Jiyan masih berbaring di tengah aula dan sedang diperiksa oleh tim perawat yang ada di sana, sementara Steven tampak membanggakan dirinya.
Setelah beberapa waktu, Steven menghampiri Jiyan untuk melihat kondisinya. Setelah mendekat, Steven menatap Jiyan yang terbaring, lalu Jiyan berkata, "Ingin mentertawakan-ku?" ujarnya.
Steven membalas, "Untuk apa? Kamu berhasil memukul dengan telak juga. Lagi pula, aku tidak punya kebiasaan meremehkan atau merendahkan orang lain," ujarnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya.
Jiyan, yang mendengar, merespon meski sedikit lama, "Cih... dasar," ujarnya sambil tersenyum dan meraih uluran tangan Steven untuk berdiri.
Jiyan langsung berjalan ke arah tempat para penonton untuk dirawat oleh tim perawat, begitu juga dengan Steven.
****************
Di bangku penonton, pelatih 1 berkata, "Hm... anak ini memang berbakat, sepertinya." Ujarnya berbicara sendiri. Radit, yang mendengarnya, langsung merespon, "Maksud Bapak? Dia punya bakat di seni bela diri?" ujarnya.
"Kalau dilihat tadi, mungkin iya," jawab pelatih 1.
Raka, yang juga mendengarnya, ikut berbicara, "Setahu saya, dia lebih berbakat membuat suatu benda dan program karena dia juga suka itu. Aku tidak pernah lihat dia tertarik dengan hal seperti bela diri ini, tapi kalau senjata mungkin iya," ujarnya.
"Mungkin dia memiliki dua bakat," ujar pelatih 1.
****************
Jam menunjukkan angka 02.00 PM. Pertandingan berikutnya dan terakhir adalah Britta melawan Steven.
Pelatih 2 menyuruh kedua belah pihak untuk menuju posisi masing-masing. Britta, yang setengah hati, menuju posisinya. Lalu pelatih 3 berteriak, "Mulai!"
Setelah diam sebentar, Britta berkata, "Aku menyerah," ujarnya dengan suara pelan. Steven spontan berkata, "Hah?" ujarnya.
"Aku bilang aku menyerah!" suara Britta yang keras direspons dengan lamban oleh Steven, "Hah? Menyerah?" Ujarnya, begitu juga dengan para penonton.
"Ada apa, Britta?" tanya Hana dari bangku penonton.
"Huh... sepertinya aku tidak bisa. Aku pasti kalah melawannya. Aku saja yang terlemah dalam menyerang lawan di klub seni bela diri ini," ujar Britta yang merendahkan dirinya.
Gilbert, yang mendengarnya, langsung berkata dengan teriakannya, "Apa maksudmu? Kamu terlalu merendahkan diri. Tenangkan dirimu! Kamu itu hebat, kamu saja tidak menyadarinya! Kamu pasti menang. Percaya padaku," ujarnya.
Leonardo memandangi Gilbert dengan senyumnya. Britta, yang mendengarnya, membalas, "Tapi aku..." Britta yang belum sempat menyelesaikan kalimatnya langsung dipotong oleh Gilbert, "Tidak ada tapi-tapi, coba saja dulu hadapi," ujarnya.
Britta, yang sedikit menunjukkan senyumnya, berkata pelan, "Dasar laki-laki pemaksa, dari kita pertama kali bertemu selalu saja begitu," ujarnya.
****************
Britta, setelah mendengar itu, memantapkan hatinya untuk bertarung dan menatap Steven.
Steven, yang melihat, berkata, "Oh, sudah siap? Aku tidak akan menahan diri, walau kamu perempuan," ujarnya.
Britta mendengarnya langsung membalas, "Lawan aku dengan semua kemampuanmu," ujarnya, walau masih sedikit takut akan kalah.
Pelatih 2 yang melihat mereka berdua sudah siap untuk bertarung kembali berkata, "Kalian berdua sudah siap kembali, ok, siap bertarung... mulai!" ujarnya.
Britta tampak diam dan memasang posisi bertahan, sementara Steven yang melihatnya langsung menyerang dengan mengarahkan pukulan tangannya ke muka Britta, dan... (..... gedebuk ........)
Steven terbaring dan melihat ke atas aula. Masih terbaring, matanya menghadap ke belakang dan melihat Britta berdiri.
Semua yang ada di sana langsung termenung. Pelatih 2 yang juga termenung langsung berteriak, "PERTANDINGAN SELESAI, PEMENANGNYA BRITTA!" ujarnya.
****************
Britta, yang mendengarnya, terbingung-bingung.
Laras melihatnya tidak percaya kalau Steven langsung kalah begitu saja dan berteriak, "Steven, apa yang kau lakukan! Katanya kau tidak menahan diri lawan perempuan, tapi aku lihat kau menahan diri!" ujar Laras dengan suaranya.
Amelia yang mendengarnya langsung tertawa, "Hahahaha... Steven dikalahkan dalam beberapa detik oleh perempuan... hahaha," ujarnya.
Steven yang masih bingung, lalu mendengar Amelia dan Laras membuatnya langsung terbangun dan berkata, "Eh... eh, aku kalah...? Ini curang, kita tanding sekali lagi," ujar Steven.
Fauzan yang mendengarnya berkata, "Bang, kau sudah kalah dan yang menang Britta, jadi akui saja, hahaha..." ujarnya ikut tertawa.
"Hah? Diam kau... ini bohong, ulang sekali lagi pertandingannya," ujar Steven.
Radit yang tersenyum melihat tingkah Steven, di sampingnya ada Raka bertanya ke pelatih 1, "Pak, gerakan apa itu?" ujarnya.
"Yah, bagaimana cara menjelaskannya, itu gerakan bertahan. Melempar lawan dengan menghempaskan lawan ke belakang," ujar pelatih 1. Radit dan Raka merespon dengan bingung, "Huh?"
"Yah itu, ketika Steven mengarah pukulan tangan ke muka Britta, terdapat jarak pada lengan Steven yang hampir lurus, tidak menekuk. Namun sepertinya yang melancarkan serangan berikutnya dengan kaki langsung digagalkan karena Britta menangkap tangannya dan langsung mengangkatnya dan melemparnya ke belakang," jelas pelatih 1. Radit dan Raka yang mendengarnya, langsung mengangguk-angguk.
Leonardo yang mendengar ocehan Steven terus berkata, "Steven, kau ini sudah kalah, masih saja mau tanding ulang," ujarnya.
"Ini tidak seru, masa dalam beberapa detik pertandingan berakhir!" ujar Steven.
"Kalau kau kalah dengan cepat, berarti kau lemah, tahu," ujar Leonardo. "Hah, apa maksudmu!?" ujar Steven sedikit kesal.
"Hah... dasar kau ini. Britta, kau mau bertanding ulang dengan Steven?" ujar Leonardo. Britta ingin menjawab, langsung menoleh ke Steven.
Steven menatap dirinya dengan rasa membara, Britta yang melihat seperti mendengar kata-kata 'ulang-ulang-ulang-ulang'. Lalu Britta melihat ke Leonardo kembali yang ada di kursi penonton dan berkata sambil terbata-bata, "Ah... iya, gapapa," ujarnya.
Steven yang mendengarnya langsung berkata, "Yeah...! Pak, tolong beri aba-aba lagi," ujar sambil berteriak dan menunjuk Pelatih 2.
Lalu pertandingan dimulai kembali, ini babak kedua. Pelatih 2 menyuruh mereka berada di posisi masing-masing dan memulai lagi pertandingan.
Seperti tadi, Britta memasang posisi bertahan dan Steven posisi menyerang.
Steven kembali menyerang duluan, namun gagal serangannya dan terhempas ke belakang Britta lagi, namun tidak jatuh dan terbaring.
Steven terus menerus melakukan serangan namun selalu gagal dan terhempas.
Steven menyerang ke semua area tubuh, kaki, lutut, paha, pinggang, perut, dada, leher, punggung, kepala, muka, namun tidak ada yang kena.
Britta selalu memasang posisi bertahan dan tidak pernah menyerang sama sekali. Steven yang banyak sekali bergerak mulai kelelahan dan berkata, "Kau curang, serang aku, jangan menghindar terus," ujarnya dengan menunjuk Britta dengan kesal.
Saat Steven berbicara seperti itu, Jiyan yang sedang duduk di bawah lapangan (bukan bangku penonton) berteriak, "Rasakan itu, Steven! Kau tidak akan bisa melawan Juara bertahan di klub kami, yaitu Britta, hahaha..." ujarnya yang membanggakan Britta. Steven yang mendengarnya langsung membalas, "Diam kau yang sudah kalah!" ujar Steven yang sedang kesal.
Britta yang mendengarkan itu tersenyum dan berpikir bahwa sebenarnya dia hebat.
Steven yang melihat senyuman itu salah paham dan berkata, "Oh, kau sekarang meremehkan-ku ya," ujarnya.
Britta langsung membalas, "Eh, tidak... kau salah paham," ujar Britta yang panik. Steven langsung menyerang seketika, namun masih terus menghindarinya.
Setelah beberapa waktu itu terus terulang dan Steven mulai kehabisan stamina.
****************
Leonardo yang melihat langsung berdiri dan berteriak, "Ok, cukup, hentikan!" ujarnya. Steven spontan membalas, "Belum! Aku bahkan belum memukulnya," ujar Steven yang terengah-engah.
"Percuma dilanjutkan, lihat dirimu sudah kehabisan nafas begitu," ujar Leonardo. Steven hanya terdiam karena dia juga melihat kenyataannya bahwa dia tidak dapat menyerang Britta.
Pada saat itu, pertandingan berakhir. Leonardo menatap Britta dengan seksama. Britta yang merasakan itu langsung menundukkan kepalanya.
"Sepertinya kau jago dalam bertahan ya," ujar Leonardo. Britta hanya terdiam.
"Ok, sekarang aku akan menyerangmu," ujar Leonardo. Britta mendengarnya menjawab, "Eh... eh?" Ujarnya.
"Tidak usah banyak tanya, bersiap dan pasang posisi bertahan paling bagusmu," ujar Leonardo. Britta mendengar itu langsung memasang posisi bertahan.
Leonardo mendekati Britta, serangan pertama menggunakan kaki. Kaki Leonardo menuju ke depan dan mengincar kaki Britta.
Britta seketika itu mundur ke belakang, tak ada kesempatan, Leonardo langsung mengarahkan tangannya ke arah muka Britta. Dia langsung merespon dengan berusaha menutup mukanya dengan tangan dan mundur ke belakang.
Alih-alih ingin menyerangnya dengan tinju, Leonardo menangkap tangan kiri Britta.
Sebelumnya tangan kanan Leonardo mengepal, namun setelah dekat dengan muka Britta, tangannya berhenti mengepal.
Leonardo yang berhasil menangkap tangan kirinya berusaha menahan agar tangannya tidak melindungi mukanya.
Setelah itu, tangan kiri Leonardo bergerak dan mengarah ke pipi kiri Britta yang tidak terlindungi, lalu plak...
Leonardo menampar pipi kiri Britta cukup keras.
Leonardo langsung menoleh ke belakang, di sana ada Steven yang sedang duduk di arena pertandingan dan berkata, "Semudah ini kau tidak bisa?" ujarnya.
Steven melihat itu sampai tidak bisa berkata apa pun, Steven sendiri fokus memandangi Britta.
Britta yang berdiri di dekat Leonardo memegang pipi kirinya dan menundukkan kepalanya serta menutup matanya.
Amelia seketika spontan berkata, "Ah... Leo, kau jahat, menampar perempuan!" ujar Amelia. Raka berkata pelan, "Huah... mentalnya kena sudah," ujarnya. Radit menyambung perkataan Raka, "Apa rasanya lebih sakit dari dipukul?" ujar Radit.
******
Semua yang ada di sana menatap Leonardo dengan sinis. Leonardo berkata, "Ada apa dengan kalian ini? Pertarungan jadi biasa saja, malah aku sengaja menamparnya ketimbang memukulnya," ujarnya.
Britta yang berdiri seketika duduk dan mulai menangis. Amelia, Hana, dan Laras berdiri dan mendekati Britta.
Hana mengusap-usap kepalanya dan Laras mengusap-usap punggungnya. Britta sambil menangis berkata, "Hue... Hue... Orang tua ku saja tidak pernah menamparku," ujar Britta yang menangis.
"Kau ini, dasar musuh wanita!" ujar Amelia. "Kenapa aku yang jadi salah?" ujarnya Leonardo.
Kejadian itu berlangsung beberapa saat, dan Britta berhenti menangis.
Dia langsung berdiri dan berkata kepada Leonardo, "Maafkan aku, Leo tidak salah. Benar katanya, ini pertandingan jadi hal itu juga mungkin terjadi," ujarnya dengan tulus. Dalam hatinya, dia juga merasa bersalah pada dirinya karena sempat sombong karena berhasil menang melawan Steven, tetapi dikalahkan oleh Leonardo dengan mudah membuatnya merasa bahwa dia masih kurang berpengalaman.
"Kau tidak perlu minta maaf, dia emang musuh wanita," ujar Amelia. "Tidak, Mel... ini memang salahku, aku minta maaf karena telah menangis tadi," ujarnya.
Leonardo yang melihatnya berkata, "Yah... sudahlah aku maafkan, lagipula tidak perlu minta maaf juga. Jadi lupakan saja," ujarnya.
****************
Waktu hampir menunjukkan jam 03.00 PM. Gilbert, Jiyan, dan Britta berdiri tengah lapangan menghadap Leonardo dan Steven.
"Jadi... dua orang kalah dan satu orang menang. Ironis sekali dua orang yang punya tujuan lebih kuat malah dikalahkan," ujar Leonardo.
Gilbert dan Jiyan menundukkan kepala mereka.
"Tapi dari awal aku memang tidak menilai harus menang dan kalah," ujar Leonardo. "Jadi, apa kami diterima?" tanya Gilbert.
"Hm... Gilbert, walau kalah dia menyadarinya penyebabnya, terlalu gegabah dan meremehkan musuhnya. Jiyan juga... merasa sudah berhasil mengalahkan Steven langsung lengah," ujar Leonardo.
"Oh iya... aku mau tanya, kenapa kau tidak melakukan serangan? Apa itu strategimu untuk menghabiskan stamina lawanmu?" tanya Leonardo.
Gilbert dan Jiyan memalingkan wajahnya, Leonardo dan Steven tampak bingung.
"Ok, coba serang Steven," ujar Leonardo.
"Eh, kenapa aku lagi?" tanya Steven.
"Sudah, ikuti saja," ujar Leonardo.
Britta dengan posisi bersiap menyerang Steven dan mengarahkan tinjunya ke dada Steven.
Namun, tinjunya sangat lambat dan tak bertenaga. Kepalan tangan Britta dengan mudah ditangkap Steven.
Steven menatap Britta yang matanya tertutup.
Seketika, Steven berteriak, dan Britta terkejut hingga membuka matanya. "Kenapa kau ini lemah sekali? Kau sengaja meremehkanku lagi!" ujar Steven yang kesal.
"Ma... maafkan aku," ujar Britta.
"Apa-apakah ini?" tanya Leonardo, dan langsung dibalas oleh Jiyan, "Leo, dia dianggap terlemah di klub bela diri karena serangan dia itu tidak bertenaga, bukan karena dia tidak bisa menggerakkan-gerakan bela diri," ujar Jiyan.
Steven menatap Britta dan masih memegang kepalan tangan Britta dan berkata, "Kalau tidak salah, kau ini sering menutup mata saat aku menyerangmu... jangan-jangan... kau ini penakut ya," ujar Steven. Mereka semua termenung melihat Britta.
"Jadi... bagaimana? Apa kita diterima?" tanya Gilbert. "Huh... ya, kalian diterima. Kalian semua unik sekali. Mungkin melatih kalian akan seru," jawab Leonardo.
Gilbert, Jiyan, dan Britta, yang tangannya masih dipegang Steven, mendengar dan langsung bergembira.
Laras, yang melihat tangan Steven masih memegang tangan Britta, berkata, "Sampai kapan tanganmu memegang Britta?" ujarnya dengan nada sedikit kesal.
"Ah, iya, aku lupa melepasnya. Eh... kenapa kau yang kesal?" ujar Steven.
"Hmmmm...." ujar Laras sambil memalingkan mukanya. Hana yang melihat berkata dengan pelan, "Dasar mudah ditebak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments