Sudah Saatnya

Arya Pethak segera melesat cepat kearah Bukit Kahayunan. Nyi Sawitri dan Rara Larasati terkejut melihat kecepatan langkah pemuda tampan itu. Mereka berupaya mengejar langkah kaki Arya Pethak.

Tapi Dewi Bukit Lanjar malah tersenyum simpul melihat ulah Arya Pethak.

Sebagai salah satu jagoan terhebat di dunia persilatan, Dewi Bukit Lanjar terkenal dengan ilmu meringankan tubuh nya yang luar biasa. Ajian Langkah Dewa Angin Arya Pethak memang hebat, tapi masih belum sempurna.

Dalam sekejap saja, Dewi Bukit Lanjar mampu mengimbangi kecepatan lari Arya Pethak.

Gerakan cepat mereka berdua membuat Nyi Sawitri dan Rara Larasati tertinggal jauh di belakang.

Meski demikian, mereka masih mampu melihat kecepatan langkah kaki dua orang yang ada di depannya karena mereka juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang bagus.

4 bayangan itu saling kejar-kejaran diantara pepohonan yang tumbuh lebat di lereng Bukit Kahayunan.

"Ilmu meringankan tubuh mu bagus sekali, Nini.

Kau sungguh hebat", puji Arya Pethak yang terus melesat cepat kearah rumah kediaman Mpu Prawira.

"Kau juga lumayan, bocah kecil.

Pasti Prawira yang mengajari Ajian Langkah Dewa Angin itu kepada mu", ujar Dewi Bukit Lanjar sambil menjajarkan tubuh tua nya pada pemuda itu.

"Aku bukan apa-apa Nini, hanya bisa menerima sedikit kepandaian dari ayah ku", ucap Arya Pethak yang membuat kaget Dewi Bukit Lanjar.

"Jadi kau anak Mpu Prawira?", tanya Dewi Bukit Lanjar sambil menatap wajah Arya Pethak yang tampan.

"Nanti Nini akan tau", jawab Arya Pethak yang segera mengerahkan tenaga dalam nya agar cepat sampai di tempat tinggal nya.

Kecepatan Arya Pethak seketika meningkat pesat, dan tubuh pemuda itu seakan bagai terbang diatas pepohonan.

Dewi Bukit Lanjar berupaya mengejar langkah kaki Arya Pethak sambil menoleh ke arah Nyi Sawitri dan Rara Larasati yang terlihat jauh di belakang.

Taphh!!

Arya Pethak mendarat turun ke halaman rumah kediaman Mpu Prawira, lantas disusul Dewi Bukit Lanjar.

Kemudian Nyi Sawitri dan Rara Larasati juga ikut sampai, tapi dengan nafas terengah-engah karena kemampuan ilmu meringankan tubuh mereka memang jauh di bawah Dewi Bukit Lanjar.

"Hai pemuda aneh,

Kalau lari lihat yang belakang. Jangan main kabur saja", maki Rara Larasati yang geram karena ngos-ngosan mengejar Arya Pethak.

"Salah mu sendiri kenapa tidak bisa mengejar. Tadi kan aku sudah bilang, akan ku tunjukkan rumah Mpu Prawira jika kalian mampu mengejar ku.

Terus dimana salah ku?", Arya Pethak mendelik ke arah Rara Larasati.

"Sudah sudah..

Kalian ini dari tadi ribut terus. Kalau masih tetap tidak mau diam, akan ku kawinkan kalian berdua", Nyi Sawitri menengahi pertengkaran antara mereka.

Cihhhh

"Siapa juga yang mau dengan lelaki aneh seperti dia?", desis Rara Larasati sambil melirik ke arah Arya Pethak. Walaupun pelan suaranya, tapi masih terdengar di telinga Arya Pethak.

"Aku juga tidak sudi punya istri yang bisanya hanya memaki maki orang seenaknya", balas Arya Pethak segera.

"Kau...", Rara Larasati menunjuk kepada Arya Pethak.

"Kau apa? Benar kan yang aku katakan?", Arya Pethak memotong ucapan Rara Larasati. Dia begitu kesal dengan sikap gadis itu yang sedari tadi terus memancing kemarahan nya.

"Laras, sudah cukup..", potong Nyi Sawitri segera.

"Guru, dia...", Rara Larasati tidak meneruskan ucapannya. Awas kau pemuda aneh, batin Rara Larasati sambil mendengus dingin.

Dari samping rumah, Nyi Ratih datang dengan menggendong seikat kayu kering untuk memasak. Tak berapa lama kemudian, Mpu Prawira juga menyusul di belakangnya dengan memanggul setandan pisang raja yang sudah berkurang beberapa buah karena dimakan kelelawar.

"Eehhh ada tamu rupanya..

Kalian ini siapa dan ada tujuan apa kemari?", tanya Nyi Ratih dengan nada sopan.

"Maaf mengganggu waktu mu, Nimas.

Aku kemari ingin bertemu dengan Prawira untuk meminta maaf kepadanya. Aku Dewi Bukit Lanjar, bekas kakak ipar Prawira", ujar Dewi Bukit Lanjar sambil tersenyum menatap Mpu Prawira yang baru meletakkan setandan pisang itu ke samping dinding rumah nya.

"Woalah masih kerabat Kakang Prawira.

Monggo silahkan masuk, Kangmbok. Maaf tempat nya kotor begini. Maklum anak lelaki ku tidak bisa bersih bersih rumah", ujar Nyi Ratih dengan nada bercanda.

Nyi Ratih segera menuntun Dewi Bukit Lanjar ke serambi kediaman mereka. Nyi Sawitri dan Rara Larasati mengikuti langkah mereka.

Mpu Prawira yang masih tak bergeming dengan kedatangan Dewi Bukit Lanjar, segera mendekati Arya Pethak.

"Dimana kau bertemu mereka Pethak?", tanya Mpu Prawira pada Arya Pethak yang mulai asyik mencabuti bulu ayam hutan yang di tangkapnya.

"Waktu aku mengejar ayam hutan ini Romo. Ayam ini terbang jauh sampai ke kaki bukit. Nah saat itu aku bertemu mereka", jawab Arya Pethak sambil tersenyum tipis.

"Lantas kenapa mereka kau ajak kemari?", Mpu Prawira menatap ke arah Arya Pethak.

"Aku tidak mengajak mereka Romo, cuma waktu itu aku bilang akan menunjukkan rumah kita jika mereka bisa mengejar ku.

Eh ternyata wanita tua itu hebat ilmu beladiri nya. Mampu mengejar Ajian Langkah Dewa Angin yang diajarkan Romo", ujar Arya Pethak dengan polosnya.

Takkkk

"Aduhhh,

Kenapa Romo menjitak kepala ku?", Arya Pethak meringis kesakitan saat Mpu Prawira menjitak kepala nya.

"Itu karena kau bodoh.

Dia itu jagoan dunia persilatan. Mana bisa dibandingkan dengan bocah bau kencur seperti mu", Mpu Prawira mendelik ke arah Arya Pethak yang terus mengelus kepalanya yang benjol.

Dengan bersungut-sungut, Mpu Prawira meninggalkan Arya Pethak dan berjalan menuju ke serambi kediaman nya.

Mpu Prawira segera duduk bersila di lantai serambi rumah nya, berhadapan dengan Dewi Bukit Lanjar, Nyi Sawitri dan Rara Larasati.

Nyi Ratih sudah berlalu ke dapur untuk menyiapkan minuman kepada para tamu nya itu.

"Ada perlu apa Kangmbok kemari?", tanya Mpu Prawira dengan nada dingin.

"Begini Prawira,

Kedatangan ku ini aku ingin meminta maaf kepada mu. Mungkin selama ini kau menyalahkan ku atas meninggalnya Kakang Pratikna.

Sebenarnya itu bukan kesalahan ku Prawira. Kakang Pratikna memaksa untuk bertarung melawan Jabung Taruna, padahal dia tau kemampuan pendekar edan itu tak tertandingi. Aku sudah mati-matian melarang nya, tapi Kakang Pratikna tidak mau mendengar ucapan ku hanya demi membela apa yang disebutnya sebagai kehormatan.

Kakang Pratikna tewas, aku di perkosa oleh Jabung Taruna.

Demi membalas dendam kepada Jabung Taruna, aku lari membawa Kitab Ajian Serat Jiwa warisan guru kita Begawan Manumayasa yang seharusnya diberikan kepada mu oleh Kakang Pratikna.

Dendam ku sudah terbalas, Prawira. Jabung Taruna sudah mati ditangan ku.

Sekarang kitab ini ku kembalikan kepada mu, karena memang kitab ini adalah milik mu", Dewi Bukit Lanjar mengulurkan sebuah gulungan kulit kambing dan seikat daun lontar yang berisi petunjuk dari Ajian Serat Jiwa pada Mpu Prawira.

Mendengar kisah itu, Mpu Prawira terdiam beberapa saat.

Setelah menghela nafas panjang, Mpu Prawira kemudian berbicara.

"Aku sudah memaafkan Kangmbok sejak masih di Bukit Tawang. Aku menjauh dari dunia persilatan, bukan karena membenci Kangmbok atau pun orang orang Padas Putih. Tapi aku ingin hidup tenang bersama istri ku.

Aku lelah harus menjaga padepokan terus menerus, karena selalu ada masalah yang melibatkan kita. Kakang Pranaraja sudah tau ini sejak awal, makanya dia membiarkan ku meninggalkan Padepokan Padas Putih", ujar Mpu Prawira sambil menatap langit biru di barat Bukit Kahayunan.

"Terima lah ini Prawira, ini adalah hak mu. Sebagai pewaris Padepokan Padas Putih, hanya kau yang berhak mempelajari ilmu ini", ujar Dewi Bukit Lanjar sambil tersenyum tipis.

"Aku sudah tua Kangmbok.

Buat apa lagi aku mempelajari ilmu kanuragan lagi?", Mpu Prawira mengelus jenggotnya yang memutih.

"Setidaknya wariskan ilmu ini pada anakmu itu. Aku lihat dia lebih berbakat darimu dalam ilmu kanuragan.

Jangan sampai ilmu beladiri Padas Putih yang sudah diwariskan turun-temurun oleh leluhur hanya berakhir pada kita yang sudah tua-tua ini", Dewi Bukit Lanjar menoleh ke arah Arya Pethak yang masih asyik membersihkan ayam hutan nya.

Mpu Prawira termenung sejenak, kemudian tersenyum simpul.

"Baiklah Kangmbok..

Akan ku ajari bocah itu dengan ilmu ini. Semoga dia mampu menjadi penerus dari aliran Padas Putih", Mpu Prawira menerima gulungan kulit kambing itu dan menyimpan dalam kantong baju nya.

Dari dalam, Nyi Ratih membawa sebuah nampan berisi cangkir air gula aren dan beberapa pisang rebus hangat.

Mereka segera menikmati hidangan yang disajikan oleh Nyi Ratih karena mereka memang sudah cukup lapar.

Selama hampir sepekan, Dewi Bukit Lanjar menginap di rumah Mpu Prawira bersama Nyi Sawitri dan Rara Larasati. Dengan terbuka dia mengajari Arya Pethak tentang dasar dasar Ajian Serat Jiwa yang sudah dia pelajari sebelumnya, meski hanya sampai tingkat 6.

Ilmu Serat Jiwa memiliki sembilan tingkat kemampuan yang masing-masing tingkat memiliki kedahsyatan sendiri-sendiri.

Hubungan Arya Pethak dan Rara Larasati juga sudah membaik meskipun masih sering ribut untuk urusan sepele.

Sore itu, Dewi Bukit Lanjar menemui Mpu Prawira untuk berpamitan.

"Prawira,

Sudah cukup lama aku disini. Terima kasih aku ucapkan karena sudah menerima kehadiran ku dan dua murid ku ini.

Besok aku ingin mengunjungi makam Kakang Pratikna di Bukit Tawang. Aku ingin menemani nya sampai ajal ku tiba", ujar Dewi Bukit Lanjar dengan penuh perasaan sedih.

"Apa Kangmbok tidak sebaiknya tinggal disini saja? Menemani kami, hidup tenang bersama", cegah Mpu Prawira pada Dewi Bukit Lanjar.

Namun wanita tua itu hanya tersenyum tipis.

"Terima kasih atas kebaikan hati mu, Prawira.

Satu keinginan terakhir ku adalah dikubur satu liang lahat dengan Kakang Pratikna. Aku doakan semoga kalian selalu berbahagia. Dan kebaikan hati kalian akan ku ingat terus selama aku masih hidup", ujar Dewi Bukit Lanjar sambil berlinang air mata.

Malam itu menjadi malam terakhir perjumpaan Mpu Prawira dan Dewi Bukit Lanjar. Ada perasaan kehilangan antara mereka. Bahkan untuk Rara Larasati yang terlihat bersedih hati karena akan meninggalkan Bukit Kahayunan mengikuti langkah sang guru.

Pagi menjelang tiba di Bukit Kahayunan.

Setelah matahari sepenggal naik, Dewi Bukit Lanjar, Nyi Sawitri dan Rara Larasati melangkah menuruni lereng Bukit Kahayunan meninggalkan tempat kediaman Mpu Prawira.

Arya Pethak segera melesat cepat kearah mereka, kemudian ia mengulurkan sebuah batu putih kecil yang sudah di ukir dengan pisau. Ada gambar bunga melati diatas batu itu.

"Untuk mu, sebagai kenang-kenangan agar kau selalu ingat tempat ini", ujar Arya Pethak pada Rara Larasati.

Senyum Rara Larasati mengembang saat menerima batu putih dari tangan Arya Pethak.

"Terima kasih. Aku akan selalu menyimpan batu ini", ujar Rara Larasati dengan penuh perasaan.

Dewi Bukit Lanjar terus melangkah menuruni lereng Bukit Kahayunan bersama Nyi Sawitri dan Rara Larasati. Sesaat sebelum menghilang di balik rimbun pepohonan, Rara Larasati melempar senyum manisnya pada Arya Pethak.

Delapan purnama berikutnya..

Arya Pethak melenting tinggi ke udara kemudian menghantamkan tangan kanannya yang berubah warna menjadi biru terang kearah batu sebesar gajah yang ada dibawah pohon randu alas.

Siiiiiuuuuuuutttt

Blammmmm!!!

Batu sebesar gajah itu segera meledak dan hancur lebur menjadi debu saat Ajian Tapak Brajamusti menghantam dengan keras.

Arya Pethak segera melayang turun dengan tenang kesamping batu besar itu.

"Bagus Ngger,

Kau sudah menguasai Ajian Tapak Brajamusti dengan sempurna. Dengan dipadukan Ajian Langkah Dewa Angin, kau akan menjadi pendekar pilih tanding Ngger.

Namu satu pesan ku, jangan gunakan Ajian Serat Jiwa yang sudah kau kuasai dengan sembarangan. Karena setiap kali ilmu itu kau pakai, maka kau akan menjadi incaran banyak pendekar dunia persilatan", ujar Mpu Prawira pada Arya Pethak.

"Aku mengerti Kanjeng Romo", ujar Arya Pethak sambil mengangguk mengerti.

**

Sementara itu, di kerajaan Singhasari terjadi keributan luar biasa.

Maharaja Seminingrat sedang sakit parah. Wajah raja Singhasari itu begitu pucat setelah hampir 2 bulan tergolek lemah di atas ranjangnya.

Yuwaraja Singhasari, Kertanegara berlari masuk ke dalam kamar pribadi Raja Singhasari itu dengan perasaan bercampur aduk.

Ibu Kertanegara, Waning Hyun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Maharani Jayawardhani terus menangis sesenggukan disamping suaminya. Putri sulung Mahesa Wong Ateleng itu tak kuasa menahan kesedihannya.

Di bawah ranjang, di lantai tempat tidur Maharaja Seminingrat, nampak Patih Raganata sedang duduk sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda dia ikut bersedih karena kesehatan Maharaja Seminingrat yang terus memburuk.

Kertanegara segera mendekati ranjang sang ayahanda.

"Kertanegara putra ku..", ujar Maharaja Seminingrat dengan suara lemah.

"Iya Kanjeng Romo.. Aku ada disini, setia menanti semua kata dan ucapan mu Kanjeng Romo", jawab Kertanegara dengan cepat. Tangan Maharaja Seminingrat segera meraih telapak tangan Kertanegara.

"Ku titipkan negeri ini kepada mu. Jagalah, seperti engkau menjaga tubuhmu sendiri.

Ingatlah,

Kau adalah seorang raja, wakil Dewata di dunia fana. Tugas mu menjaga dunia agar menjadi tempat yang layak sebagaimana mestinya.

Ingatlah, kau harus berhati-hati dalam memerintah. Lihatlah baik-baik, siapa kawan mu siapa lawan mu Ngger putra....kuhh", setelah berkata demikian, Maharaja Seminingrat menghembuskan nafas terakhirnya. Tangan Maharaja Seminingrat langsung terkulai.

Tangis kedukaan langsung pecah di istana Singhasari.

Seluruh rakyat Singhasari berduka cita atas meninggalnya Maharaja Seminingrat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wisnuwardhana. Dia adalah raja yang baik dan bijaksana dalam memerintah Singhasari selama masa kepemimpinannya.

40 hari selepas mangkatnya Maharaja Seminingrat, di tahun 1268 Masehi, Yuwaraja Kadiri, Kertanegara dimahkotai sebagai Maharaja Singhasari dengan gelar Sri Maharaja Diraja Kertanegara Dharmottunggadewa.

Pemerintahan nya merupakan era keemasan kerajaan Singhasari.

Berita meninggalnya Maharaja Seminingrat yang berujung pada pengangkatan Kertanegara sebagai Maharaja Singhasari, sampai juga di telinga Mpu Prawira.

Sambil mengusap jenggotnya yang memutih, Mpu Prawira berkata dalam hati,

'Sudah saatnya'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

ikuti terus kisah selanjutnya kak 😁

Yang suka silahkan tinggalkan jejak kalian dengan like 👍, vote ☝️, favorit 💙 dan komentar 🗣️ nya yah agar author terus semangat menulis 😁

Selamat membaca kak 🙏🙏🙏

Terpopuler

Comments

Way Spy

Way Spy

eaaa eaaaa eaaaa

2023-10-05

1

irfan caul

irfan caul

Cieee cieee beng beng🤣🤣

2023-09-06

0

irfan caul

irfan caul

Dedengkot Rimba Persilatan mengasingkan Diri membawa kepahitan hidup, sungguh ironis😭😭😭

2023-09-06

0

lihat semua
Episodes
1 Korban Kutukan Ketujuh
2 Wafatnya Apanji Tohjaya
3 Tapa Ngalong
4 Ajian Tapak Brajamusti
5 Sudah Saatnya
6 Ujian Pertama Topo Ngrame
7 Dewa Obat dari Selatan
8 Perjalanan
9 Pencuri Kuda
10 Sepasang Pendekar Pemetik Bunga
11 Sapu Tangan Merah
12 Ajian Lembu Sekilan
13 Tugas Dari Patih Pranaraja
14 Jagoan Kampung
15 Sepasang Pisau Racun
16 Mpu Lunggah dari Bukit Penampihan
17 Munculnya Pusaka Penebar Petaka
18 Lembu Pangenggar dan Anak Murid Padepokan Gagar Mayang
19 Nawala
20 Hantu Desa Karangan
21 Hantu Desa Karangan 2
22 Jimat Lulang Kebo Landoh
23 Iblis Golok Pucat
24 Kenapa Buru-buru Pergi?
25 Hutan Kali Mati
26 Racun Ular Kuning
27 Nyamuk Pengganggu
28 Ajian Badai Laut Selatan
29 Tiga Gadis Desa
30 Walet Merah
31 Keributan di Pasar Kadipaten Kurawan
32 Murid Perguruan Pedang Setan
33 Katumenggungan Kurawan
34 Katumenggungan Kurawan 2
35 Menyerbu Markas Kelompok Kelabang Ireng
36 Pertapaan Giri Lawu
37 Ajian Mata Dewa
38 Tiga Resi
39 Keributan di Warung Makan
40 Dewi Ular Siluman
41 Perguruan Pedang Perak
42 Malaikat Maut Mu
43 Rahasia Pedang Perak dan Pedang Setan
44 Masa Depan Perguruan Pedang Perak
45 Melawan Si Mata Malaikat
46 Anjani
47 Penginapan Kembang Sore
48 Penginapan Kembang Sore 2
49 Delapan Setan Pencabut Nyawa
50 Sayembara
51 Arya Pethak Melawan Tumenggung Jaran Sembrani
52 Begawan Pasopati
53 Karawitan Langen Sari
54 Kisah Masa Silam
55 Menuju Ke Kadiri
56 Pengemis Tapak Darah
57 Pengemis Tapak Darah 2
58 Misteri Gunung Penanggungan
59 Nyi Ratu Bulan Darah
60 Segel Suci Empat Arah Lima Pancer
61 Batu Inti Naga
62 Kekuatan Baru
63 Ratapan Di Tengah Hujan
64 Giliran
65 Selamatkan Rara Larasati
66 Dua Putri Lurah Lwaram
67 Kemampuan Beladiri Yang Tersembunyi
68 Dendam Kesumat
69 Persetubuhan Setan
70 Ajian Iblis Neraka
71 Kutuk Pasu
72 Dalang
73 Terbongkarnya Rahasia Dewi Sekar Rinonce
74 Senjata untuk Klungsur
75 Rampok Bajing Ireng
76 Pertarungan Dua Wanita Cantik
77 Tolong Aku
78 Curahan Hati Sang Putri Adipati
79 Rajapati Pisau Perak
80 Orang Bodoh Yang Tidak Tolol
81 Menuju Saunggalah
82 Istana Atap Langit
83 Bertemu Ki Buyut Mangun Tapa
84 Ajian Halimun
85 Di Kaki Gunung Pojoktiga
86 Uji Kemampuan Beladiri
87 Uji Kemampuan Beladiri 2
88 Uji Kemampuan Beladiri 3
89 Uji Kemampuan Beladiri 4
90 Uji Kemampuan Beladiri 5
91 Pendekar Muda Nomer Satu
92 Rahasia Jati Diri Nay Kemuning
93 Lembah Seribu Bunga
94 Balas Dendam
95 Sinar Rembulan
96 Setan Dari Neraka
97 Utusan
98 Dedemit Desa Randublatung
99 Kadipaten Bojonegoro
100 Kitab Pusaka Sabda Buana
101 Resi Mpu Dharma
102 Iri Hati Sang Ibu Tiri
103 Delapan Malaikat Pembunuh
104 Berebut Perahu Penyeberangan
105 Bajak Laut
106 Adipati Arya Wiraraja
107 Cinderamata Dari Pulau Madura
108 Penunggang Kuda di Tengah Malam
109 Menuju Kotaraja Singhasari
110 Nyi Lapat dan Rukmini
111 Sirep
112 Pendekar Sabit Berdarah
113 Sepasang Pedang Gunung Kawi
114 Gorawangsa
115 Pertarungan Tiga Bidadari
116 Mpu Prawira dan Nyi Ratih
117 Pernikahan Arya Pethak, Anjani dan Nay Kemuning
118 Jodoh Masa Kecil
119 Rencana Selanjutnya
120 Rahasia Nyi Sekati
121 Prajurit Gelang-gelang
122 Selir
123 Gembel Tua Berseruling Perak
124 Kitab Ilmu Seruling Neraka
125 Kawan Seperjalanan Baru
126 Anak Buah Raden Ronggo
127 Pertapaan Sapta Arga
128 Resi Candramaya
129 Musuhnya Musuh Adalah Teman
130 Kisruh Istana Pakuwon Sendang
131 Kematian Akuwu Surenggono
132 Supit Urang
133 Menggempur Kota Wengker
134 Menggempur Kota Wengker 2
135 Kota Wengker Jatuh
136 Adipati Warok Singo Pethak
137 Siasat Raden Ronggo
138 Pertarungan di Barat Pakuwon Tapan
139 Perang Akhir
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Korban Kutukan Ketujuh
2
Wafatnya Apanji Tohjaya
3
Tapa Ngalong
4
Ajian Tapak Brajamusti
5
Sudah Saatnya
6
Ujian Pertama Topo Ngrame
7
Dewa Obat dari Selatan
8
Perjalanan
9
Pencuri Kuda
10
Sepasang Pendekar Pemetik Bunga
11
Sapu Tangan Merah
12
Ajian Lembu Sekilan
13
Tugas Dari Patih Pranaraja
14
Jagoan Kampung
15
Sepasang Pisau Racun
16
Mpu Lunggah dari Bukit Penampihan
17
Munculnya Pusaka Penebar Petaka
18
Lembu Pangenggar dan Anak Murid Padepokan Gagar Mayang
19
Nawala
20
Hantu Desa Karangan
21
Hantu Desa Karangan 2
22
Jimat Lulang Kebo Landoh
23
Iblis Golok Pucat
24
Kenapa Buru-buru Pergi?
25
Hutan Kali Mati
26
Racun Ular Kuning
27
Nyamuk Pengganggu
28
Ajian Badai Laut Selatan
29
Tiga Gadis Desa
30
Walet Merah
31
Keributan di Pasar Kadipaten Kurawan
32
Murid Perguruan Pedang Setan
33
Katumenggungan Kurawan
34
Katumenggungan Kurawan 2
35
Menyerbu Markas Kelompok Kelabang Ireng
36
Pertapaan Giri Lawu
37
Ajian Mata Dewa
38
Tiga Resi
39
Keributan di Warung Makan
40
Dewi Ular Siluman
41
Perguruan Pedang Perak
42
Malaikat Maut Mu
43
Rahasia Pedang Perak dan Pedang Setan
44
Masa Depan Perguruan Pedang Perak
45
Melawan Si Mata Malaikat
46
Anjani
47
Penginapan Kembang Sore
48
Penginapan Kembang Sore 2
49
Delapan Setan Pencabut Nyawa
50
Sayembara
51
Arya Pethak Melawan Tumenggung Jaran Sembrani
52
Begawan Pasopati
53
Karawitan Langen Sari
54
Kisah Masa Silam
55
Menuju Ke Kadiri
56
Pengemis Tapak Darah
57
Pengemis Tapak Darah 2
58
Misteri Gunung Penanggungan
59
Nyi Ratu Bulan Darah
60
Segel Suci Empat Arah Lima Pancer
61
Batu Inti Naga
62
Kekuatan Baru
63
Ratapan Di Tengah Hujan
64
Giliran
65
Selamatkan Rara Larasati
66
Dua Putri Lurah Lwaram
67
Kemampuan Beladiri Yang Tersembunyi
68
Dendam Kesumat
69
Persetubuhan Setan
70
Ajian Iblis Neraka
71
Kutuk Pasu
72
Dalang
73
Terbongkarnya Rahasia Dewi Sekar Rinonce
74
Senjata untuk Klungsur
75
Rampok Bajing Ireng
76
Pertarungan Dua Wanita Cantik
77
Tolong Aku
78
Curahan Hati Sang Putri Adipati
79
Rajapati Pisau Perak
80
Orang Bodoh Yang Tidak Tolol
81
Menuju Saunggalah
82
Istana Atap Langit
83
Bertemu Ki Buyut Mangun Tapa
84
Ajian Halimun
85
Di Kaki Gunung Pojoktiga
86
Uji Kemampuan Beladiri
87
Uji Kemampuan Beladiri 2
88
Uji Kemampuan Beladiri 3
89
Uji Kemampuan Beladiri 4
90
Uji Kemampuan Beladiri 5
91
Pendekar Muda Nomer Satu
92
Rahasia Jati Diri Nay Kemuning
93
Lembah Seribu Bunga
94
Balas Dendam
95
Sinar Rembulan
96
Setan Dari Neraka
97
Utusan
98
Dedemit Desa Randublatung
99
Kadipaten Bojonegoro
100
Kitab Pusaka Sabda Buana
101
Resi Mpu Dharma
102
Iri Hati Sang Ibu Tiri
103
Delapan Malaikat Pembunuh
104
Berebut Perahu Penyeberangan
105
Bajak Laut
106
Adipati Arya Wiraraja
107
Cinderamata Dari Pulau Madura
108
Penunggang Kuda di Tengah Malam
109
Menuju Kotaraja Singhasari
110
Nyi Lapat dan Rukmini
111
Sirep
112
Pendekar Sabit Berdarah
113
Sepasang Pedang Gunung Kawi
114
Gorawangsa
115
Pertarungan Tiga Bidadari
116
Mpu Prawira dan Nyi Ratih
117
Pernikahan Arya Pethak, Anjani dan Nay Kemuning
118
Jodoh Masa Kecil
119
Rencana Selanjutnya
120
Rahasia Nyi Sekati
121
Prajurit Gelang-gelang
122
Selir
123
Gembel Tua Berseruling Perak
124
Kitab Ilmu Seruling Neraka
125
Kawan Seperjalanan Baru
126
Anak Buah Raden Ronggo
127
Pertapaan Sapta Arga
128
Resi Candramaya
129
Musuhnya Musuh Adalah Teman
130
Kisruh Istana Pakuwon Sendang
131
Kematian Akuwu Surenggono
132
Supit Urang
133
Menggempur Kota Wengker
134
Menggempur Kota Wengker 2
135
Kota Wengker Jatuh
136
Adipati Warok Singo Pethak
137
Siasat Raden Ronggo
138
Pertarungan di Barat Pakuwon Tapan
139
Perang Akhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!