Pagi ini Sherly sudah sibuk di dapur, dia menyiapkan bekal untuk kelima putranya. Mengisi kotak makan, dengan menu roti bakar dengan berbagai varian rasa. Untuk Abigail rasa stroberi, untuk Boman rasa melon, untuk Charles rasa coklat, untuk Dave rasa bluberi dan terakhir untuk Ethan rasa kacang. Tak lupa Sherly menaruh minum dalam botol pada tas mereka masing-masing. Jam sudah menunjukkan pukul 06.00. Sherly memanggil kelima putranya.
"A, B, C, D, E!" panggil Sherly, sengaja menyingkat nama mereka. Kelima pandawa serentak keluar dari kamar masing-masing, lalu mereka menuju ruang makan.
"Pagi ini, ibu akan mengantar kalian sekolah. Meski IQ kalian genius, bisakah kalian bersikap normal layaknya anak-anak diusia kalian?" Sherly khawatir dengan kebahagiaan mereka, yang cenderung bersikap dewasa. Oleh karena itu dia ingin mendaftarkan mereka di Tk.
"Mengapa Ibu meminta kami bersikap begitu? Bukankah kami ini sudah normal?" ujar Abigail yang tak setuju dengan argumen ibunya.
"Maksud ibu, ibu ingin kalian menghabiskan waktu kalian untuk bermain dengan teman baru kalian. Itu tujuan dari sekolah selain belajar." Sherly meluruskan maksudnya.
"Kami bisa bermain bersama dengan saudara kami." tukas Boman, membuat Sherli menaikkan alisnya.
"Pelajaran di TK membosankan, Ibu....Kami sudah merasa nyaman dengan kehidupan kami yang sekarang. Jadi, Ibu tidak perlu repot -repot untuk menyekolahkan kami." Imbuh Charles.
"Aku lebih suka melukis dari pada sekolah, mencari uang sebanyak -banyaknya demi kebahagianmu, Ibu." Dave beranjak dari kursi dan menghampiri ibunya.
"Aku sudah pintar tanpa harus Ibu sekolahkan." imbuhnya lagi lalu merangkul Sherly dan mencium pipinya. Perlakuan Dave membuat hatinya menciut untuk mendaftarkan mereka sekolah TK.
"Ibu tidak usah khawatir dengan pendidikan kami. Kami anak genius, yang mana kemampuan kami tidak akan pernah disalahgunakan. Kami janji akan membahagiakan Ibu." Ethan juga turun dari kursi, mendekati ibunya dan merangkulnya. Begitu juga dengan Abigail, Boman dan Charles.
Sherly begitu terharu dengan pelukan yang pandawa kecil berikan, sampai - sampai air matanya menitik.
"Hapus air matamu, Bu." Abigail mengusap pipi ibunya dengan tangannya yang mungil.
"Jangan bersedih lagi!" Boman mengeratkan pelukannya.
"Anak-anak, maafkan ibu, jika ternyata keputusan ibu itu memaksa kalian. Pendidikan juga penting untuk kalian, ibu juga mengagumi kegeniusan kalian. Baiklah, kalau begitu ibu akan mendukung keputusan kalian yang menurut ibu juga baik untuk kehidupan kalian dimasa depan." Sherly mengusap pipinya bekas air matanya yang masih tersisa tak terasa pandawa kecilnya sudah besar, dirasanya masih balita.
"Ketahuilah anak-anakku, kebahagiaan ibu bukanlah uang yang banyak, melainkan melihat kalian tumbuh besar dan sehat." Sherly melepas pelukannya dan menatap pandawa kecil satu per satu.
"Baik, sudah ibu putuskan untuk tidak memasukkan kalian di bangku TK. Lantas, apa yang akan kalian lakukan untuk mengisi kegiatan sehari -hari?" Sherly menatap mereka satu per satu.
"Abigail ingin masuk kuliah saja." sahut Abigail seraya duduk ke kursinya lagi. Begitu juga dengan saudaranya yang lain, mereka juga meminta ingin masuk kuliah.
Sherly membulatkan matanya lebar -lebar, tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar.
"Kalian tak salah! Kuliah diusia muda? Bahkan umur kalian baru genap 5 tahun!"
Pandawa kecil serentak menggelengkan kepala.
Akhirnya setelah berfikir begitu lama, ibu dari lima anak kembar itu menyetujui mereka dan mulai ini juga Sherly mendaftarkan mereka. Sherly mengeluarkan mobil dari garasi, semua pandawa masuk kedalam mobil. Sherly sengaja memilihkan mereka satu kampus agar mudah untuk antar jemput mereka.
Sherly menuju tempat pendaftaran, sementara kelima putranya menunggu di parkiran.
Salah satu dosen yang ada di kampus itu menolak karena tidak menerima mahasiswa yang masih di bawah umur.
"Aku bisa saja menuntut kampus ini, karena tidak melayani masyarakatnya dengan baik!" Abigail tiba-tiba datang menemui ibunya dan mendengar semua perkataan dosen kampus itu.
"Anak sekecil kamu bisa apa! SD saja belum lulus sudah mau masuk kuliah. Memangnya kampus ini milik nenek moyang kamu apa?" Dosen dengan perawakan gempal dan berkumis ini meledek Sherly dan anaknya.
"Hus, jangan sembarangan dengan Kakakku! Anda belum tahu kemampuannya." Boman menyusul kakaknya, dia merasa sakit hati dengan perkataan dosen itu.
"Maafkan kelancangan putraku, mereka hanya belum bisa bersikap sopan." Sherly membungkukkan badan, dan meminta maaf pada dosen.
"Ibu tidak salah, kenapa Ibu yang meminta maaf?" gerutu Abigail seraya menatap kesal ke arah pria itu.
Dari balik pintu ruang pendaftaran datang seorang pria bertubuh kurus, namun terlihat berwibawa menghampiri mereka.
"Ada apa ini, Pak William?" tanya pria kurus itu dengan sopan. Pria bertubuh gempal yang bernama William itu menunduk hormat.
"Pak Rektor, Ibu ini ingin mendaftarkan kelima anaknya yang masih di bawah umur. Tapi, saya menolaknya." terang William.
Pria bertubuh kurus itu ternyata seorang rektor kampus, beliau bernama Tomi.
"Apa alasan Anda ingin menyekolahkan putra Anda di usia masih terbilang balita ini?" tanyanya sopan dan lemah lembut, beda dengan pria bertubuh gempal tadi.
"Mereka istimewa Pak Rektor, Anda bisa melihatnya sendiri." Sherly mengeluarkan buku dan pensil dari dalam tas Abigail dan menyerahkan pada pak rektor.
"Hm, sebentar aku tes dulu kamu," menunjuk ke arah Abigail. "Siapa namamu?" tanyanya sambil membungkuk menyalami Abigail. Abigail tersenyum ramah melihat sikap rektor kampus.
"Abigail Pak," dia menjabat tangan rektor.
"Dan satunya lagi?" Tomi menatap Boman yang sejak tadi berdiri di samping ibunya.
"Boman," sahutnya singkat.
"Baik, Abigail coba 6 ditambah 6 berapa?"
"12" sahut Abigail dengan cepat. "Anda bisa memberikan saya soal tentang Kalkulus atau Aritmatika sekali pun saya akan mengerjakannya jika itu bisa membuat Anda yakin untuk menerima saya dan saudara -saudara saya." sambungnya lagi, tentu Tomi terkekeh dengan gaya bicara Abigail yang dirasa sok pintar itu.
"Kalkulus?" Tomi membisikkan kata pada William agar mengambil buku Kalkulus. Tak butuh waktu lama William kembali dengan membawa buku tebal.
Tomi mulai menulis soal yang ia rasa cukup sulit dan segera memberikan pada Abigail. Hanya hitungan detik saja soal itu selesai.
"Wow, menakjubkan!" Tomi dan William ternganga tak percaya dengan kemampuan otak Abigail.
"Benar bukan jawaban dariku?" Abigail menyeringai. Boman dengan ekspresi bangganya kini berjajar dengan Abigail.
"Sudah tentu benar, Kakakku tak pernah salah. Jadi, kami bisa kuliah di sini. Bahkan dengan kemampuan kami, kami bisa menggantikan Anda jika mau."ucap Boman sedikit mengancam.
"Baik, baik kami akan menerima kalian berdua." Rektor nampak berkeringat dingin jika saja posisinya tergeser oleh anak kecil, William pun terlihat beberapa kali mengusap wajahnya.
"Mereka bukan berdua, Pak, melainkan berlima." terang Sherly, akhirnya putra-putranya bisa kuliah di kampus ini.
"Ber-berlima!" Wulliam menunjukkan lima jarinya, dan hanya mendapat anggukan dari Sherly.
Sherly memanggil mereka di parkiran.
"Ini pandawa kecilku, Charles, Dave dan Ethan." Sherly memperkenalkan putranya yang lain. Mereka bersalaman secara bergantian pada Tomi dan William.
"Se-selamat menjadi mahasiswa termuda di kampus ini," Tomi terbata menyambut pandawa kecil.
"Mereka akan mengambil mata kuliah yang berbeda." terang Sherly kemudian pamit undur diri meninggalkan pandawa yang langsung masuk kuliah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
🌸 Yowu-Kim 🌸
Ga kebayang para balita berbaur ama anak kuliah 🤣🤣
2025-04-07
0
范妮·廉姆
namanya sama kaya tokoh karakter ak hehe
2024-01-04
0
gah ara
sama...mau koment jahat ngga tega sama author
2023-10-18
0