Mereka semua sudah berangkat menuju rumah sakit pusat, melewati jalur yang disarankan Steven.
****************
Di konvoi paling terdepan.
"Tablet? Hm... laptop? Ini cukup menarik," ujar Leaf sambil memegang laptop Steven.
"Terima kasih, saya merakitnya sendiri. Itu laptop tapi bisa dilipat dan sedikit dikecilkan jadi terlihat seperti tablet juga," ujar Steven.
"Wow, kau merakitnya sendiri. Hebatnya, ini kuat sepertinya tahan banting, tipis, mudah dibawa, dan juga sepertinya spesifikasinya cukup tinggi," ujar Leaf.
"Terima kasih pujiannya sekali lagi," ujar Steven.
"Tak usah merendah begitu," ujar Leaf, memberikan kembali laptopnya ke Steven.
Steven kembali melihat jalur menuju ke rumah sakit pusat dan juga melihat CCTV yang masih aktif sepanjang jalan tersebut, apakah jalan tersebut tertutup atau tidak.
Setelah 2 kilometer perjalanan dari tempat rumah sakit darurat pada bab sebelumnya, mereka telah memasuki daerah gedung bertingkat rendah. Setelah melewati jembatan layang tol kota, apakah perjalanan mereka akan lancar?
Mereka menuju pusat kawasan tersebut yang berjarak 2 kilometer lagi. Mereka melihat kiri dan kanan selama perjalanan.
Banyak sekali orang yang terduduk di pinggir jalan, namun kawasan tersebut agak sepi, sepertinya orang-orang pergi meninggalkan tempat itu. Mereka juga melihat banyak gedung yang hancur dihantam puing-puing batu besar.
Selama perjalanan, banyak jalanan yang amblas. Tak lama dari itu, mereka telah tiba di pusat kawasan setelah sampai di simpang tengah kawasan tersebut. Mereka berbelok ke kanan dan terus sepanjang 20 kilometer menuju daerah pusat kota.
"Ku kira di tengah persimpangan tadi kita akan dikejutkan sesuatu lagi," ujar Gilbert di truk.
"Oh, ayolah, perkataanmu selalu membawa petaka, tau," ujar Fauzan.
"Eh, benarkah?" ujar Gilbert.
"Kau dengan perkataan kamu saat malam di pondok? Kamu bilang, 'kalau meledak pasti akan seru', dan itu terjadi dan parah sekali," ujar Fauzan.
"Ah, itu cuma kebetulan," ujar Gilbert.
****************
Tidak lama dari perkataan Gilbert, tiba-tiba terdengar suara dentuman dan langsung terdengar suara bangunan runtuh. Kendaraan berhenti mendadak.
"Tuh, kan sudah kubilang, kau diam saja," ujar Fauzan yang kaget, berpegangan dengan anggota militer di sebelahnya.
"Haduh, apa yang terjadi?" ujar Hana.
Tak lama dari itu, satu orang anggota militer datang menghampiri belakang truk.
"Ada apa, kenapa mendadak berhenti?" tanya salah satu anggota militer di dalam truk.
"Jalan di depan amblas, mobil terdepan masuk ke dalam bawah tanah itu saluran air bawah tanah," jawab anggota militer yang menghampiri truk.
"Eh, itu mobil yang ditumpangi Steven," ujar Radit. Mendengar itu, Radit langsung berusaha turun dari truk.
Namun anggota militer menghalanginya dan berkata, "Tenang, kita juga akan turun, jadi satu per satu," ujar anggota militer yang melarang Radit.
****************
Mereka telah turun satu per satu.
Mereka mendekati tempat jalan yang amblas tersebut. Radit dan teman-temannya melihat kondisi mobil yang terjatuh.
Di samping mobil tersebut ada Steven, Leaf, dan juga dua anggota militer lainnya yang sedang berdiri.
"Kalian baik-baik saja?" tanya salah satu anggota militer yang menengok ke bawah.
"Ya, kami baik-baik saja," jawab salah satu anggota militer yang terjatuh. Steven memeriksa kondisi laptopnya.
Radit dan teman-temannya memperhatikan tingkah Steven yang memasang muka datar.
"Anak ini yah, semua mengkhawatirkannya dia malah sibuk dengan laptopnya. Sepertinya laptopnya lebih berharga dari nyawanya," ujar Laras yang kesal melihat Steven.
"Hahaha... namanya juga Steven," ujar Raka.
"Hei, kau ini, sepertinya laptop ini sangat berharga. Benar-benar kuat laptop ini," ujar Leaf. Steven mendengarnya hanya terdiam tidak bisa berkata apa-apa.
"Hei, ambil tali tambang dan tarik mobil ini keluar," ujar Leaf. "Baik, Kapten!" jawab salah satu anggota militer.
Setelah tali tambang diambil, mereka melempar tali ke bawah dan mengikatnya ke belakang mobil lapis baja tersebut.
Tali tambang itu ditarik oleh kendaraan tank personel lapis baja.
Setelah beberapa waktu, mobil lapis baja itu berhasil ditarik keluar, dan sekarang giliran Steven, Leaf, dan dua anggota militer untuk naik.
Setelah sampai di atas, anggota militer lainnya mencoba menghidupkan kendaraan yang terjatuh tersebut, dan ternyata masih bisa dihidupkan.
Setelah kejadian itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan memutar jalur yang amblas tersebut.
Setelah 5 kilometer dari pusat wilayah tersebut, mereka mulai memasuki dalam kota, dan setelah 15 kilometer lagi mereka akan tiba di tujuan.
Selama perjalanan, mereka tidak mengalami masalah. Namun, saat kilometer ke-6, jalanan kembali amblas cukup dalam. Tidak seperti sebelumnya, saluran air bawah tanah ini cukup tinggi, sekitar 600 meter, dan mereka semua terjatuh ke bawah.
****************
"Akh... kau tadi bilang hal aneh lagi ya, Gilbert," ujar Fauzan yang kaget.
"Kali ini aku diam," ujar Gilbert.
"Kalian semua, ayo turun," ujar salah satu anggota militer di dalam truk. Mereka yang ada di dalam kendaraan turun semua.
Tempat itu sangat gelap dan juga banjir. Lantai tempat itu tergenang air sedikit, tingginya kurang dari mata kaki. Mereka yang memiliki senter langsung menghidupkannya.
"Woah, tinggi sekali," ujar Amelia, melihat ke atas.
"Kalian semua tidak ada yang terluka, kan?" tanya Radit. Mereka semua menggelengkan kepala.
Steven mengeluarkan ponsel dari smartphonenya, lalu membidik sesuatu untuk mengukur ketinggian tempat tersebut dan berkata, "Tingginya 656 meter, lumayan juga," ujar Steven.
Semua yang ada di sana menatap ke atas dan salah satu anggota militer berteriak, "Halo yang di atas! Ada orang di sana? Tolong bantu kami!" namun tidak ada jawaban balasan.
"Kapten, jadi kita harus apa?" tanya salah satu anggota militer kepada Leaf.
"Yah, walau kau bilang sesuatu, aku juga tidak tahu," ujar Leaf masih berpikir.
Raka melihat sekitarnya seperti mengenali tempat itu. "Radit, kau tahu tempat ini?" tanya Raka.
"Hah, mana aku tahu, di sini saja gelap banget," jawab Radit.
"Kita pernah lewat sini, loh. Lihat tanda pada tiang itu," ujar Raka, menunjuk salah satu tiang penyanggah.
Radit menatap dan mendekati tiang tersebut. Di situ terdapat anak panah dan tulisan 'KRR'. "Kau masih ingat tulisan KRR ini?" tanya Raka.
Radit masih menatap dan mengingat-ingat, dan dia mengingatnya. "Oh, itu ya, aku ingat! KRR adalah Karen Radit Raka," ujar Radit.
Radit dan Raka disaat itu mengenang masa lalu mereka disaat tempat tersebut bersama seseorang.
****************
Leonardo dan Gilbert menghampiri mereka yang melihat tiang penyanggah. "Kalian sedang apa?" tanya Leonardo.
Radit dan Raka menoleh ke Leonardo dan Gilbert dan berkata bersama, "Kami tahu jalan keluarnya!" ujarnya, Leonardo dan Gilbert juga berkata bersama, "Oh! Bagus kalau begitu," ujarnya.
Radit dan Raka memberitahu Leaf bahwa mereka mengenali tempat tersebut. Setelah mendengar penjelasan Radit dan Raka, dia setuju untuk mengikutinya.
Mereka semua membawa perlengkapan senjata di mobil dan juga amunisinya. Kendaraan mereka ditinggalkan dan mereka semua mulai berjalan kaki.
Apakah selama perjalanan mereka akan diserang monster? Ya, kita baca saja terus, kita tidak dapat juga memprediksikan hal sampai situ juga.
Mereka semua mengikuti Radit dan Raka, berjalan dengan hati-hati di tempat yang gelap tersebut.
"Hati-hati, nanti kalian tersesat," ujar Raka.
"Huah, aku tidak sampai tercebur di air kotor tersebut," ujar Laras.
"Kyah..." suara dari Amelia yang terpeleset, Leonardo yang ada di sampingnya dengan refleks menangkap Amelia yang hampir tercebur.
"Cmiwww... panas anak muda," ujar salah satu anggota militer. Amelia yang mendengar itu langsung berkata, "Mau sampai kapan kamu pegang aku?" ujarnya.
"Ya, maaf," ujar Leonardo malu-malu. Dalam hati Amelia berkata, 'Kenapa dia jadi malu-malu sih?' katanya.
Mereka semua lanjut berjalan.
"Hei, kenapa kalian tahu tempat ini?" tanya Gilbert.
"Ya, waktu kecil kami pernah bermain-main di sekitar sini," jawab Raka.
"Hah, main di sini?" tanya Leonardo.
"Suram sekali masa kecil kalian," ujar Laras.
"Yah, ini karena keluar dia yang aneh," ujar Radit menunjuk Raka.
"Hei, jangan bilang keluargaku aneh," ujar Raka.
"Ya, kan karena keluargamu kerjaannya sebenarnya..." belum sempat Radit menyelesaikan ucapannya, dia menutup mulutnya dengan tangan karena dia lupa bahwa itu seharusnya rahasia.
"Yah, tidak apa, Radit, nanti pada waktunya juga ketahuan," ujar Raka, lainnya hanya menatap Raka. "Jadi, keluargamu sebenarnya kerja apa, Raka?" tanya Steven.
"Keluargaku adalah gangster besar yang menguasai dunia bawah di kota ini," jawab Raka, lainnya mendengarnya terkejut atas pernyataan langsung dari Raka.
"Jadi maksudmu keluargamu mengurusi selokan ini?" tanya Fauzan. "Pffft..." suara salah satu anggota militer yang mendengar Fauzan, hampir tertawa.
"Kau ini bodoh atau sengaja? Maksud dia itu keluarganya bekerja di dunia gelap, berurusan dengan pembunuhan, suap, narkoba, dan lainnya," ujar Steven.
"Yah, keluarga aku segitunya kok, kami mengurangi kontak sebisa mungkin dengan hal-hal negatif seperti itu, kami lebih ke pengawas dunia bawah," jawab Raka.
Lainnya hanya mendengarkan tanpa membalas. Namun, Fauzan membalas dengan topik berbeda.
"Ya, tapi dari semua barusan tidak menjawab kenapa kalian bisa bermain-main di sini," ujar Fauzan.
"Yah, kalian lihat di sini memang baunya agak gimana gitu, tapi di sini juga ada ikan-ikan, jadi kami ke sini pakai masker gas taktis untuk mancing di tempat besar luas tadi," jawab Raka.
"Hah?" suara dari semua orang di sana.
"Kalian ini, dibilang petualang bukan, dibilang kurang kerjaan juga tidak," ujar Leonardo.
Mereka semua terus berjalan, lalu Radit merasa sakit kepala kembali. "Akh..." suara Radit kesakitan dan terjatuh duduk.
****************
Hana yang berada di belakang Radit spontan langsung mendekati Radit. "Aku tidak apa-apa, mungkin karena bau ini membuatku pusing," ujar Radit menatap Hana.
Hana menatap Radit dan menyadari warna matanya berbeda dari biasanya, itu seperti warna putih menyala. "Eh, Radit, warna matamu berubah," ujar Hana.
Raka kemudian menghampiri Radit dan menatap wajahnya, namun ketika Raka melihat mata Radit, itu tampak normal. "Tidak ada yang salah dengan matanya," ujar Raka kepada Hana.
"Eh, tapi aku lihat matanya jadi berwarna putih cahaya," ujar Hana, memegang wajah Radit dan memaksanya menatap Hana. "Lah... ya, ini normal..." ujar Hana, tampak bingung.
"Hana, mungkin karena kejadian semua ini kamu tampak lelah," ujar Laras.
"Ah, iya mungkin aku berhalusinasi. Ayo jalan lagi," ujar Hana.
Raka dan Leonardo menganggap hal itu sebuah keanehan.
Mereka terus berjalan mengikuti tanda anak panah yang dibuat Raka dan Radit sewaktu masih kecil. Kemudian mereka menemukan cahaya dan anak panah itu juga menunjuk ke sana.
Di balik dinding bercahaya ada sebuah pintu. "Raka, memang masih ada anggota gang-mu di sana?" tanya Radit. "Tidak tahu, kita cek," jawab Raka.
Radit dan Raka mendekatinya, sedangkan lainnya menunggu jauh dan melihat mereka.
Kemudian mereka berdua mengetuk pintu tersebut. "Halo, ada orang?" tanya Radit.
"Kata sandinya?" tanya suara yang terdengar dari dalam.
"Eh, ada kata sandinya dong. Apa kata sandinya?" tanya Radit sambil berbisik.
"Mana ku tahu," jawab Raka.
"Ehm... maaf, kami terjatuh, jalanan amblas dan kami berusaha keluar dari tempat ini," ujar Raka.
"Hah? Omong kosong apa itu?" tanya suara dari balik pintu. Tiba-tiba, mereka yang ada di dalam mengintip keluar melalui sela pintu dan menatap Raka.
"Eh, itu tuan muda!" ujar orang yang mengintip keluar.
"Eh, kau bohong, ngapain di sini!" protes salah seorang di dalam.
"Cepat buka pintunya," ujar suara dari dalam.
Setelah itu, pintu terbuka, orang di dalam menatap Raka. "Oh, benar ini tuan muda!" ujar mereka.
Lalu mereka mempersilakan mereka masuk.
"Tuan muda, kenapa kamu bisa ada di bawah sini?" tanya salah satu anggota gangster.
"Ya, seperti yang aku bilang tadi, kami sedang jalan, tiba-tiba saja jalannya amblas," jawab Raka.
"Kalau begitu, ayo ke atas, tuan muda, kamu ingin segera pergi, bukan?" tanya salah satu gangster tersebut.
"Ok," jawab Raka.
"Raka, apa kamu ini dari keluarga gangster, bukan? Apa tidak ada apa-apa para anggota militer tahu tempat ini?" tanya Fauzan.
"Akh... si bodoh ini," ujar Steven. Para gangster baru menyadari kehadiran orang-orang dari militer.
"Ah... apa maksudmu? Aku tidak tahu tempat ini? Memang aku pernah ke sini? Sepertinya kita semua sedang mabuk. Hahaha..." ujar Leaf.
"Ah... apa maksudmu, Komandan..." Fauzan yang belum menyelesaikan ucapannya langsung dipotong oleh Leonardo.
"Oi... sudah, ayo cepat ke atas," ujar Leonardo, menarik paksa Fauzan.
****************
Para gangster dan militer menganggap pertemuan keduanya tidak pernah terjadi.
Mereka semua telah tiba di atas. Steven membuka laptopnya kembali dan mengecek kalau jarak rumah sakit tinggal 3 kilometer lagi.
"Ok, sudah waktunya kita berpisah, sampai di sini saja. Kalian akan menuju rumah sakit, sedangkan kami menuju gedung gubernur," ujar Leaf.
"Ah, ini gunakan truk kecil ini untuk mengangkut senjata dan perlengkapan kalian, pasti itu berat," ujar Raka, menunjuk truk bak terbuka. "Oh, itu sangat membantu, terima kasih. Kami akan mengembalikannya," ujar Leaf.
"Kalian tidak akan membuat keributan, kan?" tanya Raka, yang melihat gangster dan militer berdiri bersama sangat mengkhawatirkan.
"Kami akur kok, tuan muda, lihat ini," ujar salah satu gangster sambil merangkul anggota militer.
"Ingat, jangan perang!" tegas Raka. "Iya, sudah sana pergi," ujar Leaf.
"Sampai jumpa," ujar Radit dan teman-temannya yang naik truk bak terbuka menuju rumah sakit pusat untuk melihat kondisi adik Amelia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments