mencintai om ku itu?"
"Mana mungkin papa mempunyai fikiran yang seperti itu nak. Papa hanya khawatir, karena kamu sampai sekarang tidak pernah kelihatan berhubungan dengan seorang laki-laki. Jadi, mana mungkin kamu tiba-tiba mempunyai kekasih. Jika benar kamu memiliki seorang kekasih, suruh dia besok pagi datang kesini! Biarkan Aldi bertemu dengannya besok, mungkin dia akan mundur dan tidak lagi mendekatimu."
"Karena sebenarnya Aldi sudah lama menyukaimu saat melihatmu pertama kali wara-wiri di infotainment saat kamu baru kembali dari Amerika. Karena itulah papanya mulai membicarakan masalah tentang perjodohan ini pada papa. Selama satu tahun, papa menolak keinginan mereka karena tidak suka dengan perjodohan." sambungnya papa.
"Namun, saat melihatmu sudah satu tahun lebih tidak mempunyai seorang kekasih dan hanya sibuk menghabiskan waktumu dirumah sakit, tentu saja hal itu membuat papa dan mama merasa sangat khawatir. Khawatir akan kamu masih menunggu om Fahri mu itu." ujarnya papa kemudian.
"Tidak pa, aku sama sekali tidak pernah memikirkan om itu. Aku hanya ingin mendapatkan seorang pria yang benar-benar baik dan seperti yang aku inginkan, dan sekarang aku telah menemukannya. Jadi Livia harap, papa tidak lagi memaksaku untuk menikah, karena aku ingin menikmati hubunganku dengan kekasihku. Kami masih dalam proses ingin mengenal lebih baik satu sama lain, karena kami berdua merasa sama-sama saling klik dan cocok."
"jika memang begitu, suruh saja dia besok pagi untuk datang kesini! Papa ingin mengenal calon menantu papa, pasti mama sangat senang mendengar kabar bahagia ini, Livia. Papa akan memberi tahu berita ini pada mama. Jangan lupa besok pagi kita sarapan pagi bersama kekasihmu itu. Baiklah, selamat beristirahat, Livia."
Brawijaya meninggalkan putri kesayangannya itu dan menuju ke ruangan kamarnya, karena sudah tidak sabar untuk memberitahu kabar gembira pada istrinya.
Sementara itu, Livia yang sudah melihat sang papa masuk kedalam kamarnya, buru-buru pergi ke kamar dan mengunci pintu.
"Brengsek! si Aldi itu benar-benar sangat menyebalkan. Aku memang tau dia menyukaiku, karena dia selalu saja banyak bicara saat bertemu di acara ulang tahun Perusahaan Wijaya dulu. Aku sangat tidak menyukai laki-laki yang terlihat sangat jelas bahwa dia itu adalah pria yang suka tebar pesona karena ketampanannya." gerutu Livia.
"Tidak seperti om Fahriku yang tidak pernah menggunakan kelebihannya untuk mendekati seorang wanita. Karena dia bukanlah tipe laki-laki yang mudah jatuh cinta, dari dulu selalu setia hanya pada satu wanita. Sayangnya wanita itu bukan aku, tapi mama dan wanita itu." sambungnya.
"Nasib baik tadi aku sudah memberikan cek pada pria miskin nan bodoh itu, jadi dia tidak bisa mangkir dari tugasnya. Lebih baik aku segera menghubunginya. Tunggu, bukankah dia itu pria miskin?" sambungnya lagi.
"Bahkan penampilannya tadi sangat kampungan, sepertinya aku harus membelikan pakaian untuknya. Agar besok penampilannya lebih baik dari yang tadi. Pria itu harus lebih baik dari si Aldi yang sok kegantengan itu." ujarnya kemudian.
Livia mulai membuka tas jinjing miliknya dan meraih ponsel untuk mengirimkan pesan kepada Ely, agar menyiapkan pakaian pria yang akan diberikan pada pria yang akan bekerja padanya.
Flashback off..
Livia baru saja menutup panggilan teleponnya itu, lalu dirinya menepuk jidatnya saat melupakan sesuatu hal.
"Astaga, aku bahkan lupa menanyakan siapa namanya tadi. Aahh, bodo amatlah, pasti nanti dia akan mengirimkan alamat rumahnya dan juga namanya bukan? jika tidak, berarti memang dia benar-benar orang yang sangat bodod dan perlu di beri les private atau sekolah lagi."
Beberapa saat kemudian, bunyi notifikasi terdengar. Livia membuka notifikasi pada ponselnya dan ada sebuah pesan dari kontak yang diberinya nama Pria bodoh nan miskin.
Muhammad Abidzar Albirru.
JL. KH Ahmad Dahlan No xx.
Livia menyunggingkan senyumannya saat melihat pesan dari pria yang sudah mengirimkan alamat dan juga memberitahu namanya.
"Ternyata dia tidak perlu sekolah lagi rupanya. Ohh, jadi namanya Muhammad Abidzar Albirru? sangat cocok sekali dengan orangnya, karena dia sangat norak dan kampungan.. Haha."
Kemudian Livia mengirim pesan kepada sepupunya untuk mengirimkan pakaian ke alamat Muhammad Abidzar Albirru. Dengan langkah kaki gontai, ia menghempaskan tubuhnya yang terasa sangat capek ke atas ranjang king size miliknya dan menatap ke arah langit-langit kamar.
"Aarrhhh.. nyamannya tempat tidurku ini, tempat ternyaman di seluruh dunia adalah kamar ini. Karena disini aku bisa melihat sepuasnya foto om kesayanganku."
Tatapan mata Livia kini menatap kearah fotonya saat bersama dengan pria yang masih sangat dicintainya. Foto itu menunjukkan ia tengah memeluk erat tubuh kekar sosok pria tampan saat ulang tahun ke 22 tahun, yakni setahun yang lalu.
Dimana dirinya pada waktu itu hanya bercanda saat meminta sebuah hadiah mobil mewah. Namun, keinginan itu ternyata dipenuhi oleh pria yang dicintainya semenjak kecil. Dan tidak ada yang boleh menyentuh atau pun memakai mobil yang merupakan mobil kesayangannya itu yang ia beri nama seperti nama pria yang membelikannya.
"Om kesayangan, kapan kamu berpisah dengan istrimu itu? kenapa do'aku tidak didengar oleh Tuhan? padahal setiap hari aku selalu berdo'a agar kamu berpisah dengan wanita itu. Tetapi bahkan, sampai sekarang pun kamu masih tetap bersama wanita itu. Aaarrrhhhh.. menyebalkan sekali. Berapa lama lagi aku harus menunggumu? karena sampai saat ini pun aku juga masih sangat mencintaimu." ujarnya Livia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
anggita
like aja.,
2021-10-22
0