Pagi sekali Sherly sudah siap, kali ini dia berpakaian cukup resmi. Setelan kemeja dengan bawahan celana berwarna hijau pastel. Sungguh segar dipandang mata. Dia terpaksa menerima pekerjaan menjadi interpreter, penerjemah bahasa. Itu pun karena desakan dari kelima putranya, mereka sudah berhasil menghasutnya. Dengan berbagai alasan yang ujung-ujungnya terkait keuangan.
"Ingat Bu, kita harus hemat." ucap Abigail membuat Sherly skakmak, kalimat handalan Sherly yang ia gunakan kini berbalik padanya.
"Iya, ibu tahu." Sahut Sherly seraya melahap sarapannya.
"Ini Bu, pakailah!" Boman menyerahkan dua anting -anting cantik berwarna hitam.
"Wow, bagus banget! Dari mana kalian mendapatkannya?" tanya Sherly seraya mengamati anting-anting sebelum memakainya.
"Kak Boman yang membuatnya, Bu." ucap Charles.
"Boman, kamu hebat sekali," Sherly memuji hasil keras Boman.
"Pakailah Bu!" ucap Dave.
"Untuk apa ibu harus mengenakan anting, ibu sudah cantik tanpa ini." ucap Sherly, Boman mendekat ke arah ibunya seraya membantu Sherly memakainya.
"Ini bukan sekedar anting biasa Bu, tapi lebih tepatnya ini adalah alat komunikasi yang aku desain sedemikian rupa." ucap Boman.
Sherly menurut saja, saat Boman mengenakan pada kedua kupingnya.
"Kami sepakat untuk membantu ibu mengatasi masalah saat bekerja nanti." terang Abigail yang membuat Sherly merasa lega setelah agak gugup tadi. Jujur penerjemah bahasa bukanlah keahliannya.
Tak lama kemudian terdengar dari luar rumah, klakson mobil dari perusahan Bank Core yang menjemput Sherly.
"Itu pasti mobil yang menjemput Ibu," tukas Ethan.
"Wah, Ibu seperti tuan putri saja dijemput," ujar Dave yang membuat Sherly tersipu malu.
"Ibu jangan lupa berdoa, agar lancar saat bekerja nanti." Charles mengingatkan ibunya.
Sherly setelah berpelukan dan mencium kening para pandawa segera berangkat. Dan benar saja, di luar sebuah mobil sport telah menunggunya. Sherly masuk dengan sedikit kikuk.
Selama perjalanan Sherly tak banyak bicara pada sopir yang tak dikenalnya itu.
"Nona, kita sudah sampai." tegur si sopir yang membuyarkan lamunan Sherly. Selesai mengucapkan terima kasih Sherly segera masuk menuju ruangan pemimpin perusahaan itu.
"Selamat pagi!" sapa Sherly pada seseorang dibalik kursi.
"Pagi," sahut orang itu datar seraya membalikkan kursinya menghadap Sherly.
"Kamu!" ucap mereka berdua bersamaan.
"Bagaimana kamu bisa ada di ruangan ini?" tanya Sherly panik saat pandangannya bertemu dengan pria pemilik Alvarendra.
"Ini perusahaan punyaku, dan kamu sendiri sedang apa masuk ke ruanganku?" Alva sendiri juga kaget mendapati Sherly masuk ke ruangannya.
"Kemarin kita bertemu di hotel, aku kira kamu seorang presdir di sana? Ternyata juga ada di sini?" sahut Sherli sedikit ketus setelah dia yakin kalau pria yang ada di hadapannya sekarang adalah ayah pandawa.
"Tentu saja aku bisa di mana -mana, secara aku orang kaya." ucap Alva membanggakan diri.
"Mungkin aku salah masuk." Sherly berbalik arah dan akan melangkahkan kaki keluar.
"Tunggu, tak semudah itu kamu bisa keluar dari ruanganku." Alva menghentikan langkah Sherly, sesaat dia memperhatikan penampilan Sherly.
"Mati aku, aku berharap dia lupa dengan peristiwa 6 tahun lalu. Jika sampai tahu aku dulu hamil, dia pasti menginginkan anaknya." batin Sherly.
Sherly tak bergeming dengan posisinya memunggungi Alva. Terdengar langkah kaki menuju ke arahnya.
"Ya Tuhan, tolong aku!" batin Sherly cemas seraya memejamkan mata.
"Hey, kamu pemilik nama Sherly kan?" tanya Alva yang ternyata sudah berada di depannya. Sontak Sherly membuka matanya kaget. Jantungnya mulai berdebar.
"I-iya!" sahut Sherly cepat.
"Apa kamu wanita yang..."
"Ku harap dia tak menanyakan peristiwa itu lagi." batin Sherly semakin cemas.
"Apa kamu wanita yang mengajukan lamaran menjadi interpreter?" sambung Alvarendra, membuat Sherly lega mendengarnya.
"Benar," sahut Sherly mulai dengan nada santainya.
Alva kembali menuju mejanya, dan mengangkat telepon untuk mengabarkan pada sekretarisnya agar mengantar jadwalnya hari ini.
Sherly berbalik menghadap Alva setelah Alva memanggilnya.
"Duduklah!" perintah Alva, Sherly segera menurut perintahnya. Kini mereka duduk saling berhadapan.
"Ya benar, hanya pada dia saja aku tak merasakan alergi. Peristiwa 6 tahun lalu...masih ingatkah dia padaku?" gumam Alva dalam hati.
Lia masuk ke dalam ruangan memberikan map berisi jadwal Alva hari ini. Alva seketika langsung bersin-bersin. Lia bergegas pergi sebelum Alva menyuruhnya.
Alva berhenti bersin, dia mengambil tisu dan segera mengelap ingusnya. Menyadari hal itu Sherly mengerutkan hidungnya.
"Kamu e maksudku Tuan, tidak apa-apa kan?" tanya Sherly menyelidik.
"Jangan bahas itu, kita kembali pada masalah ini!" Alva menunjukkan jadwal pada Sherly, dia menerima dan sekilas membaca.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Sherly binggung, jujur dia nol untuk masalah perkantoran.
"Ya Tuhan, bagaimana bisa kamu diterima di perusahaan yang besar ini!" gerutu Alva, sontak dia berdiri dan mendekati Sherly. Sherly dibuatnya salah tingkah, dia memejamkan mata untuk kedua kalinya.
"Hey, kamu tidur?" bentak Alvarendra yang sedang berada di sampingnya. Sherly terperanjat.
"Siapa yang tidur, nih, mataku kelilipan!" sangkal Sherly sambil mengedipkan kedua matanya.
Alva menarik nafas panjang dan membuangnya kasar. Dia mengambil map itu dan mulai menerangkan satu persatu jadwal yang tertera. Sherly menyimak dengan sangat baik.
"Oh, cuman mengikuti Tuan ke mana saja kan? Itu hal mudah." tukas Sherly yang langsung mendapat pelototan dari Alva. Sherly segera menundukkan kepala.
"Cepat, kita ada meeting dengan duta besar Asia yang sempat tertunda kemarin." perintah Alva yang segera keluar ruangan dan diikuti Sherly.
Mereka menuju ruang rapat, di sana sudah banyak orang -orang penting yang akan menyampaikan laporan dan ide.
Sherly kini secara otomatis sudah terhubung dengan Abigail, dia yang akan membantu ibunya untuk menerjemahkan bahasa asing dalam rapat kedalam bahasa Indonesia.
Dan benar saja, perwakilan dari duta besar Asia yang berasal dari Spanyol menyampaikan dengan bahasa yang sangat rumit untuk diterima di telinga semua yang hadir.
Alva menyikut lengan Sherly yang duduk disamping kirinya.
"Aku harus apa?" bisik Sherly ragu.
"Terjemahkan!" perintah Alva lirih.
Abigail dengan segera menerjemahkan bahasa Spanyol itu ke dalam bahasa Indonesia.
Sherly mendengar cukup jelas di gendang telinganya. Dia segera berdiri, tapi mendadak kedua kakinya kaku, dia begitu grogi. Alva menyadari hal itu.
"Tatap saja pucuk kepala mereka untuk menghilangkan grogi!" ujar Alvarendra tanpa menoleh ke arah Sherly, dia pun cukup jelas mendengarkan meski Alva tak memandangnya.
Sherly menarik nafasnya panjang dan menghembuskan perlahan.
.
.
.
Selesai acara meeting, Sherly dan Alvarendra masih berada di ruangan meeting.
"Terima kasih, pagi ini kamu telah menjaga nama baikku." ucap Alvarendra datar.
Sherly segera mematikan saluran yang terhubung dengan Abigail.
"Itu sudah menjadi pekerjaanku." sahut Sherly tanpa menatap wajahnya.
"Kenapa dengan perasaanku ini? Setelah aku menemukan ayah pandawa, mendadak hilang rasa sakit hatiku. Seharusnya aku marah dan memakinya karena telah menodaiku. Akh...dasar wanita payah, kemana kekuatanmu selama ini?" dumel Sherly dalam hati.
"Ayo kita makan siang, setelah ini akan ada pekerjaan baru untukmu." Alva berdiri dan berjalan mendahului Sherly.
"Apa, semudah itu kah dia memerintahku? Sifat nya ini sangat mirip dengan pandawa." Sherly menggerutu sambil mengekor Alva.
Sudah satu minggu Sherly bekerja di sana, semua karyawan membicarakan kedekatan dia dengan presdir Alva.
"Sherly, kamu pakai apa bisa sedekat itu dengan presdir?" tanya Lia.
"Aku kasih pelet." Sherly membisikkan pada telinga Lia.
"Ih, zaman sekarang mana mungkin masih pakai begituan? Kamu bohong." Lia memanyunkan bibirnya. Sherly terkekeh.
"Kamu mau tahu?" Sherly melebarkan senyumannya. Lia mengangguk berharap mendapatkan resep darinya.
"Kamu pakai bajumu yang sudah satu bulan tak dicuci, nah dengan begitu dia tak kan bersin -bersin lagi." ide gila Sherly muncul.
"Wah, bukannya alergi presdir Alva hilang, justru langsung pingsan mencium bauku." omel Lia yang dengan segera meninggalkan Sherly. Sherly terpingkal dengan ekspresi Lia.
"Sedang apa kamu?" tegur seorang pria dengan suara beratnya. Sherly menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan segera membalikkan tubuhnya menghadap sumber suara.
"Pria ini..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
🌸 Yowu-Kim 🌸
Siap si paling kaya muehheeh
2025-04-07
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Sherly 💪💪💪💪💪💪
2021-11-09
0
Alya Yuni
Hhhhhh Sherly
2021-09-11
3