Waktu berlalu, jam makan siang pun tiba. Mereka sekarang istirahat dan makan siang terlebih dahulu sebelum melanjutkan pertandingan.
Sekarang mereka berada di aula makan bersama, makan bersama-sama dengan tamu gedung lainnya. Pelatih mereka bergabung bersama untuk makan juga. Mereka semua berbincang satu sama lain untuk memperdalam hubungan.
Laras di meja makan terkadang masih melirik-lirik Steven. Hana yang melihat langsung berkata, "Kau ini kenapa sih, lihat-lihat Steven terus?" ujarnya.
Amelia yang berada di samping Hana yang mendengarnya juga ikut bergabung dalam obrolan dan berkata, "Ehm... mungkin dia terpesona dengan kejantanan Steven yang menang tadi," ujarnya.
"Hah, mana ada!" ujar Laras yang mulai kesal. "Eh, tapi tadi Hana, kau lihat-lihat Steven terus, kamu suka ya?" ujar Amelia yang menggodanya.
Laras yang mendengarnya langsung memerah kupingnya dan berkata, "Diam, dasar bawel! Lihat dirimu sendiri, beberapa hari ini kamu terlalu dekat dengan Leonardo, kemarin waktu di pondok di malam itu, ketika kamu masuk ke dalam pondok dan ketika keluar, kupingmu memerah," ujar Laras yang kesal dan menggoda balik Amelia.
Amelia yang mendengarnya langsung terpancing dan bersuara sedikit keras ke arah Laras.
"Hah, ke... kenapa kau bawa-bawa nama Leo, dia gak ada hubungannya denganku dan kemarin di pondok itu... aku hanya mengusap kupingku karena dingin. Jadi jangan bilang ada hubungannya dia denganku," ujarnya.
Karena suaranya sedikit keras, orang-orang di sekitarnya menengok ke asal suara tersebut. Hana yang berada di samping sedikit tersentak kaget dan berkata dalam hati, 'Haduh, sampai teriak begitu, gampang sekali ditebak.'
Radit, teman-temannya, dan juga pelatih melihat ke arah Amelia. Leonardo yang mendengar itu langsung berkata, "Hah, ada apa denganku?" ujar Leonardo yang bingung.
Amelia yang menyadari sikapnya langsung menatap Leonardo dan berkata, "Kau diam saja! Ini gara-gara kamu!" ujarnya.
Leonardo yang mendengar itu terbingung-bingung dan berkata, "Kenapa aku yang salah jadinya?" ujarnya.
Di sisi lain, Raka, Radit, dan Pelatih 1 sedang berbincang-bincang, Radit hanya menyimak perbincangan mereka.
"Pak, kenapa kamu bisa tahu kalau Steven akan...?" ujar Raka. "Aku tidak bilang dia menang loh," ujar pelatih 1.
"Tapi, Bapak seakan-akan mengatakan Steven akan menang," ujar Raka. "Yah, memang sih, aku menaruh taruhan pada diriku, kalau Steven akan menang," ujar pelatih 1.
"Terus, kenapa Bapak merasa kalau Steven akan menang padahal dia tidak ikut klub seni bela diri atau komunitas apapun?" tanya Raka yang penasaran.
"Kau ingat saat kegiatan klub kalian pada minggu lalu. Aku itu melatih Steven loh... dan saat aku melatihnya, dia pertama kali itu lemah. Ya, tidak lemah sih, cara dia bergerak seperti orang berkelahi di jalanan, tapi sesekali dia juga memasang gerakan layaknya petarung bela diri," ujar pelatih 1.
"Terus saat latihan tanding bukannya dia tetap kalah terus kan?" tanya Raka. "Ya, seperti kamu bilang, dia selalu kalah, tapi untuk beberapa saat di Latihan tanding dengan Leonardo selama 3 babak. Leonardo mengajaknya saat kami sedang berlatih," ujar pelatih.
"Apa hubungannya dengan Leo? Bapak juga bilang sebelumnya 'Karena Steven sering berkelahi dengan Leo, ya kan?" tanya Raka.
"Ya, aku sebelumnya bilang begitu. Itu karena Leo, dia terus berkembang. Selama latihan tanding 3 babak itu, aku melihat pertarungan mereka. Yah, jika dilihat-lihat itu seperti berat sebelah, Steven selalu dipojokkan oleh Leonardo," ujar pelatih 1.
"Terus apa hubungannya Steven bisa lebih kuat?" tanya Raka.
"Saat latihan tanding mereka, kau tahu, Steven berusaha meniru gerakan Leonardo. Tidak juga sih, itu terlihat seperti gerakan yang dimodifikasi, tapi yah karena dia meniru dan mengubahnya, itu jadi terlihat berantakan dan banyak gerakan yang tidak diperlukan. Apakah dia berbakat meniru gerakan orang? Saat aku latihan tanding dengannya, dia juga berusaha mencoba gerakanku, kukira itu hanya coba-coba agar terlihat keren," ujar pelatih 1.
"Oho, si gila teknologi itu ternyata punya bakat terpendam," ujar Raka, lalu pelatih 1 melanjutkan kalimatnya.
"Ketika dia selesai latihan tanding dengan Leonardo, aku melanjutkan latihan lagi dengan Steven. Lalu ketika melakukan latihan tanding lagi, aku sangat terkejut. Dia semakin hebat dan gerakan yang dia tiru dari Leonardo berhasil dilakukan dan juga dimodifikasi gerakannya, walaupun masih berantakan dan gerakan sia-sia, tapi itu cukup efektif jika lawannya bukan orang berpengalaman. Yah, walaupun begitu dia tetap kalah," ujar pelatih 1. Raka dan Radit sedikit terkagum dengan Steven.
****************
Beberapa waktu berlalu, jam makan untuk mereka telah terlewati. Waktu hampir mendekati pukul 00.30 PM, mereka telah selesai makan dan kembali ke aula latihan seni bela diri.
Setelah sesampainya di aula, mereka beristirahat sebentar untuk menghela nafas dan menghilangkan rasa kenyang. Setelah beberapa menit, Britta, Jiyan, dan Steven berganti baju. Di dalam ruang ganti baju, Jiyan masih menatap Steven.
"Oh, ayolah, kan sudah aku bilang, aku ini masih normal dan masih tertarik dengan lawan jenis," ujar Steven. Jiyan yang mendengarnya langsung cepat-cepat mengganti pakaiannya dan keluar sambil berkata, "Kau akan kalah dariku!" ujar Jiyan. Steven yang mendengarnya tidak dapat berkata-kata.
****************
Setelah beberapa waktu, mereka bertiga telah selesai berganti baju. Pertandingan berikutnya adalah Jiyan melawan Steven.
Mereka berdiri di posisi masing-masing dan pelatih 2 berteriak, "Mulai!"
Tidak seperti Gilbert yang langsung menyerang duluan, kini mereka berdua saling diam dan menatap untuk menyiapkan strategi menyerang.
Beberapa saat kemudian, Jiyan mendekati Steven dan memulai serangan dengan mengarahkan tinjunya ke muka Steven, namun tidak semudah itu, Steven berhasil menghindari serangan tersebut.
Jiyan terus melancarkan serangan tinjunya terus menerus, namun selalu bisa dihindari dan ditangkis oleh Steven.
Setelah serangan terus menerus dari Jiyan, akhirnya Steven mendapatkan kesempatan menyerang balik.
Steven menunduk posisi ke bawah dan mengarahkan kakinya ke arah kaki Jiyan untuk bermaksud menjatuhkannya, namun serangan itu gagal.
Jiyan menyadarinya dan langsung mundur ke belakang sedikit. Tak lama dari itu, Steven melancarkan serangan berikutnya sambil menunduk lagi dan mengarahkan tinjunya ke arah dada, namun berhasil ditepis oleh Jiyan.
Jiyan kembali menyerang setelah Steven melancarkan serangannya, posisi Steven saat ini sedang menunduk dan gagal menyerang ke dada Jiyan karena ditepis dengan tangan kirinya, dan saat itu juga seketika tangan Jiyan bergerak ke atas dan mengarahkan sikunya ke leher Steven, namun Steven menyadarinya lalu berusaha mengarahkan badannya ke depan dan serangan Jiyan meleset namun mengenai punggung Steven cukup keras.
Steven tengkurap seketika karena serangan keras itu dan segera menggulingkan dirinya untuk menjauhi Jiyan dan langsung berdiri.
"Sadis sekali kau, ingin membuatku pingsan ya? Kau bilang tidak terlalu berbakat, sepertinya itu omong kosong ya," ujar Steven yang kesakitan di punggungnya. Jiyan tidak membalas perkataannya dan hanya menatapnya.
Di bangku penonton, mereka semua terkesima dengan pertarungan tersebut. Laras yang melihat Steven kesakitan sedikit cemas.
Steven yang masih mengambil nafas karena kesakitan di punggungnya, tiba-tiba Jiyan langsung melancarkan pukulan terus menerus ke arah Steven, membuatnya sedikit terkejut dan panik. Karena serangan mendadak itu, Steven terkena serangan beberapa kali di kaki, muka, dan dada. Steven langsung menghindar jauh karena ada kesempatan.
Steven menarik nafas dan bersiap serta berpikir strategi untuk menyerang.
Di bangku penonton, mereka semua terlihat sangat tegang.
Pelatih 1 yang melihat berkata, "Woah, sepertinya dia akan mulai," ujarnya.
Steven mulai semakin serius dan mempersiapkan ancang-ancang untuk menyerang, bergerak sedikit demi sedikit mendekati Jiyan.
Jiyan yang melihat Steven seperti akan menyerang mulai memasang pose badan bertahan.
Suasana hening seketika, dan tiba-tiba Steven bergerak sangat cepat dalam dua langkah langsung mendekati Jiyan.
Steven menggerakkan tangan kanannya ke muka Jiyan, namun berhasil dihindarinya. Lalu seketika itu juga, Steven langsung jongkok (menekuk kedua kakinya) sambil berputar, dan kaki yang dipanjangkan sambil berputar mengarah ke kaki paling bawah Jiyan.
Jiyan spontan langsung melompat untuk menhindarinya, namun gagal. Telapak kakinya sedikit mengenai Jiyan dan membuatnya mendarat dengan tidak sempurna lalu sedikit kehilangan kesimbangan.
Tidak sampai di situ, Steven langsung melancarkan serangan dari bawah ke atas dengan tinju tangan kanannya yang mengarah ke dagu Jiyan.
Jiyan, saat tidak dapat menghindarinya, terkena pukulan telak di dagunya oleh Steven dengan sangat keras.
Jiyan mulai kehilangan kesimbangan dan sempoyongan. Tidak sampai di situ lagi, Steven masih menyerang Jiyan.
Gerakan selanjutnya setelah serangan pukulan 'upper cut', Steven berputar kembali dan kakinya mengarah dengan keras ke pinggang kanan Jiyan, yang membuat dia menjadi semakin sempoyongan dan melemas kesakitan.
Tiba-tiba, Steven menyerang muka Jiyan dengan sangat kuat sebanyak dua kali, namun Jiyan berhasil menutup mukanya dengan tangannya.
Pada gerakan terakhir, Steven mengarah serangan ke dadanya, namun berhasil ditangkis oleh Jiyan, namun itu tipuan, tujuan sebenarnya adalah memegang tangan kanannya.
Setelah berhasil memegang tangan kanan Jiyan yang sudah lemas, Steven menundukan kepala ke dada Jiyan dan mulai mengangkatnya.
Itu berhasil dan Steven membanting Jiyan dengan sangat keras.
Jiyan pun tergeletak di aula tersebut dan tidak bergerak. Pelatih 2 termenung sesaat, tiba-tiba berkata, "Pertandingan selesai, dan dimenangkan oleh Steven," ujarnya.
****************
Di bangku penonton, semua terkesima setelah melihat pertandingan tersebut.
Fauzan pada saat itu berteriak, "Woah, gila, mantap bang!" ujarnya dengan tepuk tangan.
Yang lainnya setelah teriakan Fauzan ikut berteriak dan bertepuk tangan. "Woah, gila!" ujar Radit. "Gila, bikin tegang," ujar Raka.
"Aku seperti melihat para profesional bertarung," ujar Amelia.
"Hmm... dasar meniru gerakan orang dan mengubahnya sesuka hati," ujar Leonardo.
"Itu seru sekali," ujar Hana. "Hahaha... lumayan... lumayan, pertandingan yang bagus sekali," ujar pelatih 1.
Laras tidak berkata apa-apa tapi dia tampak sangat kagum dan terpesona kepada Steven.
Steven di tengah aula, terengah-engah. Tim perawat di aula tersebut datang dan memeriksa keadaan Jiyan yang terbaring.
Di bangku penonton, Britta yang melihat Jiyan yang menang lomba dikalahkan merasa semakin rendah diri. Dia merasa salah karena sudah ikut dalam persyaratan menjadi murid Leonardo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments