Para pandawa setelah mengikuti latihan renang bersama ibunya, mereka berkumpul di kamar Boman. Mereka duduk melingkar di atas karpet.
"Aku sangat capek," keluh Ethan.
"Adik, sebentar saja kita berkumpulnya, ini juga demi kebahagian ibu." tutur Abigail membuat Ethan mengangguk sesekali juga dia menguap.
"Boman bagaimana?" tanya Abigail, Boman yang masih sibuk menginstal mengangguk paham, lalu dia mengarahkan laptopnya pada yang lain.
"Perhatikanlah lagi wajah orang ini!" perintah Ethan, mereka memperhatikan dengan seksama.
"Aku dan Charles sudah pernah melihat pria itu secara langsung." sambung Abigail.
"Benarkah, lalu?" tanya Dave penasaran.
"Kami hanya melihatnya saat berada dalam mobil siang tadi." ucap Charles membenarkan perkataan kakak pertamanya.
"Sepertinya pria yang mirip dengan wajah kita ini cuek terhadap berita yang lagi booming sekarang." tuduh Ethan.
"Sikapnya sangat mirip denganmu kan?" ledek Dave. Ethan hanya menjulurkan lidahnya menanggapi ledekan kakak keempatnya.
"Bagaimana kita bisa yakin kalau dia ayah kita? Hanya mengandalkan kemiripan tidak seratus persen bisa menjadi bukti yang kuat." ucap Abigail.
"Kita perlu melakukan tes DNA." imbuh Ethan.
"Kamu benar Dik, tapi bagaimana caranya ?" Charles yang polos itu menopang dagunya.
"Kita harus bertemu langsung dengan pria bernama Alvarendra itu." ucap Dave.
"Dia bahkan sulit untuk didekati, berita heboh pun yang mengabarkan wajah Ethan mirip dengannya tak membuatnya untuk turun tangan." keluh Charles sambil menggeleng -geleng kepala.
Tok...tok...tok...
"Kalian sedang apa? Ayo keluar, makan malam sudah siap!" teriak Sherly dari luar kamar.
"Baik Bu,"sahut kelima pandawa kompak.
Mereka keluar satu per satu, Sherly yang masih berdiri dan bersandar pada samping pintu memperhatikan kelima putranya. Dan sambil bersendekap Sherly menghembuskan nafas kasar.
"Kalian berlima sedang membahas apa, terlihat serius sekali?" Sherly mengikuti mereka menuju ruang makan.
"Tidak ada Bu," kompak lagi mereka menyahut.
Sherly menaikan alisnya, dan percaya begitu saja dengan sahutan mereka.
Selesai makan, seperti biasa Sherly membereskan meja makan dan membawa piring yang kotor menuju dapur. Segera dia mencuci peralatan makan dan mengembalikan ketempatnya masing -masing.
"Tabunganku semakin tipis," gumamnya saat berada di kamar.
"Apa aku coba saja bekerja di bank, tapi aku tak memiliki ijazah S1, pasti ditolak lah. Dasar bodoh!" umpatnya pada diri sendiri.
"Aku tidak boleh mengandalkan kemampuan kelima anak -anakku. Aku harus bisa bangkit sendiri. Sudah 6 tahun aku menjalani kehidupan yang miris dan saatnya aku harus mengubah hidupku." katanya lagi.
"Aku harus lebih giat berlatih untuk memenangkan perlombaan itu, aku tak boleh lemah. " ucapnya lalu keluar kamar.
Dia memandang sekeliling ruang tak mendapati kelima anaknya.
"Mungkin mereka sudah tidur." pikirnya lalu mengecek satu persatu kamar mereka. Dan benar saja dari kamar Abigail sampai kamar Ethan, semuanya sudah tertidur lelap. Sherly tersenyum puas, lalu dia berjalan menuju halaman belakang ingin latihan berenang lagi.
Sebelumnya dia tengah duduk santai di pinggir kolam. Matanya menatap langit malam yang bertaburan bintang. Pikirannya melayang pada sosok pria yang pernah tidur seranjang bersamanya 6 tahun lalu.
"Siapa dan dimana dia sekarang, aku sudah lupa dengan wajahnya. Apa dia mirip dengan kelima pandawa kecil? Aku tak bisa membayangkan jika dia tahu aku hamil dan melahirkan lima bayi kembar. Bersediakah dia menerima kelima putranya? Jika ini menyangkut kebahagian pandawa kecil, aku rela melepaskan mereka semua dan memberikan pada dia. Agar mereka mendapatkan kasih sayang seorang ayah."
Keesokan harinya.
"Ibu, Ibu!" teriak pandawa kecil mencari ibunya di seluruh ruangan tapi tak menemukannya.
"Ke mana ibu pergi Kak?" rengek Boman pada Abigail.
"Aku juga tidak tahu," Abigail mengangkat bahunya.
"Apa ibu marah?" tukas Charles yang terlihat ingin mewek.
"Untuk apa ibu marah? Kamu jangan menuduh ibu!" Abigail sedikit sendu menatap adiknya yang akan menangis.
"Kalau ibu tidak marah, ke mana perginya, pagi-pagi sudah tidak ada di rumah." Dave mulai sesenggukan.
"Aku mau ibu, sekarang juga!" rengek Ethan. Abigail mulai tak sanggup untuk menenangkan hati adik-adiknya. Mereka berlima menangis bersamaan.
"Kalian kenapa?" Sherly binggung sambil mengusap punggung mereka satu persatu, dia duduk berjinjit seraya memeluk mereka.
"Ibu, apa kau marah pada kami?" tukas Abigail mendongakkan kepalanya.
"Apa kami nakal?" Boman merasa bersalah karena membuat ibunya pagi-pagi sudah tak ada di rumah.
"Ibu darimana, kenapa pergi tidak pamit pada kami?" Charles menggosok matanya yang masih ngantuk.
"Ibu jangan tinggalkan aku! Hiks...hiks...hiks!" rengek Dave.
Ethan tanpa berkata apa pun langsung merangkul ibunya.
"Sudah- sudah, kalian kan bukan bayi lagi yang harus ibu tunggui. Kalian lupa? Kan sudah jadi anak kuliah, masa begini saja nangis ?" ujar Sherly lalu melepas pelukannya.
"Meski kami anak kuliah, tapi kan masih kecil Bu?" ujar Abigail.
"Benarkah, tapi ibu rasa kalian sudah tak membutuhkan ibu lagi?"
"Ibu jangan berkata seperti itu, itu tidak benar, Bu?" Ethan meletakkan jari telunjuknya yang mungil di ujung bibir Sherly.
"Sampai kapanpun dan dimanapun Ibu tetap Ibu kami."ujar Dave.
"Iya, ya ibu juga tahu, ibu tidak serius dengan ucapan ibu barusan."
"Terus, kenapa ibu pergi?" tanya Charles.
"Oo, ibu tadi sedang jogging , karena kalian tidurnya lelap jadi ibu pergi sendiri deh!"
"Jogging? Untuk apa Bu, capek -capek melakukan itu?" tanya Boman dengan polos.
"Hm, sini ibu mau cerita!" Sherly mengajak kelima pandawa duduk di kursi, yang kebetulan dekat dengan ruang makan. Sherly meletakkan tas keresek merah di atas meja lalu segera duduk juga.
"Ingat kan kemarin kita berenang? Coba ada yang tahu tidak mengapa ibu ajak kalian berenang sore-sore?" Sherly menatap satu per satu putranya.
"Tidak Bu," sahut Abigail.
"Biar seger, Bu." sahut Boman.
"Pasti Ibu mau ikut lomba lagi." ujar Charles yang langsung mendapat anggukan dari Sherly.
"Yap, tepat sekali." ujar Sherly menunjuk Charles.
"Ibu mau lomba lagi? Apa tidak capek, nanti kalau Ibu sakit bagaimana?" keluh Dave.
"Tenang, kan ada aku Kak!" Ethan menimpali.
"Ibu tidak mau menyusahkan kalian, mulai detik ini pemasukan yang kalian dapatkan akan ibu simpan sebagai tabungan untuk kalian besar nanti. Kita harus hemat. Dan satu lagi pesan dari ibu, pergunakan kegeniusan kalian untuk membantu orang. Jangan pamer dan ibu tidak suka melihat kalian cengeng seperti tadi." tutur Sherly , kelima pandawa kecil saling menatap satu sama lain dan mereka serentak mengangguk.
"Baiklah, ini ibu bawakan kalian buah pisang." Sherly mengeluarkan isi dari tas keresek merah.
"Kenapa harus pisang?" omel Dave.
"Karena murah, ingat kita harus hemat!" Sherly tersenyum sambil meninggalkan ruang makan menuju kamarnya.
Kelima pandawa saling pandang.
"Ingat kita harus hemat!" Abigail menirukan gaya ibunya, semua adik -adiknya tertawa.
.
Selesai kuliah Dave segera melanjutkan kegiatan melukis di galeri Ello.
"Paman, sudah selesai!" ujar Dave seraya merapikan peralatannya. Ello yang sedang menuang kopi panas ke cangkirnya menatap ke arah Dave.
"Bravo, bagus seperti aslinya!" puji Ello pada hasil lukisan Dave yang baru saja selesai.
"Auh, panas!" kopi panas yang sedari tadi ia tuang ke cangkir, luber hingga membuat Ello sontak berdiri mengibaskan tangan seraya menyapu kopi panas di celananya sehingga tampak seperti pipis di celana.
Dave tertawa lucu melihat paman Ello.
Selesai mengganti penampilan yang baru Ello berniat mengajak Dave mengantar lukisan ke keluarga Andreas.
"Baik Paman, aku akan ikut. Sesuai kesepakatan kita di awal, aku sendiri yang akan meminta biaya dari orang pemilik lukisan itu." ujar Dave, Ello tersenyum melihat ekspresi Dave yang menggemaskan itu.
Ello mengeluarkan mobil dari garasi. Dia meminta Dave untuk naik terlebih dahulu, sementara dia membungkus lukisan yang sudah kering itu.
Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di kediaman keluarga Andreas.
"Rumahnya besar dan mewah seperti istana," Gumam Dave saat mobil memasuki gerbang.
"Tentu saja, orang ini orang kaya se-Indonesia." balas Ello sembari tersenyum melihat ulah Dave yang sedang jingkrak -jingkrak.
"Aku ingin membelikan ibuku, rumah yang seperti ini." ujarnya lagi.
Kini mereka sudah turun dari mobil. Ello membantu Dave turun, lalu dia mengeluarkan lukisan dari dalam mobil.
Ting Tong...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
范妮·廉姆
wah keren banget tulisannya...
smga ak BS ikuti jejak kakak senior
2024-01-05
0
perjuangan ✅
6 orang yg makan itu 1 kilo dalam sekali makan gk akan cukup kali iya kalaupun makan nya pagi roti dan siang dan malam nasi 2/3 lah sehari..
2023-03-05
0
Feyni
nama boman diganti aja kenapa thor... berasa banting banget sama saudara saudaranya... kan banyak ya nama dari b, ada brandon, ada boy, ada batara, ada bertand, batara, ada bara, dan banyak lagi thor
2022-04-04
0