Rombongan Lembu Supa terus memacu kudanya menuju ke kota Kadiri. Debu jalanan beterbangan mengiringi langkah kaki cepat kuda mereka menuju ke kota besar itu.
Menjelang tengah hari mereka memasuki kota Kadiri. Lembu Supa yang menjadi ujung tombak perjalanan memimpin rombongan menuju Kepatihan yang ada di luar istana pribadi raja Kadiri. Selepas masa pemerintahan Kertanegara, istana Kadiri di pimpin oleh adik sepupu Kertanegara yang bernama Dyah Lembu Tal karena Kertanegara hanya mempunyai anak perempuan. Sementara Kepatihan tetap dipegang oleh Pranaraja yang sudah semakin sepuh.
Di depan gapura Dalem Kepatihan, dua orang prajurit penjaga menghentikan langkah mereka.
"Berhenti!", teriak sang prajurit dengan menyilangkan tombak mereka.
Lembu Supa segera menarik tali kekang kudanya diikuti oleh seluruh anggota rombongan nya. Pria paruh baya berbadan tegap itu segera melompat turun dari kudanya.
"Siapa kalian? Mau apa kemari?", tanya sang prajurit penjaga gapura itu dengan nada menyelidiki.
"Maaf Ndoro Prajurit..
Saya Lembu Supa, salah satu sesepuh Perguruan Kembang Biru. Ingin bertemu dengan Gusti Patih Pranaraja", jawab Lembu Supa dengan sopan.
"Tunggu dulu disini. Aku akan bertanya kepada Gusti Patih Pranaraja apakah mau bertemu dengan kalian atau tidak", ujar si prajurit penjaga gapura itu yang segera berlalu menuju ke serambi Kepatihan.
Seorang lelaki sepuh berambut hitam bercampur uban putih sedang asyik mengamati burung perkutut putih yang menjadi peliharaan nya. Meski tidak muda lagi, namun pria sepuh berbadan tegap dengan urat menonjol itu masih terlihat gagah dan berwibawa. Dialah Pranaraja, Patih Kadiri yang sudah menjadi warangka negeri itu sejak masa pemerintahan Agnibhaya.
Sang prajurit penjaga gapura segera berjongkok dan menyembah pada Patih Pranaraja.
"Mohon ampun Gusti Patih,
Seorang lelaki bernama Lembu Supa dari Perguruan Kembang Biru ingin menghadap pada Gusti Patih", lapor sang prajurit penjaga gapura dengan penuh hormat.
Hemmmm
"Lembu Supa ya.. Suruh mereka masuk kemari", ujar Patih Pranaraja segera.
"Sendiko dawuh Gusti Patih", sang prajurit penjaga gapura segera menyembah dan mundur dari serambi Kepatihan. Tak lama kemudian dia kembali dengan Lembu Supa dan para pengikutnya.
Lembu Supa segera menyembah pada Patih Pranaraja diikuti oleh ketiga murid Perguruan Kembang Biru juga Arya Pethak dan Paramita.
"Lembu Supa,
Ada tujuan apa kau kemari?", tanya Patih Pranaraja yang sudah duduk di kursi kebesarannya.
"Mohon ampun beribu ampun Gusti Patih. Hamba di utus Pemimpin Perguruan Kembang Biru, Ranggageni untuk mengantarkan putrinya yang bernama Gayatri kemari Gusti Patih", jawab Lembu Supa sambil menghormat.
"Mana yang bernama Gayatri?", tanya Patih Pranaraja segera.
Gayatri yang duduk di belakang Lembu Supa segera menghormati dan duduk di samping Lembu Supa.
"Nama saya Gayatri, Putri bungsu Ranggageni dan Nilawati Gusti Patih", jawab Gayatri dengan sopan.
"Hehehe... Rupanya keponakan ku sudah besar.
Bagaimana kabar ayah dan ibu mu, Ngger?", tanya Patih Pranaraja dengan cepat.
"Mereka baik baik saja, Gusti Patih. Mereka menitipkan salam kepada Gusti Patih", ucap Gayatri dengan sopan.
"Hehehe..
Dasar Kakang Ranggageni, tetap saja tidak berubah.
Dan kau pemuda tampan berbaju putih,
Siapa kau? Kalau dilihat dari cara berpakaian mu, kau bukan murid Perguruan Kembang Biru", Pranaraja mengalihkan perhatian nya pada Arya Pethak.
"Mohon ampun Gusti Patih,
Saya hanya seorang pemuda desa. Kedatangan saya kemari adalah utusan dari ayah saya. Beliau mengutus saya untuk mengantarkan surat kepada Gusti Patih", Arya Pethak segera merogoh kantong baju nya dan mengeluarkan nawala yang ditulis diatas daun lontar. Dengan langkah jongkok, Arya Pethak mengulurkan surat dengan kedua tangannya. Pranaraja segera menerima uluran tangan Arya Pethak.
Raut wajah Patih Pranaraja langsung berubah saat membaca surat yang di tulis oleh Mpu Prawira itu.
"Kakang Pranaraja,
Orang yang mengantar surat ini adalah putraku.
Adikmu Chandra Ratih sangat menyayangi nya.
Arya Pethak namanya.
Aku minta Kakang mengajarkan Ajian Lembu Sekilan padanya.
Sebagai bekal perjalanan hidupnya.
Mpu Prawira".
Demikian bunyi surat yang dibaca Patih Pranaraja. Pria sepuh itu tersenyum tipis.
"Jadi kau putra Nimas Ratih, Arya Pethak?", tanya Patih Pranaraja segera.
"Benar Gusti Patih, saya putra Biyung Ratih. Saya di besarkan di Bukit Kahayunan", jawab Arya Pethak segera.
Hemmmm
"Tinggallah di sini sementara waktu sesuai harapan Adhi Mpu Prawira. Aku akan memberikan apa yang di minta oleh adik ipar ku.
Kau bersedia, Arya Pethak?", Pranaraja segera menatap wajah tampan Arya Pethak.
"Saya patuh pada perintah Kanjeng Romo, Gusti Patih", jawab Arya Pethak dengan penuh hormat.
"Baiklah, kalian semua silahkan beristirahat di balai tamu Kepatihan.
Sindupati,
Kemari kau", panggil Patih Pranaraja dengan lantang. Seorang pemuda berbaju mewah layaknya seorang bangsawan berjalan masuk dari belakang.
"Ada perintah, Kanjeng Romo?", ujar pemuda itu dengan hormat.
"Antar para tamu ini ke bangsal tamu Kepatihan. Kau juga ikut Gayatri.
Selain Arya Pethak, silahkan semua beristirahat kesana, ikuti Sindupati", perintah Pranaraja yang segera membuat seluruh tamu yang datang di Kepatihan segera mengikuti langkah Sindupati kecuali Arya Pethak.
Setelah semua orang pergi, Pranaraja menatap wajah Arya Pethak. Karena wajah pemuda tampan itu mengingatkan nya pada Dewi Nawang Wulan, istri Pangeran Panji Kertapati.
"Arya Pethak, aku ingin kejujuran mu..
Apa benar kau putra Nimas Ratih?", tanya Pranaraja segera.
"Sejujurnya, saya adalah anak angkat Mpu Prawira, Gusti Patih.
Mpu Prawira mengambil saya dari desa Mondoluku di timur Pakuwon Palah yang dibumihanguskan oleh kelompok Kelabang Ireng. Jadi saya tidak tahu, siapa orang tahu orang tua kandung saya", jawab Arya Pethak segera.
Mendengar jawaban itu, Patih Pranaraja terkejut bukan main.
Hemmmm
"Apa kalung itu juga kau dapat sedari lahir?", Patih Pranaraja menunjuk ke arah bandul kalung berukir kepala naga yang ada di leher Arya Pethak.
"Benar kata Gusti Patih,
Menurut Kanjeng Romo Mpu Prawira, kalung ini sudah ada di leher saya sejak masih bayi", ujar Arya Pethak sambil menghormat.
"Tepat sesuai dugaan ku. Kau adalah putra dari Mapanji Kertapati dan Dewi Nawang Wulan, keturunan terakhir Kertajaya.
Sebab musnahnya desa Mondoluku juga terkait dengan dendam pemimpin kelompok Kelabang Ireng pada Kertajaya dulu.
Lantas apa tujuan mu turun gunung, Arya Pethak?", tanya Patih Pranaraja segera.
"Saya hanya menjalani tapa ngrame, Gusti Patih juga untuk mencari pembunuh kedua orang tua kandung saya. Sesuai perintah Kanjeng Romo Mpu Prawira", jawab Arya Pethak sambil tersenyum tipis.
Hemmmm
"Adhi Mpu Prawira meminta ku menurunkan Ajian Lembu Sekilan pada mu. Ilmu itu memang harus ku turunkan kepada mu.
Saat waktu yang tepat, kau akan ku turunkan ajian itu padamu.
Sekarang kau boleh beristirahat di bangsal tamu Kepatihan, Cah Bagus", perintah Patih Pranaraja dengan tersenyum simpul.
Arya Pethak segera menyembah pada Patih Pranaraja dan mundur dari serambi Kepatihan. Patih Pranaraja menatap kepergian Arya Pethak dengan penuh perasaan haru.
Bagaimana tidak, Panji Kertapati adalah sahabat karibnya. Dulu mereka pernah berguru bersama pada Lembu Wana, guru besar terakhir Padepokan Padas Putih di Bukit Tawang.
Kedatangan Arya Pethak seperti mengingatkan dia tentang masa lalu nya.
Pria sepuh itu segera beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke samping kanan Kepatihan. Seorang gadis cantik berbaju hijau muda menggebrak kudanya mengitari tanah lapang di dekat kandang kuda Kepatihan, saat Pranaraja datang kesana.
Dia adalah putri bungsu Patih Pranaraja yang bernama Sekarwangi. Gadis cantik itu mendapat julukan sebagai Ragil Kuning karena kulitnya yang kuning langsat.
"Kau sudah pintar berkuda rupanya, Ngger Cah Ayu", ujar Patih Pranaraja sambil tersenyum tipis.
"Ah percuma juga pintar berkuda kalau tidak diizinkan keluar dari kota Kadiri Romo", ujar Sekarwangi seraya melompat turun dari kudanya. Seorang pekatik langsung menyambar tali kekang kuda Sekarwangi dan menuntun nya ke kandang kuda.
"Belum waktunya kau boleh keluar kota, Ngger.
Kakang mu Sindupati saja baru 4 kali ku ijinkan melakukan perjalanan jauh. Apa lagi kau yang seorang perempuan", Pranaraja mengelus jenggotnya yang memutih.
"Romo memang pilih kasih, untuk kakang Sindupati selalu ada kesempatan untuk jalan-jalan sedang aku harus terus menerus tinggal di Kepatihan", gerutu Sekarwangi sambil melangkah meninggalkan tempat nya berlatih.
Karena berjalan tanpa mempedulikan keadaan, Sekarwangi menubruk orang yang ada di depannya.
Brukkkk..
"Aduhhh, kalau jalan pakai mata jangan su....", omelan Sekarwangi langsung terhenti setelah memperhatikan orang yang di tabraknya. Seorang pemuda tampan yang memakai baju putih berdiri di depan nya.
Arya Pethak yang kebingungan mencari bangsal tamu Kepatihan, berputar putar di sekitar Kepatihan. Dia tersesat hingga sampai di tanah lapang dekat kandang kuda.
"Maafkan aku, Gusti Putri..
Aku tidak sengaja. Aku tersesat hingga sampai kemari", ujar Arya Pethak segera.
Sekarwangi yang masih terpana dengan ketampanan Arya Pethak tidak segera menjawab permintaan maaf dari pemuda itu.
"Gusti... Gusti Putri... Gusti...", Arya Pethak menggoyangkan telapak tangan nya di depan wajah Sekarwangi. Gadis cantik itu segera sadar.
"E-eh iya tidak apa-apa kog", ujar Sekarwangi tergagap.
Patih Pranaraja yang melihat kedatangan Arya Pethak segera mendekati pemuda itu sambil mengernyitkan dahinya.
"Arya Pethak,
Kenapa kau sampai kemari?", tanya Pranaraja segera. Kakek tua itu menatap wajah Arya Pethak.
"Mohon ampun Gusti Patih, saya tersesat. Tidak bisa menemukan bangsal tamu Kepatihan", jawab Arya Pethak dengan jujur.
Mendengar jawaban itu, Patih Pranaraja segera tersenyum simpul.
"Dasar kau ini.
Kalau tidak tahu, bertanyalah pada prajurit penjaga. Mereka akan mengantar mu.
Sekarwangi,
Antar Arya Pethak ke bangsal tamu Kepatihan", perintah Patih Pranaraja yang segera berlalu menuju ke arah kediaman nya.
Dengan segera, Sekarwangi berdiri dari tempat jatuhnya dan tersenyum manis pada Arya Pethak. Dengan senang hati, putri bungsu Patih Pranaraja itu mengantar Arya Pethak menuju bangsal tamu Kepatihan. Sepanjang perjalanan mereka, gadis berusia 17 tahun itu berulang kali melirik ke arah Arya Pethak.
Malam itu, setelah makan malam, Arya Pethak di panggil oleh Patih Pranaraja.
"Ada apa Gusti Patih memanggil saya?", tanya Arya Pethak sambil menghormat pada Pranaraja.
"Aku baru mendapat berita kalau ada kelompok perusuh membuat kekacauan di wilayah perbatasan Kadiri Utara.
Aku ingin kau berangkat kesana untuk menyelidiki itu. Tapi sebelum berangkat, akan ku turunkan Ajian Lembu Sekilan sebagai bekal perjalanan mu", jawab Pranaraja sambil menatap wajah Arya Pethak.
"Saya bersedia mematuhi perintah Gusti Patih", ujar Arya Pethak segera.
Pranaraja mengangguk dan segera memerintahkan pada Arya Pethak untuk mengikuti gerakan tubuhnya.
Kakek tua itu segera melesat cepat melompati tembok Kepatihan menuju ke arah luar kota Kadiri. Ilmu meringankan tubuh Kakek tua itu sungguh hebat.
Arya Pethak segera merapal Ajian Langkah Dewa Angin nya. Pemuda tampan itu melesat cepat bagai terbang menyusul Pranaraja. Tak berapa lama kemudian, dia sudah menyusul Pranaraja.
Melihat gerakan cepat Arya Pethak, Pranaraja sedikit terkejut.
'Pemuda ini berilmu tinggi', batin Pranaraja sambil melesat cepat menuju ke sebuah hutan kecil di timur kota Kadiri.
Di tepi sebuah sungai kecil di hutan timur kota Kadiri, Pranaraja menghentikan langkahnya. Arya Pethak pun ikut berhenti dan berdiri di samping Patih Kadiri itu.
Bulan yang tinggal separuh menggantung di langit malam. Cahaya nya redup menerangi malam yang dingin.
Pranaraja segera memerintahkan kepada Arya Pethak untuk duduk bersila diatas batu besar yang ada di situ.
Pemuda tampan itu menurut.
Pranaraja segera berdiri di depan Arya Pethak. Kakek tua itu segera merapal Ajian Lembu Sekilan. Tubuh tegap kakek tua itu diliputi sinar kuning keemasan. Dengan cepat kakek tua meletakkan tangannya di atas ubun-ubun kepala Arya Pethak. Sinar kuning keemasan segera menjalar ke seluruh tubuh Arya Pethak.
Zzzrrrrrttttthhh...!!!
Hawa panas luar biasa segera terasa di tubuh Arya Pethak. Peluh langsung mengucur deras dari pelipis pemuda tampan itu.
Setelah merasa cukup, Pranaraja segera melepaskan tangannya dari kepala Arya Pethak. Arya Pethak menarik nafas lega. Sinar kuning keemasan yang melingkupi seluruh tubuh Arya Pethak perlahan menghilang.
"Aku sudah menurunkan ilmu Ajian Lembu Sekilan pada mu, Bocah Bagus..
Dengan ilmu ini, semua jenis senjata tidak akan mempan di tubuh mu. Tubuh mu akan kebal terhadap ilmu kedigdayaan apapun.
Pergunakan ilmu ini untuk membela yang lemah. Kau mengerti?", ujar Patih Pranaraja segera.
"Saya mengerti, Gusti Patih. Semua petuah bijak Gusti Patih akan saya laksanakan", Arya Pethak menghormat pada Patih Pranaraja.
"Sekarang, kita kembali ke Kepatihan. Kalau terlalu lama kita pergi, banyak orang yang akan curiga", ajak Patih Pranaraja yang segera melompat tinggi ke udara dan melesat cepat bagai terbang ke arah Kepatihan.
Arya Pethak segera mengikuti langkah Sang Patih Kadiri menuju ke Kepatihan.
Tak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di Kepatihan Kadiri. Pranaraja segera menunju ke tempat pribadi nya sedangkan Arya Pethak menuju ke bangsal tamu Kepatihan.
"Darimana kau Kakang?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
*I*kuti terus kisah selanjutnya 😁
Yang suka silahkan tinggalkan jejak kalian dengan like 👍, vote ☝️, favorit 💙 dan komentar 🗣️ nya
Selamat membaca 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
irfan caul
Bisa saja sih, karena secara silsilah keduanya tidak ada hubungan darah, Arya Pethak cuma Anak Angkat
2023-09-08
0
glanter
dari mana kau kakang....
kakang dari tadi....😂😂😂
2023-07-08
3
rajes salam lubis
mantap
2022-10-11
2