Sherly menemui para pandawa kecilnya, meski dia menjadi tatapan semua orang tapi tak ia hiraukan. Dia mempercepat langkahnya hingga sampai pada kelima putranya.
"Ibu, Ibu tak apa-apa kan?" tanya Abigail begitu cemas, seketika itu semua pandawa memeluk Sherly.
"Tidak, ayo kita pulang !" ajak Sherly.
"Kenapa terburu-buru, Bu?" tanya Boman.
"Ini sudah malam, dan waktunya kalian istirahat , ayo kita pulang! Besok kalian di rumah saja!" ujar Sherly dengan terus berjalan menggiring kelima putranya menuju parkiran.
"Ibu mau ke mana, besok?" tanya Dave penasaran.
"Besok Ibu ikut lomba berenang." terang Charles.
"Benarkah, Ibu sungguh hebat! Ibu pasti juara satu lagi." tukas Ethan.
"Semoga saja, kalian bisa kan tertib di rumah untuk sehari saja?"
"Bisa Bu," sahut mereka berlima kompak.
Kini mereka sudah sampai di parkiran. Sherly segera membuka pintu mobil, setelah pandawa semua masuk , Sherly segera tancap gas meninggalkan hotel.
Sesampainya di rumah, dia menggiring kelima putranya menuju kamar masing-masing. Seperti biasa, mencium kening dan kedua pipi mereka bergantian sebelum tidur.
Sherly sendiri segera mandi dan berganti pakaian, sebelumnya dia juga mencuci baju yang baru saja presdir pinjamkan.
Kini dia sudah berada di atas kasurnya, kedua matanya terpejam tapi tidak dengan otaknya. Sejurus pikirannya melayang pada presdir yang ditolongnya tadi.
"Aku sepertinya tidak asing dengan wajah itu, pernah bertemu di mana ya?" gumamnya lagi seraya mengingat wajah Alvarendra yang begitu tampan.
Sangking lelahnya, akhirnya dia tertidur dengan segudang mimpi.
Keesokan paginya.
Sherly kini sudah siap dengan penampilannya yang sederhana, dia melipat baju pinjaman yang sudah di cucinya juga, memasukkan pada paper bag. Dia bermaksud mengembalikan baju yang ia kenakan semalam pada presdir. Tak lupa juga dia membawa baju ganti.
Selesai mempersiapkan apa saja yang perlu dia bawa, dia segera menuju ke ruang makan. Menyapa kelima putranya, dan ikut sarapan bersama.
"Ibu perlu diantar?" tanya Boman menawarkan diri.
Sherly terkekeh, "Tidak sayang, ibu bisa pergi sendiri."
"Bawa pulang hadiahnya untuk kami Bu!" seru Ethan.
"Tentu," sahut Sherly penuh semangat.
"Jangan lupa berdoa Bu, agar Ibu tak cidera!" Charles mengingatkan ibunya, Sherly pun mengangguk.
Selesai sarapan Sherly menuju garasi lalu memanasi mesin mobil.
"Ibu hati-hati, kami pasti akan merindukan Ibu." ucap Dave.
"Sayang, ibu hanya ikut lomba berenang. Tidak kemana-mana. Seperti pergi jauh saja." Sherly menarik nafasnya panjang dan membuangnya perlahan. Sherly membuka pintu mobil lalu keluar. Dia merasakan kecemasan di raut para pandawa kecilnya, Sherly mengayunkan tangannya memberi isyarat untuk berpelukan. Para pandawa berhamburan menuju Sherly. Mereka berlima memeluk ibunya dengan sangat erat.
Sherly melonggarkan pelukannya dirasa itu sudah cukup.
"Dadah...ibu berangkat!" seru Sherly sambil masuk lagi ke dalam mobil dan segera menjalankan mobilnya menuju tempat semalam.
"Hati-hati di jalan Bu, jangan ngebut!" Abigail mengingatkan, Sherly hanya tersenyum dan mengangguk, lalu dia segera menghilang dari pandangan pandawa.
"Kalian tahu siapa pria yang ditolong ibu semalam?" tanya Dave pada saudaranya, mereka saling pandang dan mengangkat bahu.
"Cahayanya temaram, aku tak begitu jelas melihatnya." sahut Abigail.
"Bukannya dia pemimpin hotel itu?" Boman menegaskan.
"Itu dia, dia adalah pria yang aku ambil rambutnya sebagai sampel untuk tes DNA." terang Dave.
"Pria itu, ayah kita?" Ethan begitu bahagia.
"Kita akan tahu setelah hasil tes itu keluar." terang Charles.
.
Para peserta tengah sibuk berganti pakaian, bahkan mereka sampai mengantre. Sherly saat berjalan menyusuri tepi kolam, seperti melihat sosok presdir yang ia tolong semalam. Bukannya mengantre untuk berganti pakaian dia malah menyusul Alva yang tengah berjalan menjauhi kerumunan.
"Tunggu, Presdir!" teriak Sherly setengah berlari memanggil pria itu.
Mendengar ada seseorang berteriak yang tak dikenal, para pengawal Alva segera mencegahnya untuk mendekat.
"Berhenti Nona, jaga jarakmu!" ucap salah satu pengawal sambil merentangkan kedua tangan menghalanginya.
Alvarendra pun ikut menoleh.
"Wanita itu..." gumamnya, "Biarkan dia!" perintah Alva, pengawal pun segera memberi ruang untuk mereka berdua.
Alvarendra sempat berfikir kalau mysophobianya terhadap wanita hilang.
"Presdir," suara Sherly terdengar ngos-ngosan. Setelah pandangan mereka bertemu Sherly menarik nafasnya panjang -panjang dan membuangnya pelan.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alva datar seraya memperhatikan wanita di depannya.
"Ini," Sherly menyodorkan paper bag dan Alva sontak langsung menerimanya.
"Terimakasih," sambungnya lagi dan segera pergi dari hadapan Alva. Alvarendra sendiri jadi bingung, maksudnya apa dengan menyerahkan paper bag? Seharusnya dia yang berterimakasih karena telah diberikan suatu.
Alva tertegun sejenak menatap bekas bayangan Sherly.
"Tuan, mari!" pengawalnya membuyarkan lamunan Alva.
"Iya," sahut Alva lalu dia membuka isi paper bag itu sebelum pergi. Dia tersenyum kecil.
"Aku kira dia mau memberikanku apa? Nyatanya ini baju yang dia kenakan semalam. Dasar aneh, jika wanita lain pasti akan bersikap sebaliknya." gumam Alva.
Alva menenteng paper bag sambil berjalan menuju ruang juri perlombaan renang. Meletakan begitu saja tas itu di atas meja. Para juri saling pandang satu sama lain, tak berani bertanya karena sungkan.
Alva sendiri yang memantau situasi lomba kali ini, karena hadiah yang akan dibawa pulang oleh pemenang bukanlah hadiah yang biasa. Tapi lebih dari kata itu, yakni sekarung batang emas. Ini adalah pertama kalinya selama 76 tahun Bank Core mengadakan lomba yang hadiahnya bikin rebutan semua orang.
Selesai memasuki ruang juri, Alvarendra beserta para juri menuju tempat perlombaan. Dia dan ketiga juri itu duduk di tempat yang sudah dipersiapkan.
Sebelum duduk, Alva menyemprotkan antiseptik pada kursinya. Setelah itu dia baru duduk dengan santai. Ternyata pikirannya tak sesuai harapan. Saat peserta lomba renang putri berjalan melewatinya, dia bersin-bersin kembali.
"Sial, mengapa bisa kambuh lagi. Aku kira sudah sembuh!" gerutu Alva yang segera menginstruksikan pada pengawalnya untuk mencari posisi yang jauh dari kerumunan.
Semua peserta lomba kini sudah berbaris rapi dan sedang mendengarkan ketentuan sebagai pemenang. Sherly yang kini sudah berganti dengan pakaian renang, memperhatikan dengan seksama.
"Peraturan yang harus diperhatikan yaitu, pertama, mulai dari garis start hingga akhir, perenang diwajibkan untuk berenang dengan menggunakan gaya punggung. Kedua, perenang beberapa kali harus muncul ke permukaan air. Ketiga, saat akan mencapai garis finish, perenang harus menyentuh dinding kolam." terang salah satu juri lomba.
Peserta lomba berenang putri itu diikuti oleh dua ratus peserta. Dan Sherly mendapatkan nomor punggung 125. Terbilang masih terlalu lama.
Perlombaan pun dimulai, satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam berlalu, belum juga giliran Sherly. Sherly sedikit gusar, dia teringat dengan pesan Charles. Sherly segera mengadahkan tangan untuk berdoa, dirasa cukup dan hatinya sudah tenang kembali, dia fokus lagi pada perlombaan.
Pukul 12.00
Giliran Sherly dipanggil. Dia mulai berjalan menuju start bersama keempat lawannya. Aba -aba dimulai, mereka langsung berenang. Sherly menunjukkan kebolehannya dengan gaya punggungnya. Hal ini sangat mudah ia rasa, karena setiap harinya gaya panggung lah yang ia gunakan untuk latihan.
Alva tak tahu kalau Sherly ikut lomba, karena penampilannya sungguh membuat orang tak mengenalinya.
Hampir menjelang sore semua peserta telah melaksanakan tugasnya. Kini giliran penentuan siapa yang akan berhasil membawa pulang sekarung batang emas.
"Kecepatan dan gaya lah yang dinilai." ucap sang juri yang mulai mengumumkan pemenangnya. "Dengan nilai tertinggi mencapai 1573 diraih oleh...nomor punggung 125." ujar sang juri dengan suara lantangnya.
Sherly tak percaya, dia menang lagi. Sherly melepas kacamata renangnya dan menuju podium.
Alvarendra dibuatnya terkejut, "Wanita itu lagi?" gumamnya sambil berbisik pada salah satu pengawalnya. Pengawal itu pun pergi melakukan tugasnya.
Alvarendra sendiri yang akan menyerahkan hadiahnya pada si pemenang.
Dia harus menyiapkan fisiknya saat melewati deretan peserta lain. Dan benar saja, bersin-bersinnya tak kunjung pergi malah semakin parah.
Alvarendra dengan para pengawalnya berjalan menuju podium. Alva naik untuk memberikan Sherly sekarung batang emas.
"Selamat atas kemenanganmu Nona!" ucap Alvarendra, seketika itu dia sadar kala menatap kedua bola matanya. Desiran angin menerpa hatinya.
"Aneh, hanya pada wanita ini aku tak merasakan alergi lagi." batin Alva seraya menjabat tangan Sherly.
"Presdir ini? Wajahnya seperti pria 6 tahun lalu." Sherly membulatkan kedua matanya. Kemana rasa benci dan dendam kesumatnya? Mengapa mendadak hilang? Dan rasa apa ini? Jantung nya mulai berdegup kencang saat dia merasakan sentuhan tangan dari Alvarendra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Nurjannah Rajja
Astaga sekarung...
2023-01-27
0
Beci Luna
cinta pada pandangan pertama keren...thor
2022-04-19
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
good job Sherly
2021-11-09
0