"Ini pemberian seseorang Bu, bajuku yang lama kotor dan aku tidak membawanya. Maafkan aku Ibu, Ibu jangan marah padaku," rengek Dave yang mulai mengucek kedua matanya sambil menangis.
"Tidak sayang, ibu tidak marah, yang seharusnya ibu marahi, dia!" Sherly menunjuk Ello sambil menatap tajam. Ello mendelik.
"He he, maaf saya tadi pinjam Dave terlalu lama. E, ini saya langsung masuk saja sudah malam. Dave terimakasih, sampai jumpa besok. Dadah...!" Ello segera berlari dan masuk ke galeri, dia kabur dari tatapan Sherly bak singa betina yang siap menerkam mangsanya.
Sherly mengajak Dave pulang. Selama berkendara Sherly menanyainya dengan berbagai macam pertanyaan, tapi Dave hanya menjawab dengan ya, tidak dan begitulah.
Pukul 19.00 Sherly tiba di rumah. Semua pandawa kini sudah berkumpul, mereka semua menuju meja makan. Sherly mengeluarkan semua isi dari tas keresek yang baru saja ia beli saat menjemput Dave tadi.
"Bu, kenapa kita hanya makan nasi goreng, mana spageti dan ayam gorengnya?" keluh Ethan.
"Apa pun makanannya, kita harus pandai bersyukur, kita masih bisa makan. Lihat penderitaan orang di luar sana, mereka sulit untuk mencari sesuap nasi." sahut Sherly dengan menatap satu persatu kelima putranya.
"Ibu kan bisa menggunakan uang kemarin yang Dave dapatkan?" ujar Dave sambil cemberut karena tak ada ayam goreng.
"Dave, ingat kita harus..."
"Hemat!" seru pandawa memotong kalimat Sherly.
"Tuh, kalian berlima ingat, cepat habiskan makanan kalian dan setelah selesai merapikan mainan segeralah tidur!" perintah Sherly.
"Baik Bu!" sahut para pandawa kompak.
Selesai makan malam, Sherly segera masuk ke kamarnya. Sedangkan para pandawa sedang mengadakan rapat dadakan di ruang keluarga.
"Kamu bilang ada yang ingin kamu sampaikan, apa itu Dik?" tanya Abigail memulai rapatnya.
"Iya, cepat katakan, ada berita bagus apa?" tanya Boman penasaran.
Mereka berlima duduk bersila sambil membentuk lingkaran.
"Tenang Kakak-Kakakku, ini ada sesuatu yang akan aku tunjukkan pada kalian." sahut Dave seraya mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
"Hah, rambut?" Charles mengernyitkan dahinya, "Aku kira kamu bakal mengeluarkan apa Dik, ternyata cuman rambut."
"Kakak, ini adalah rambut ayah. Maksudku, ini adalah rambut pria yang ada di laptop Kak Boman." terang Dave.
"Apa?" sahut pandawa yang lain kompak.
"Bagaimana kamu yakin rambut ini adalah rambut pria yang mirip dengan wajah kita?" Ethan mengambil beberapa helai rambut yang berada di ujung jari Dave, lalu mengamatinya.
Dave menceritakan semua peristiwa yang dialaminya sore tadi di rumah Alvarendra. Perihal dia bisa mengambil rambut Alva adalah ketika dia pura-pura tenggelam. Saat Alva mengangkat tubuhnya ke tepi kolam, dengan cepat dia mengambil beberapa helai rambut Alva yang rontok.
"Kamu genius Dik, tapi kamu tidak papa kan?" Abigail mengusap pundak adiknya. Dave menggeleng.
"Baik, Ethan kamu yang akan melakukan tes DNA besok!" tunjuk Abigail pada Ethan.
"Aku Kak, kenapa harus aku?" elak Ethan.
"Adik, biasanya selesai kuliah kamu kan pergi ke rumah sakit untuk praktik?" Abigail mengingatkan.
"Tapi Kak, bagaimana bisa anak sekecil aku pergi ke rumah sakit seorang diri untuk tes DNA?"
"Dik, gunakan otak geniusmu, kamu pasti bisa. Ini demi ibu juga. Kita sudah sepakat kan kalau akan mempertemukan ayah dengan ibu." Abigail mencoba mengarahkan adiknya.
"Iya Kak, aku juga sangat rindu dengan sosok ayah. Aku ingin sekali memeluknya dan mengajak dia berenang bersama ibu." sahut Ethan.
"Pria itu tak bisa berenang. Dia sangat ketakutan saat menolongku tadi." terang Dave.
"Benarkah ayah kita tak bisa berenang?" Boman menahan tawa kecilnya.
"Iya deh, aku yang akan ikut tes DNA besok." seru Ethan.
Selesai mereka mengadakan rapat kecil, mereka segera pergi ke kamar masing -masing setelah Sherly memergoki mereka di ruang tamu.
Keesokan harinya.
Seperti biasa Sherly menyiapkan sarapan, tak lupa juga dia menyiapkan baju ganti untuk dirinya. Siang nanti setelah mengantar kelima putranya, dia akan berlatih renang di tempat Hotel Lotus, dimana lomba akan diadakan.
"Aku tak boleh menyerah, aku pasti bisa memenangkan perlombaan itu." batinnya bersemangat seraya mengepalkan tangan kanannya menyemangati diri sendiri.
Semua pandawa kecil sudah rapi dan mereka sudah siap untuk berangkat kuliah. Sherly menuju garasi dan memanasi mesin mobil.
"Ibu rapi sekali, mau kemana?" tanya Boman seraya memperhatikan penampilan ibunya.
"Ibu tidak kemana -mana, ibu akan latihan renang di sebuah hotel." sahutnya seraya mulai melajukan mobilnya.
"Hotel? Bukannya hotel itu tempat untuk menginap?" tegur Abigail.
"Hahaha, iya sayang kamu benar, tapi di tempat yang ibu tuju nanti ada kolam renang yang besar di sana." terang Sherly penuh penekanan pada kata besar.
Selesai menurunkan penumpangnya, Sherli tancap gas menuju Hotel Lotus. Tiga puluh menit dia sampai, dia mulai melangkahkan kaki menuju resepsionis. Setelah mendapatkan izin, Sherly segera mengganti bajunya.
Di pagi yang masih sepi pengunjung, Alvarendra menyempatkan waktunya untuk mengunjungi beberapa hotel, terutama Hotel Lotus yang akan dijadikan tempat untuk perlombaan. Banyak karyawan wanita yang ternyata mengetahui kabar kalau pemilik hotel akan berkunjung, jadi mereka sudah siap sejak pagi tadi hanya sekedar ingin melihat wajah Alva.
"Wah, ganteng banget ya wajah tuan Alva," gumam salah satu karyawan yang mengagumi sosok Alva yang terlihat dari kejauhan, Alva akan melintasi mereka.
"Iya, andai aku bisa menikah dengan tuan Alva, sudah pasti aku akan nempel terus." sahut yang lain.
Alva baru tiba dan hanya berjarak satu meter saja dengan karyawan wanita, dia langsung bersin -bersin.
"Haciu, haciu!" suara bersin Alva, suara bersinnya saja sudah merdu bikin yang mendengarnya kelabakan.
"Ganteng -ganteng kok gitu," salah satu karyawan meledaknya.
"Hus, itu merdu bagiku."
"Iss, kalau aku ogah sama model cowok yang begituan."
Alva memperhatikan mereka yang sedang berbisik.
"Kalian semua aku pecat!" ucap Alva seraya menunjuk 3 wanita yang sedang bergosip tadi. Sontak membuat mereka berhamburan menuju Alva, bersimpuh dan meminta maaf. Alva semakin sering bersinnya.
"Cukup, dan jangan sentuh aku!" Alva menghindari mereka saat mencoba untuk menyentuh kakinya.
"Maafkan kami Tuan Alva, apa salah kami?"
"Iya, Tuan, kami tadi tak sedang membicarakan Tuan."
"Apa ini pekerjaan kalian? Pagi-pagi sudah menggosip! Sana di pasar kalau mau gosip!" bentak Alvarendra dengan tatapan marah.
"Tidak tuan, tolong maafkan kami!" sahut mereka bertiga kompak. Mereka saling pandang dengan ekspresi ketakutan.
"Tiada kata maaf bagi kalian." Alva terus berjalan tanpa memperdulikan lagi mereka bertiga yang sedang menangis menyesali perbuatannya. Manager hotel melihat kejadian itu dan segera menenangkan pegawainya. Setelah itu tiga pegawai pergi dari hotel lotus.
Alva terus berjalan hingga sampai pada halaman belakang hotel. Dia melihat seorang wanita tengah berada di dalam kolam. Dia hendak menegurnya tapi tiba-tiba dia mendapatkan panggilan masuk yang mengharuskan dia pergi dari tempat itu.
"Siapa dia, dan berani-beraninya dia menggunakan kolam ini. Memangnya aku membangun tempat ini untuk dia gunakan apa?" Gerutu Alva seraya bergegas meninggalkan hotel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Nurjannah Rajja
Apalagi kalau nyanyi....
2023-01-27
0
IG : @thatya0316
like like like
semangat kak
2021-11-20
0
lina
semangt author
2021-11-09
0