"Kalian sudah mendapatkan kabar dari paman Ello? Ibu tadi sempat menanyakan keberadaan Dave, katanya dia segera mengantar Dave pulang." Sherly menanyai keempat anaknya yang sedang berkumpul di ruang keluarga. Mereka tengah asyik bermain game. Sherly berjalan mondar -mandir menunggu balasan dari Ello. Namun yang ditunggu tak kunjung merespon.
"Belum Ibu, Ibu tidak usah khawatir! Pasti sebentar lagi paman berkumis itu akan mengantar adik pulang." tutur Abigail menoleh pada Sherly lalu melanjutkan keseriusannya bermain.
"Aku takut bila terjadi apa-apa dengannya."
"Adik Dave kan juga bawa hp, mengapa Ibu tak menghubunginya langsung?" tegur Boman.
"Sudah, tapi tak aktif sejak 20 menit lalu."
"Paman berkumis terlihat tak berbahaya, mungkin adik Dave sedang makan malam bersama atau mungkin dia sedang berada dalam perjalanan pulang ke sini." imbuh Charles.
"Hari hampir petang, Dave belum pulang juga. Aku akan menyusul dia di galeri Ello." gumamnya lalu dia masuk kamar untuk mengambil kunci mobil.
"Anak -anak kalian tunggu ibu di rumah sebentar, ibu mau ke galeri paman Ello!" tuturnya setelah keluar kamar.
"Baik Bu," sahut mereka berempat kompak.
Sherly kemudian menyalakan mesin dan berhasil keluar dari garasi dengan aman. Dia melajukan mobilnya menuju galeri Ello yang membutuhkan waktu hanya tiga puluh menit saja.
Lampu-lampu yang ada di sepanjang jalan mulai menyala. Jalanan tampak ramai dan kendaraan sarat penumpang. Ditambah kemacetan pun terjadi, Sherly terjebak macet di persimpangan jalan. Dia terus mencoba menghubungi nomor Dave, beberapa menit kemudian dia juga menghubungi Ello. Namun, kedua nomor itu sedang tak aktif. Tentu membuat dia semakin cemas.
Pukul 17.25 Sherly mulai melajukan mobilnya, kini dia sudah terbebas dari kata kemacetan.
Sepanjang jalan bibirnya tak berhenti berdoa yang ia tujukan untuk keselamatan Dave, entah mengapa hatinya berdesir begitu saja.
Sesampainya di galeri Ello, dia mendapati galeri itu sudah tutup.
"Mungkinkah Ello sudah mengantar Dave pulang?" gumamnya cemas.
Sherly menghubungi nomor Abigail dan dari sahutannya, Dave ternyata belum sampai di rumah.
"Kemana Ello mengajak Dave pergi? Oh, putraku Dave semoga tidak terjadi sesuatu padamu."
Sherly sempat bertanya juga pada warga sekitar mengenai pria yang bernama Ello itu. Dan dari keterangan yang dia peroleh, Ello seorang pria lajang berusia 30 tahun. Dia hidup sendiri karena dia bukan asli warga sini. Dia berasal dari Madura, dan menetap di Jakarta untuk memenuhi impiannya sebagai pelukis. Ello terkenal ramah dan tak pernah berbuat ulah.
.
Bik Tinuk berlari menuju ruang tamu, dia segera mencari kontak nama Bima, setelah ketemu dia memencet nomor dokter Bima.
"Ya Tuhan, Dave kamu tak apa-apa kan?" ucap Ello panik melihat mata Dave tertutup tak sadarkan diri.
Sementara Alvarendra terengah-engah nafasnya, dia tak sadar kalau berhasil membawa Dave dari tengah kolam. Hampir 5 tahun ini Alva tak pernah menyentuh kolam bahkan berenang pun tidak.
Alva selain alergi dengan wanita dia juga phobia dengan semua yang berkaitan dengan berenang. Tapi, entah mengapa tadi itu hal yang diluar dugaan.
Alva segera menekan perut Dave, seketika itu dia memuntahkan semua air yang ia telan. Lalu dia tak sadarkan diri lagi. Alva semakin panik, rasa paniknya menjalar begitu saja.
Bik Tinuk setengah berlari dengan membawa dua handuk. Dia berikan masing -masing pada Alva dan satunya lagi ia gunakan untuk menggosok tubuh Dave agar tak kedinginan.
"Bagaimana bisa dia tercebur Bik?" tanya Ello paniknya bukan main.
"Saya tadi lagi bawa piring ke dapur setelah menyuapi dia dan saya tidak tahu pastinya bagaimana dia bisa tercebur." terang bik Tinuk.
"Aku angkat dia." tutur Alva setelah mengelap wajah dan kepalanya. Alva membopong Dave dan membawanya masuk ke dalam sebuah kamar di waktu dia kecil dulu. Kamar itu meski lama tak dihuni, tapi bik Tinuk selalu membersihkannya lantaran dia tahu tuannya suka kebersihan.
"Carikan baju untuk dia!" ucap Alva lalu dia pergi ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya, dia mandi dan menggosok seluruh tubuhnya dengan sabun antibakteri. Selesai itu dia berganti pakaian santai, kaos oblong dan celana panjang.
Bik Tinuk membuka lemari tidak jauh dari Dave berbaring. Lemari itu berisikan semua baju milik Alva waktu kecil. Semuanya masih tertata rapi, dibungkus dengan plastik. Dia segera memilih pakaian yang sekiranya pas seukuran Dave.
"Anak pintar, cepat sadar, nih bibik bawakan baju ganti. Anak pintar, ganti baju dulu ya." Bik Tinuk segera melepas pakaian Dave yang basah dan memakaikannya dengan baju yang kering. Tak lupa juga dia memberikan minyak kayu putih di sekujur tubuh Dave agar tetap hangat.
"Tuan Alva ternyata baik juga ya, Bik." tukas Ello yang sedari tadi tak berhenti cemas memikirkan kesadaran Dave.
"Memang dasarnya dia baik, ya meski kadang terlalu sinis." sahut bik Tinuk seraya mengambil baju Dave yang basah dan membawanya ke belakang untuk di cuci.
Alvarendra masih merasa aneh dengan kehadiran Dave yang mendadak itu. Dia baru sadar, wajah imut Dave mengingatkan dia di waktu kecil. Alva belum juga turun dari kamarnya, dia mengingat perkataan Thomas waktu itu.
"Thomas bilang ada anak yang mirip denganku di tayangan televisi. Apa itu dia?" pikirnya seraya mencari info di ponselnya.
"Mana foto anak itu? Sial, sudah aku hapus." geramnya seraya melempar ponselnya begitu saja di atas kasur.
Mendengar ada suara mobil berhenti di garasi, Alva segera melihat dari balkon.
"Dokter Bima," ucapnya lirih lalu berjalan menuruni tangga untuk membuka pintu.
Dokter Bima dipersilahkan masuk dan Alva sendiri yang mengantarnya menuju kamar dimana Dave berbaring.
"Bagaimana Dok?" tanya Alva setelah Bima mengecek semua kondisi Dave mulai jalan nafas, pernafasan serta kemampuan jantung sebagai langkah awal perlu tidaknya dia di bawa ke rumah sakit.
"Apa perlu dibawa ke rumah sakit?"
"Ini anak kamu?" Bima tak menyahut pertanyaan Alva malah balik bertanya.
"Bu..bukan, menikah saja belum bagaimana bisa aku punya anak!" elak Alva seraya melotot matanya tak terima tuduhan yang dilontarkan dokter pribadi keluarganya itu.
"Wajah dia begitu mirip denganmu." ucap Bima datar seraya mengemasi peralatannya.
"Masalah wajah lupakan, bagaimana kondisi dia?" Alva mulai tersudut.
"Dia terlalu banyak menelan air. Perutnya kembung. Dan tunggu beberapa saat dia akan sadar." Bima memencet ujung jempol kaki Dave dan mendekatkan minyak kayu putih pada lubang hidung.
"Sakit..." keluh Dave saat membuka matanya.
Semua orang di ruangan itu merasa lega karena Dave sudah sadar.
"Mana yang sakit?" tanya Bima halus.
"Sini." Dave menunjuk pada kakinya. Ternyata dia sebelumnya tersandung pot dan akhirnya tercebur ke kolam.
"Syukurlah Dave, akhirnya kamu sadar. Paman tak bisa membayangkan jika nanti ibumu memarahi paman, karena lalai menjagamu." Ello mengusap kedua tangan ke wajahnya.
"Paman Ello tidak usah khawatir, aku takkan bilang pada ibu." Dave sudah bisa tersenyum sekarang.
"Baik kalau begitu, saya permisi pulang dulu." izin Bima seraya menenteng tas hitamnya.
"Terimakasih Dok," sahutnya, "Bik tolong antarkan Dokter Bima !" perintah Alva yang disahut dengan anggukan kepala dari bik Tinuk.
"Sama-sama, jangan terulang lagi! Bahaya Nak!" dokter Bima menasehati Dave.
"Baik Dokter, Dave akan mengingat pesan dokter." sahut Dave yang mulai bisa bangkit. Dia menyandarkan tubuhnya.
Bima keluar dan diantar bik Tinuk.
"Dave, kita pulang yuk!" ajak Ello.
"Tunggu, masalah harga lukisan itu aku menurut saja." tutur Alva yang mulai merasa bersalah atas tangisan Dave sebelum terjebur ke kolam tadi.
"Ayah, Kamu tak perlu membayarnya. Aku berikan secara percuma lukisan itu." sahut Dave yang membuat Ello membelalakkan matanya.
"Tapi, tapi, tapi Dave, bukankah kita di awal sudah sepakat akan mencari keuntungan yang besar? Apa gara-gara kamu tercebur hingga lupa kesepakatan kita?" Ello ngedumel tak karuan.
"Heh, yang ngeluh kenapa kamu? Pelukisnya saja ikhlas." Alva tak lagi mempermasalahkan sebutan ayah yang Dave lontarkan.
"Terimakasih Dave, lukisan kamu sangat berarti buatku. Aku akan memajangnya di kamarku."
"Sama -sama Ayah." sahut Dave.
Ello masih tak terima dengan ulah Dave. Beberapa kali dia ngomel sendiri.
"Paman antar aku pulang. Aku kangen ibuku." terang Dave seraya bangkit dari kasur.
"Kamu mau pulang sekarang?" tanya Alva, entah rasanya terasa berat membiarkan Dave pergi.
Dave mengangguk pelan. Ello segera menggendong Dave dan membawanya masuk ke dalam mobil.
Bik Tinuk yang merasa kedatangan Dave membawa kehangatan itu merasa sedih harus berpisah.
"Anak pintar, baik-baik di rumah ya." bik Tinuk melambaikan tangan.
"Kue buatan Bibik enak. Lain kali aku dibuatkan lagi ya!" ujar Dave sembari melambaikan tangan.
Ello mulai menyalakan mesin dan meninggalkan rumah besar Alva. Sesampainya di galeri.
"Ibu!" teriak Dave seraya berlari menghampiri ibunya yang duduk termenung di teras galeri.
"Dave!" panggil Sherly seraya merentangkan kedua tangannya.
Anak dan ibu berpelukan lama sekali, membuat Ello iri akan sosok ibu.
"Kamu dari mana saja Dave?" tanya Sherly sambil menciumi kedua pipinya yang gembul itu.
"Aku diajak paman Ello jalan -jalan."
"Kemana bajumu? Dan baju siapa ini?" Sherly menatap curiga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
范妮·廉姆
Bunga untuk Thor" meluncur
2024-01-06
0
perjuangan ✅
ganteng² beingusan,,knp ada beeain segala sih..
2023-03-05
0
nichic
bisa pingsan kamu alva kalo tau dave ada 5😄😄
2021-11-20
0