Mereka mulai bersantai-santai dan berbicara satu sama lain. Waktu tak terasa sudah menunjukkan jam 09.00 PM. Mini Hologram TV yang dibawa oleh Steven telah dihidupkan, dan satu per satu saluran TV diperiksa.
10 menit berlalu.
Semua saluran TV sudah memberitakan tentang batu besar tersebut. Mereka mulai memandang batu besar itu di langit malam, yang terlihat jelas dengan mata telanjang dan sangat besar, padahal masih jauh dari bulan. Seluruh dunia menyaksikan fenomena yang hanya dapat disaksikan sekali seumur hidup mereka.
20 menit berlalu.
"Bosan juga hanya memandangi itu. Katanya batu besar itu terkadang bercahaya?" ujar Fauzan.
"Menurut informasi yang beredar, batu besar atau asteroid itu seharusnya terkadang mengeluarkan cahaya. Namun, 20 menit hampir berlalu, dan tidak ada cahaya sama sekali," ujar Steven.
"Keluar cahaya? Mungkin itu komet, bukan asteroid," ujar Radit.
"Kalau meledak, sepertinya akan seru," ujar Gilbert.
"Its... jaga omonganmu," ujar Britta.
30 menit berlalu.
Radit terus memandangi batu besar itu, bahkan terlihat tidak berkedip sama sekali. Hana, melihat Radit tampak khawatir, ingin berbicara dengannya namun merasa enggan karena dirasa tidak perlu.
40 menit berlalu.
Radit mulai merasakan sakit kepala dan merasa pusing. Dia sesekali memegang kepalanya.
Raka, melihat Radit seperti itu, mulai mendekatinya. "Radit, kau baik-baik saja? Kalau kau sakit, tidur saja duluan di tenda," ujar Raka yang khawatir.
"Tidak apa-apa kok, aku belum ingin tidur," ujar Radit.
50 menit berlalu.
"Sepertinya tidak ada hal yang istimewa dari fenomena langka ini," ujar Amelia.
"Ya, sepertinya begitu. Aku mulai merasa bosan juga," ujar Gilbert.
"Ah, aku masak sate dan barbekyu saja biar tidak bosan," ujar Britta. "Aku ikut bantu!" ujar Fauzan.
Steven membaca setiap artikel berita yang ada di internet. Dalam setiap artikel, ada situs lokal yang menarik perhatian Steven. Judul utamanya yang baru dirilis 10 menit yang lalu tertulis, 'Salah satu pulau di negara Kaendah mengalami mati lampu dan gangguan sinyal secara masal'.
Steven ingin memulai pembahasan itu dengan yang lain, namun merasa tidak perlu, karena dia khawatir itu hanya berita hoaks yang sengaja ditulis karena adanya fenomena tersebut.
60 menit berlalu. Jam saat itu telah menunjukkan angka 10.00 PM.
Di salah satu stasiun TV mulai memberitakan bahwa telah terjadi gangguan gelombang elektromagnetik di seluruh dunia.
65 menit berlalu.
Salah satu stasiun TV ternama di Tritan memberitakan bahwa telah terjadi mati listrik hampir di setiap distrik di Tritan.
Otoritas keamanan di bulan Tritan mulai memberlakukan keadaan gawat darurat level 3 dari 5 level. Lembaga listrik di bulan Tritan telah menghidupkan cadangan listrik darurat ke semua wilayah terdampak.
70 menit berlalu.
"Woah, apa yang terjadi? Mati listrik di mana-mana? Apa ini efek batu besar tersebut akan melewati planet ini?" ujar Lucia sambil melihat mini hologram TV.
75 menit berlalu.
"Hei, lihat salah satu titik di bagian batu besar itu, memancarkan cahaya," ujar Jiyan. "Woah, benar!" ujar Leonardo.
"Wah gila, lihat ini! Komentar di siaran langsung online ini semakin menggila. Komentarnya tidak berhenti berjalan. Yang menonton sudah lebih dari 500 juta orang dan terus bertambah! Ini semakin menarik," ujar Steven. "Ini semakin menarik," ujar Raka.
Radit merasa dirinya semakin pusing dan sakit di kepala, tetapi ia tidak menampakkan rasa sakitnya agar teman-temannya tidak khawatir. Hana, yang melihat Radit seperti sedang memaksakan dirinya, tampak khawatir.
80 menit berlalu.
Salah satu berita di stasiun TV memberitakan, 'Seluruh militer di seluruh dunia tengah bersiaga, namun melawan siapa? Apakah Perang Dunia ke-4 akan terjadi?'
Salah satu stasiun TV ternama di bulan, Tritan, memberitakan, 'Sejumlah tim ekspedisi alam semesta, yaitu Badan Eksplorasi Semesta (BES), sedang mendekati Asteroid.'
85 menit berlalu.
Tiba-tiba batu besar tersebut mengeluarkan cahaya yang amat terang dan menyilaukan. Mini hologram TV milik Steven seketika mati dan konslet.
Mereka yang berada di tempat kemah kaget semua.
Steven, melihat bahwa mini hologram TV-nya rusak, segera memeriksa laptopnya. Setelah memeriksanya, sepertinya tidak ada yang rusak.
Radit, merasa sakit kepala yang tidak dapat ditahan, memegang kepala dengan kedua tangannya dan menekan kepalanya. Lainnya melihat Radit kesakitan langsung menghampirinya.
"Radit, kau baik-baik saja?" ujar Raka, sedikit panik. Radit memandangi sekelilingnya bahwa teman-temannya memperhatikannya, namun pandangannya sedikit aneh, seperti tercampur aduk.
Di bagian belakang Hana, dia melihat ada gadis misterius yang memandangi dirinya dengan rasa khawatir.
Akibat pandangannya yang aneh tersebut, Radit sedikit berkeringat. "Hei, Radit, kau baik-baik saja?" ujar Leonardo.
Radit memandangi Leonardo yang duduk di depannya, namun seketika itu dia menyadari ada yang aneh dan Radit fokus melihat ke arah belakang Leonardo.
Radit menatap gadis misterius yang berdiri di ujung tebing. Gadis misterius tersebut menatap batu besar itu.
Leonardo, yang mengetahui bahwa Radit sedang melihat ke arah belakangnya, langsung menoleh ke belakang.
Raka, yang melihat Leonardo spontan juga melihat ke tempat yang dipandangi Radit. Namun, tempat itu kosong, tidak ada siapa pun atau apa pun di ujung tebing itu.
Gadis misterius yang berdiri di ujung tebing itu hanya bisa dilihat oleh Radit. Orang yang memakai seperti jubah itu membuka penutup kepalanya dan terlihat berambut panjang.
Ketika orang itu mulai menoleh ke arah Radit, namun belum sepenuhnya, tiba-tiba Leonardo berkata sesuatu sambil menggoyangkan tubuhnya. "Radit, apa yang kau lihat? Radit!" seru Leonardo.
Radit tersadar dan berbicara, "Aku melihat seseorang di sana," ujarnya, menunjuk ujung tebing tempat orang itu berdiri. Lainnya seketika melihat ke arah yang ditunjuk Radit, namun di mata mereka, memang tidak ada siapa-siapa. Radit yang melihat kembali ke tempat itu, ternyata orang tersebut sudah tidak ada.
Itu membuat semuanya menjadi canggung dan sekaligus bingung.
90 menit berlalu.
Saat lainnya disibukkan dengan Radit, tiba-tiba batu besar itu mengeluarkan cahaya menyilaukan lagi, dan bersamaan dengan suara bising nyaring yang tidak enak didengar sekitar 1 menit.
Steven melihat laptopnya kembali, dan melihat siaran langsung online itu yang ternyata sudah mati.
Administrator siaran langsung online itu memberikan pesan pengumuman melalui balon obrolan, bahwa kamera untuk melihat batu besar telah rusak semua setelah cahaya kedua yang menyilaukan bersinar.
Insting tajam yang dimiliki Lucia tiba-tiba merasakan bahwa dirinya dalam bahaya besar.
95 menit berlalu.
"Radit, kau tidak apa-apa?" tanya Raka yang panik.
"Aku baik-baik saja," jawab Radit.
"Apa itu karena cahaya itu? Hal aneh pada Radit aktif kembali?" tanya Amelia.
"Aku tidak tahu, mungkin iya," jawab Raka.
Lucia seketika itu menunjukkan sikap formalnya kepada Leonardo. "Tuan, dan juga teman-teman Tuan, mohon untuk pergi meninggalkan tempat ini," ujar Lucia dengan raut muka yang sangat serius.
"Ada apa, Lucia?" tanya Leonardo.
"Saya merasakan marabahaya yang sangat kuat saat ini," jawab Lucia.
100 menit berlalu.
Leonardo yang belum sempat membalas perkataan Lucia, tiba-tiba terdengar suara aneh yang tidak diketahui asalnya dari mana. Suara itu seperti dentuman namun sangat keras.
Lucia menatap batu besar itu, yang lainnya sempat terfokus ke Lucia, kembali melihatnya, dan setelah melihat Lucia memandang batu besar, lainnya juga ikut melihat.
105 menit berlalu.
Pada saat itu juga cahaya silau ketiga muncul, namun sekarang dibarengi suara dentuman yang amat sangat keras.
Setelah itu, tiba-tiba terjadi gempa. Semua yang ada di pinggir tebing langsung sigap pergi ke arah tenda yang jauh dari tebing. Semuanya kemudian menatap batu besar itu, ternyata batu besar itu terbelah menjadi 4 bagian, namun tidak rata.
110 menit berlalu.
Saat itu, mereka mulai panik dan membereskan barang-barang untuk dibawa turun ke pondok.
Steven masih terus memandangi laptopnya lalu berkata, "Teman-teman, sepertinya batu besar itu berbahaya sekali. Akibat dari cahaya ketiga itu, saat ini telah terjadi gangguan magnet di planet ini. Lalu, pergerakan batu besar itu berubah arah, itu menuju..."
"Menuju apa!?" tanya Amelia yang panik dan penasaran.
"Itu menuju ke arah planet ini! Dan kecepatannya bertambah lebih cepat lagi!" jawab Steven. Lainnya mendengar itu terkejut bukan main.
115 menit berlalu.
Masih terkejut dengan apa yang diberitahu Steven, tiba-tiba saja batu besar itu meledak, menjadi puing-puing.
Puing-puing itu mengarah ke berbagai tempat, ke arah bulan Tritan dan planet Terra.
Ketika ledakan itu terjadi, Lucia dengan refleks berteriak keras, "Cepat, semuanya kembali ke mobil!" ujarnya.
Lainnya mendengar itu sangat panik dan mulai mengikuti arahan Lucia. Namun, walau keadaan panik, Steven tidak lupa membawa peralatan canggih miliknya seperti laptop.
120 menit berlalu. Waktu menunjukkan pukul 11.00 PM.
Puing-puing itu mulai memasuki atmosfer bulan Tritan dan mulai menghantam beberapa permukaan bulan Tritan.
Mereka yang sedang berada di hutan masih berlari menuju parkiran. Mereka sudah melewati pondok dan menuju terus ke parkiran.
125 menit berlalu.
Semua berlari dengan cepat hingga terengah-engah. Puing-puing dari ledakan batu besar itu mulai memasuki planet Terra.
130 menit berlalu.
Semua sudah hampir tiba di parkiran, terlihat banyak orang yang mulai menyalakan kendaraan mereka.
Beranjak untuk pergi dari tempat itu dan menuju tempat aman, yaitu bunker yang berada di pinggiran kota.
Pada saat itu juga, puing-puing itu jatuh di dalam hutan. Akibat jatuhan puing itu, ledakan dahsyat terjadi dan menyebabkan getaran kuat yang membuat orang yang berada di parkiran terjatuh.
135 menit berlalu.
Puing-puing mulai menghantam planet Terra, getaran atau gempa terasa terus menerus.
Radit dan teman-temannya yang berada di sekitar mini bus langsung naik ke kendaraan. Lucia sudah menghidupkan mesin mini bus, namun tidak jalan karena terlalu berbahaya. Dia menunggu instingnya, walau beberapa kendaraan telah pergi duluan.
"Lucia, cepat jalan, kenapa kau berpikir?" tanya Leonardo.
"Tunggu, Tuan. Aku merasakan suasana masih cukup berbahaya," jawab Lucia.
145 menit berlalu.
Warna gelap langit sekarang dipenuhi bintang-bintang, mungkin dikarenakan telah matinya lampu di seluruh dunia yang membuat minimnya cahaya dapat melihat bintang-bintang. Saat ini, langit nampak lebih indah dari sebelumnya dan juga sangat menakutkan.
Pada saat itu juga, gempa dahsyat terjadi dan dentuman luar biasa keras terdengar beberapa kali.
150 menit berlalu.
Mereka yang berada di parkiran dan bersiap pergi, sebagian memandangi ke arah kota yang dipenuhi cahaya merah.
160 menit berlalu.
Tiba-tiba terdengar suara raungan yang sangat nyaring terdengar dari berbagai arah. Itu seperti suara raungan hewan.
170 menit berlalu.
Lucia melihat keadaan sekitar dan langit. Merasa keadaan sudah cukup stabil, kemudian menyuruh lainnya menuju ke dalam mini bus dan berangkat menuju kota.
Tujuan utamanya adalah tanah milik Leonardo yang berada di dekat bunker pinggir kota. Setelah semua masuk, Lucia langsung menancapkan gasnya.
Steven, yang tidak dapat tempat duduk, terpaksa duduk di antara Laras dan Amelia. Mereka berdua tidak memperdulikannya karena dalam keadaan panik.
Orang-orang di sana yang melihat bis Radit dan teman-temannya juga bergegas pergi dan menuju pinggir kota.
175 menit berlalu.
Selama perjalanan menuju tempat aman, ternyata kejadian jatuhnya puing-puing itu belum selesai.
Puing batuan yang tersisa berjatuhan dan beberapa dari puing itu mengarah ke arah mini bus Radit dan temannya.
Puluhan puing jatuh berada di sekitar kendaraan mini bus yang ditumpangi Radit. Beberapa kendaraan ada yang terkena langsung puing-puing itu. Akibat dari kejadian itu, Lucia terpaksa memberhentikan mobil.
180 menit berlalu, waktu telah menunjukkan pukul 00.00 AM. Kejadian fenomena batu besar telah berlalu.
Tapi, benarkah itu?
Leonardo yang berada di samping Lucia menatap langit di sebelah kiri mini bus. Dia melihat bahwa ada puing-puing yang menuju ke arah mereka.
Leonardo langsung berteriak, "Semuanya, pegang erat sabuk pengaman kalian!" ujarnya.
Benturan terjadi. Mini bus terpental.
Mini bus yang ditumpangi Radit terbalik miring dengan posisi miring ke kanan.
****************
Waktu berlalu sangat cepat, Radit tersadar. Dia melihat sekitarnya bahwa lainnya sedang dalam keadaan pingsan, kecuali Gilbert yang sepertinya sudah terbangun duluan namun keadaannya penuh luka.
Dalam keadaan bingung, tiba-tiba saja pintu belakang mini bus itu terbuka. Radit menatap ke arah itu dan melihat sosok Lucia yang berdiri, tampak ada banyak luka juga, kemudian setelah itu melihat Leonardo yang muncul di balik samping mobil.
Lucia bergegas masuk, pertama dia membuka sabuk pengaman Hana yang berada di paling belakang mobil dan membopong Hana yang pingsan keluar.
Gilbert membuka sabuk pengaman sendiri.
Leo yang melihatnya berusaha membantunya. Setelah itu, Leonardo membopong Amelia yang pingsan keluar, sementara Gilbert membuka sabuk pengaman Raka dan kemudian mengangkatnya keluar.
Kemudian Lucia menatap Steven, menyadari bahwa tangan kanan milik Steven mengalami masalah. Lucia dengan hati-hati, dibantu Leonardo, mengangkat Steven yang terbaring di dada Laras untuk keluar.
Sepertinya Steven mengalami retak tulang kiri, mungkin karena dia tidak memiliki sabuk pengaman, jadi dia hanya mengandalkan Amelia dan Laras untuk pegangan.
Setelah itu giliran Laras, lalu Jiyan, Britta, dan terakhir si Radit.
Radit yang dibopong Leonardo ketika keluar dari mini bus tersebut melihat sekitarnya. Itu sangat porak-poranda, tanah yang hancur dan mobil yang terbakar serta orang-orang yang bergelatakan dan suara anak kecil yang menangis.
Radit berhenti dibopong Leonardo dan berdiri sendiri. Kemudian menatap bongkahan batu besar yang menghantam mereka untuk terakhir kalinya, namun sedikit agak jauh dari kendaraan mereka. Radit melihatnya dan, karena rasa penasaran yang kuat, serasa dia dipanggil batu tersebut dan tak sadar mulai mendekatinya.
"Kau mau ke mana?" tanya Leonardo, memegang pundak Radit dan berusaha menghentikannya.
"Ah, tidak, aku hanya penasaran dengan batu tersebut," jawab Radit.
"Jangan banyak tingkah dulu, kita semua sedang terluka," ujar Leonardo.
Radit menatap mereka semua dan melihat Raka yang sudah terbangun. Radit kembali menatap batu besar itu, karena rasa penasaran yang kuat, serasa dia dipanggil batu tersebut dan tak sadar mulai mendekatinya.
Leonardo yang melihatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya mengikutinya dari belakang untuk menemaninya dan karena juga penasaran.
Lucia melihatnya dan juga mengikuti mereka, karena bagi dia prioritas utamanya adalah tetap melindungi tuannya.
Mereka sudah di hadapan batu besar itu. Radit mulai memegang kepalanya, terasa sangat sakit kembali.
Leonardo yang melihatnya mulai menghampirinya. Lucia yang mengikutinya hanya berdiri jauh dari tempat mereka.
Seketika itu, mereka melihat batu besar itu bercahaya sedikit dan tiba-tiba mengeluarkan cahaya menyilaukan.
Radit seketika itu pingsan, dan Leonardo menangkapnya.
Tiba-tiba saja, muncul 3 serigala padang rumput. Namun, ada yang aneh: mata mereka berwarna merah darah dan taring mereka lebih panjang dan tampak ganas. Itu tidak terlihat seperti serigala padang rumput umumnya yang biasanya matanya berwarna hijau dan taringnya tidak terlihat, bahkan terkenal akan ramah tamahnya kepada manusia.
Salah satu serigala padang rumput itu melompat menuju Radit dan Leonardo untuk menerkamnya.
Leonardo menangkisnya dengan tangan kanan, dan tergigit. Gigitannya sangat kuat hingga Leonardo merasakan tulang tangannya remuk, lalu pada saat itu juga terdengar suara tembakan.
****************
Serigala padang rumput yang mengigit Leonardo tergeletak tak bernyawa. Lucia lalu mendekat ke Leonardo untuk melindunginya.
Lucia mengeluarkan senjata sekali lagi untuk membasmi serigala padang rumput tersebut. Namun, serigala padang rumput itu sangat lincah, membuat Lucia kesulitan mengenainya.
Tak lama, salah satu dari 2 serigala padang rumput tersisa tertembak, tetapi serigala padang rumput satunya sudah mulai loncat untuk menerkam Lucia, namun itu telah digagalkan oleh Leonardo yang melempar batu ke kepala serigala padang rumput tersebut.
Ketika serigala padang rumput terjatuh, Lucia menembakkan beberapa peluru ke serigala padang rumput itu.
"Tuan, kamu baik-baik saja?" tanya Lucia yang panik.
"Tidak apa-apa, cukup sakit, tapi masih bisa diatasi. Lucia, bawa Radit dan cepat lekas pergi dari tempat ini. Di sini sepertinya berbahaya," ujar Leonardo.
Mereka bergegas menuju mini bus mereka. Leonardo dan Lucia melihat semua sudah tersadar. Mereka yang melihat Leonardo yang terluka dan mengeluarkan banyak darah serta melihat Radit yang pingsan dibopong oleh Lucia, mulai panik kembali.
Lucia menidurkan Radit di tanah, dan menyuruh Gilbert, Jiyan, Raka, dan Steven untuk mendorong mini bus mereka agar tidak terbalik lagi. Mereka mendengar perintah dari Lucia langsung menurutinya tanpa pikir panjang.
Setelah mini bus sudah dibalikkan, Lucia berusaha menghidupkan kembali mini bus itu dan berhasil.
Lalu mereka semua pergi menuju ke tanah pinggiran milik Leonardo yang berada di pinggiran kota menggunakan mini bus yang kacanya sudah hancur dan rusak itu dengan pelan-pelan. Di dekat kediaman itu juga terdapat bunker.
Mereka semua sangat lelah, memandangi kebakaran dan asap di mana-mana, suara sirine juga terdengar dari kejauhan. "Apakah semua akan baik-baik saja?" tanya Hana sambil menghela nafasnya.
Pada saat itu waktu telah menunjukkan pukul 00.40 AM dan puing-puing masih terus berjatuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments