Tak hanya sekarung batang emas yang Sherly bawa pulang. Sebuah paper bag juga.
Selesai penerimaan hadiah, Sherly bergegas mengganti pakaiannya dengan yang kering dan segera pulang.
Kerumunan peserta yang begitu banyak membuat Alva kehilangan sosok Sherly. Alva ingin menanyakan perihal identitas Sherly secara langsung namun dia sudah kehilangan jejak.
Sherly menyeret hadiahnya sampai ke parkiran. Dibantu oleh seorang sekuriti untuk memasukkannya ke dalam mobil. Sherly mengemudikan mobilnya dengan berbagai perasaan yang sulit diartikan.
Pukul 19.00
Sherly sudah sampai di rumahnya, para pandawa berjajar menunggu kepulangan ibunya.
"Ibu menang?" tanya Abigail, Sherly mengangguk seraya menunjukkan hadiah yang diseretnya.
"Hore!" seru pandawa, mereka berlima bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil berjingkrak kegirangan.
Sherly membawa masuk hadiahnya, semua pandawa membuka isi karung tersebut.
"Emas!" seru mereka kompak.
"Ibu sekarang kaya!" seru Boman.
"Ibu tidak berniat untuk menukarnya menjadi uang. Biarkan berbentuk seperti ini. Besok ibu akan membeli brankas untuk menyimpan benda itu." terang Sherly seraya menyandarkan kepalanya di punggung sofa.
"Kenapa Bu, kalau jadi uang kan Ibu bisa beli ini itu?" Charles tak sependapat dengan ide ibunya.
"Ingat, kita harus hemat!" ujar Sherly seraya menenteng paper bag menuju kamarnya.
Semua pandawa tak bisa mengelak jika ibunya sudah berkata demikian.
Sherly terlebih dahulu mandi dan berganti pakaian setelah itu segera keluar kamar menuju dapur. Perlombaan tadi sangat menguras energinya, perutnya sangat lapar. Dia membuat mie instan. Selesai masak dia mengajak pandawa untuk makan malam.
"Kenapa kalian cemberut?" Sherly menatap satu persatu wajah masam pandawa.
"Ibu, sampai kapan Ibu akan menyimpan emas batangan itu?" tanya Ethan.
"Ya, mungkin sampai kalian besar nanti." sahut Sherly asal, dia juga belum tahu mau dia apakan emas itu. Yang jelas dia akan menyimpannya di dalam brankas.
Selesai menyantap makan malamnya dia bergegas menuju kamar untuk merebahkan tubuhnya yang penat itu. Pandangannya tertuju paper bag yang ia letakkan asal saja. Tangannya meraih paper bag dan segera membuka isinya.
"Ya Tuhan, ini baju yang aku kembalikan pada presdir itu, kenapa dikembalikan lagi padaku?" Sherly mengangkat baju itu dan mengamatinya lekat.
.
Kemenangan Sherly memenuhi berita pagi ini. Wajahnya tergambar jelas di layar televisi dan media cetak lainnya. Dia tak menghiraukan ketenarannya yang bahkan mengalahkan ketenaran presdir Alvarendra. Dia masih termenung dengan sosok Alva.
"Jika benar pria itu adalah pria yang 6 tahun silam tidur denganku? Berarti dia adalah ayah pandawa," Sherly mengusap wajahnya kasar.
"Itu tidak mungkin," Sherly segera keluar dari kamarnya. Keikut sertaannya dalam lomba kemarin membuat dia sangat lelah. Ditambah pertemuannya dengan Alva, membuat kepalanya stres. Dia berencana belanja seorang diri ke mall untuk menghilangkan rasa stresnya.
Sherly mengendarai mobilnya menuju mall. Sesampainya di sana dia membeli kebutuhan rumah untuk satu bulan kedepan. Selesai membayar di kasir Sherly menuju ke parkiran, memasukkan semua belanjanya ke dalam bagasi.
Dilain sisi Anita dan Imel sedang sarapan disebuah resto.
"Ma, lihat berita pagi ini!" Imel menunjukkan layar ponselnya pada Anita.
"Bukankah ini Sherly?" Gumam Anita.
"Iya Ma, dia masuk berita!" Imel sedikit tersentak dengan ketenaran Sherly.
"Apa dia sudah balik ke Indonesia?" tanya Anita, wajahnya tak senang.
"Sepertinya begitu, dia baru saja mengikuti lomba berenang, Ma. Dan hadiah yang Sherly dapatkan adalah sekarung batang emas!" Imel menganga saat membaca berita itu.
"Apa! Sekarung batang emas!" ucap Anita seketika raut wajahnya berubah cemas. Merasa iri dengan keberhasilan yang Sherly peroleh membuat dadanya sesak. Imel menyodorkan minuman untuk ibunya.
"Dia ada dimana sekarang?" tanya Anita seraya mengecek sendiri berita tentang Sherly yang ada di layar televisi dekatnya. Imel yang ditanya hanya mengangkat bahunya.
"Aku kira selama dia pergi keluar negeri hidupnya bakal susah, eh, ternyata dia malah menang lomba." terang Imel yang ditanggapi serius oleh Anita.
"Ini tak bisa dibiarkan, selama Sherly masih hidup kita akan kesulitan untuk menikmati harta warisan papanya." Anita mengepalkan tangan penuh emosi dan kebencian.
"Betul itu Ma, kalau tidak salah ingat, waktu kita usir, dia tengah hamil kan?" Imel mendongakkan kepala mencoba mengingat.
"Kamu benar Sayang, cepat kita habiskan makanannya dan segera pergi dari sini. Kuping mama sudah terasa panas mendengar berita ini!" Anita beberapa kali menutup telinganya, di televisi yang ada di resto itu sejak tadi isi beritanya hanya tentang Sherly.
Selesai makan di resto, Anita dan Imel pergi belanja ke mall yang satu tempat dengan Sherly. Mereka juga membeli kebutuhan untuk satu bulan kedepan, selesai dari mall mereka berdua menenteng berbagai macam warna paper bag menuju parkiran.
"Ma, Mama!" ucap Imel panik, sontak dia menepuk bahu mamanya berulang kali dengan cukup keras, "Lihat Ma, itu! Di parkiran sana!" Imel menudingkan jari telunjuknya ke arah parkiran.
"Apaan sih, sayang! Sakit," Anita mengusap bahunya seraya mengikuti arah telunjuk Imel.
"Sherly!" Anita membulatkan matanya lebar-lebar tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Seketika itu semua paper bagnya jatuh.
"Sherly Ma, kita tak perlu repot -repot mencarinya, ternyata dia ada di sini." Imel segera mengemasi paper bag milik mamanya yang jatuh dan segera mengekor Anita yang berjalan mendahuluinya.
"Sherly!" panggil Anita, seketika pemilik nama itu menoleh saat hendak masuk ke mobil.
"Mama," sahut Sherly kaget.
"Sejak kapan kamu tinggal di Indonesia?" tanya Imel yang baru datang.
"Baru Kak, sekitar 1 bulan yang lalu." sahut Sherly seraya mau meraih tangan Anita untuk salim tapi ia menepisnya. Sherly sedikit kecewa dengan sikap mamanya, meski sudah lama tak bertemu, dia tetap menaruh hormat padanya.
"Bagaimana kabar Mama?" tanya Sherly sopan.
"Baik, dan sangat baik setelah kamu pergi dari rumah." terang Anita membuat hati Sherly sakit. Sebegitu bencinya kah mama tiri padanya?
"Ini mobil kamu?" Anita menunjuk mobil di sampingnya dengan ekspresi iri. Sherly mengangguk pelan.
"Usaha apa kamu, bisa beli mobil segala?" Imel tak kalah irinya, dia menatap intens penampilan Sherly yang sederhana itu.
"Aku tidak beli Kak," sahut Sherly.
"Tidak beli, lantas...oo, aku tahu ini pasti milik majikanmu!" tukas Anita. Mendengar ledekan itu, Sherly diam saja.
"Lama tinggal di luar negeri, cuman jadi pembantu kamu? Pantes, penampilan kumal begini!" Imel memegang ujung bahu Sherly dengan tatapan jijik.
"Terus, mana anak kamu?" tanya Anita ketus.
"Anak?" Sherly mengucapkannya lirih, sejenak dia berpikir untuk merahasiakan kelima putranya. Apa jadinya nanti jika Anita tahu kalau Sherly memiliki 5 anak kembar.
"Dia sudah tak ada, Ma." sahut Sherly bohong.
"Bagus, itu lebih baik dia tak lahir ke dunia ini." ucap Anita membuat Sherly merasa murka.
"Mengapa Mama berkata demikian? Dia juga cucu Mama!" Sherly sedikit meninggikan suaranya.
"Cucu dari mana? Ingat Sherly, aku hanya punya satu anak yaitu Imel. Kamu tak pernah ku anggap menjadi anakku. Aku menikah dengan papamu hanya karena kekayaannya saja. Siapa juga yang mau dengan duda sakit-sakitan seperti papamu itu?"
"Jadi, selama ini Mama tak pernah tulus mencintai papaku?" Sherly mulai menitikkan air mata sedih mengingat almarhum papanya.
"Toh papa juga pilih kasih padaku. Dulu dia tak pernah memberiku hadiah saat aku SD, cuman kamu yang selalu dimanjakannya. Aku benci dia, untung dia sudah lama meninggal, jadi aku bebas menggunakan uangnya untuk kebutuhan pribadiku." terang Imel dengan santainya. Sherly makin mendidih darahnya mendengar umpatan Imel.
"Plok!" tamparan Sherly berhasil mendarat di pipinya Imel.
"Aw!" rintih Imel sambil mengusap pipinya.
"Dasar pembantu! Berani sekali kamu menampar putriku." Anita emosi seraya melayangkan tangannya hendak membalas Sherly. Sherly menahan tangan Anita.
"Cukup Ma, aku bukan Sherly yang dulu! Kalian tak akan bisa merendahkan aku lagi." Sherly membuang kasar tangan Anita.
"Ingat, suatu hari nanti, aku akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku. Kalian para penjilat!" umpat Sherly seraya bergegas masuk ke mobil dan pergi.
"Kamu nggak papa kan, sayang?" Imel mengusap kedua bahu putrinya.
"Iya Ma, meski sedikit perih." keluh Imel, tamparan Sherly cukup kuat hingga membuat bibirnya berdarah.
"Sherly tak bisa dibiarkan hidup, jika dia berhasil merebut harta yang sudah menjadi milik kita, kehidupan kita akan terancam."
"Ma, aku nggak mau hidup miskin. Jika aku miskin mas Wendi bakal ninggalin aku. Aku nggak mau itu terjadi." rengek Imel.
"Tenang Sayang, ibu tak kan membiarkan itu terjadi." ucap Anita seraya mengambil ponselnya dan sedang mencari kontak seseorang.
"Hallo, Edo, ada tugas baru untukmu, habisi Sherly."
Bersambung....
Teman -teman jangan lupa buat kasih semangat buat aku ya, dengan cara beri like, favorit, vote dan komennya.
Terimakasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
🌸 Yowu-Kim 🌸
Ishh jangan lemah kau sher. Rebut kembali peninggalan papa kamu
2025-04-07
0
🌸 Yowu-Kim 🌸
Nah setuju nih
2025-04-07
0
🌸 Yowu-Kim 🌸
Dua 🐍 nih harus dibumihanguskan
2025-04-07
0