Cahaya matahari mulai meninggi, namun seperti menemukan indahnya mimpi, kedua insan yang masih saling berbagi selimut itu enggan untuk memulai pagi.
Hingga saat perut dari salah satu mereka berbunyi, barulah sepasang mata itu mengerjap, dan perlahan membuka matanya.
Ia melirik kesamping, dilihatnya seseorang yang masih setia nyenyak dalam posisi memeluk tubuhnya.
Wajah tampan yang ia harapkan akan selalu ia lihat ketika pertama kali membuka mata, dan menjadi bunga disetiap tidurnya.
Chilla mengulurkan tangannya mengusap sayang wajah Alva, sekelebat potongan-potongan kejadian semalam berputar, bagai kaset kusut yang di setel ulang.
Hingga tanpa Chilla sadari, lelaki yang ada didepannya sudah membuka mata, merasai lembut jari jemari itu menyentuh wajahnya.
Alva menangkap tangan Chilla lalu di genggamnya, mengikis jarak dan mengecup bibir itu sekilas.
"Kau sudah bangun?" Tanyanya.
Bukannya menjawab, Chilla malah memalingkan muka, pipinya merona tak sanggup menatap netra Alva dalam keadaan sadar seperti ini.
Apalagi kini tubuhnya masih polos, hanya terbungkus kain selimut yang bisa saja tersingkap jika Alva membukanya.
Melihat tingkah Chilla, Alva jadi gemas sendiri. Namun seketika, terbesit juga rasa bersalah dalam hatinya, karena ia telah berhasil merenggut mahkota yang selama ini gadis itu jaga.
"Chilla," panggil Alva, ia kembali mengusap surai hitam itu penuh dengan kelembutan.
Chilla hanya menoleh, namun tak menyahuti panggilan Alva.
"Apa kau menyesal melakukannya denganku?" Tanya Alva seraya menatap netra itu dalam.
Mendengar pertanyaan itu, Chilla sedikit demi sedikit mampu membalas tatapan mata Alva. Ia tahu, ada rasa bersalah dalam hati lelaki itu, namun ia juga tidak ingin munafik, karena pada dasarnya ia pun menikmati, bahkan ikut berkontribusi dalam hal ini.
"Untuk apa menyesal? Bukankah Chilla juga menikmatinya? Bahkan ini adalah kesepakatan awal kita," balas Chilla tak ingin membuat Alva seolah hanya menyalahkan dirinya.
Ada hening yang terjeda, keduanya saling bungkam dengan kemelut pikiran masing-masing.
Hingga akhirnya Alva menarik pinggang Chilla dan kembali buka suara.
"Benarkah? Namun sampai saat ini, aku masih bertanya-tanya, sebenarnya apa tujuanmu ingin menjadi simpananku? Benarkah hanya untuk tetap tinggal di sisiku?" Tanya Alva sesuai dengan apa yang ada dipikirannya.
Alva terus memperhatikan gerak-gerik Chilla, ingin menjelajahi kejujuran gadis itu dari gelagatnya.
Chilla sedikit menghela nafas, memori otaknya ia ajak untuk berputar ke belakang, tepat di malam ia tak sengaja melihat Yola yang diapit mesra oleh seorang pria, keduanya masuk ke ruangan VVIP, tempat dimana Chilla dan keluarganya makan malam bersama.
Ia tidak mungkin salah mengenali, bahkan saat di toilet ia kembali melihatnya, dan dari situ Chilla yakin wanita itu adalah Yolanda, wanita yang kerap Mona kenalkan sebagai calon menantunya, dan kini telah sukses menjadi tunangan Alva.
Pelan, Chilla menggeleng.
"Tidak, sebenarnya bukan hanya itu yang Chilla inginkan,"
"Lalu?"
"Hari itu, sebenarnya Chilla ingin mengatakan sesuatu tentang kak Yola, tapi karena merasa tidak punya bukti apapun, Chilla mengurungkan niat untuk memberitahu kak Alva. Chilla takut, kakak tidak mempercayaiku." Terang Chilla apa adanya.
"Memangnya apa yang ingin kau katakan?"
"Malam itu, Chilla melihat kak Yola menggandeng lelaki lain dengan mesra. Bahkan saat di apartemen kak Alva, Chilla melihat tanda merah yang sering kakak buat untukku, ada di tengkuknya juga. Bukankah kakak tidak pernah membuatnya disana?" Tanya Chilla meyakinkan diri, bahwa Alva tidak mungkin bermain-main dengan sang tunangan.
Mendengar itu, Alva berdecih, ia mulai paham sekarang maksud Yola melakukan itu padanya. Sepertinya itu semua semata-mata untuk menutupi kebusukannya.
"Jadi misi yang kau sebut itu, misi menguntit Yola?" tebak Alva.
Pelan, Chilla mengangguk, "Aku ingin membuktikan semua itu secepatnya, agar kakak—"
Chilla menggantungkan kalimatnya dan menghindari tatapan Alva, sedangkan lelaki itu setia menunggu.
"Agar kakak tidak jadi menikah dengannya, dia bukan wanita yang baik untukmu." Chilla menundukkan kepala.
Namun, Alva segera meraih dagu itu agar Chilla kembali menatapnya.
"Memangnya menurutmu siapa yang paling baik untukku?" Tanya Alva menggoda.
"Kalau aku bilang hanya aku? Apa kakak percaya?"
Alva hanya menyunggingkan senyumnya, ia masih belum mengerti, apa yang sebenarnya hatinya rasakan pada Chilla.
"Kak,"
"Hemmm,"
"Apa kakak pernah mencintai seseorang?" Tanya Chilla sungguh-sungguh.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Karena aku takut dia akan terluka,"
"Kenapa bisa terluka, sedangkan kakak tidak pernah mencobanya?" Chilla mulai menggebu-gebu.
"Kau tidak mengerti apa masalahnya, lagi pula aku tidak mengerti apa itu cinta. Menurutmu, cinta itu apa?"
Chilla tersenyum kecil sebelum menjawab.
"Cinta? Satu kata yang sederhana. Cinta adalah saat kita merasa bahagia berada didekatnya, sedih ketika kita jauh darinya. Dan cemburu, saat orang lain bersamanya..."
"Terkadang cinta juga bisa membuat kita melakukan hal konyol, bahkan mungkin bagi sebagian orang semua itu tidak masuk akal. Tapi alasan kita hanya satu, karena kita ingin melihat orang yang kita cinta, dapat tersenyum bahagia. Itu devinisi cinta menurut Chilla, dan semuanya Chilla rasakan hanya pada kak Alva."
"Apa kak Alva juga pernah merasakannya pada Chilla?"
Alva bergeming, sudut hatinya merasa tersentil, ia tak memungkiri semua itu pernah ia rasakan pada gadis didepannya. Namun, ia belum sepenuhnya percaya, bahwa itu semua adalah cinta.
Cinta tidak sesederhana itu, jika ia merasakannya, maka ia yakin wanita yang ia cinta hanya akan mendapatkan luka darinya.
Karena harapan yang ia buat seolah semu, bahkan seperti tidak akan pernah nyata.
Ia tidak berhak untuk merasakan itu semua, karena selama ini, segala tindak-tanduknya telah diatur oleh sang Papa. Bahkan, lelaki tua itu seperti sang pembuat takdir untuknya.
Hingga semua yang dirasakan orang normal, tak mampu ia rasakan. Tapi anehnya, sekarang ia malah berani menyentuh Chilla.
"Cobalah cintai aku, jika memang akhirnya aku akan terluka. Itu tidak masalah, yang penting kakak pernah mencobanya." ungkap Chilla dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Mendengar itu dada Alva bergemuruh hebat, ia bagai pengecut yang tak mampu memilih mana yang sebenarnya menjadi keinginannya.
Satu sisi ia tidak ingin melepas, satu sisi ia tidak bisa untuk menolak.
"Chilla akan buktikan secepatnya siapa kak Yolanda sebenarnya. Supaya Papa Jo mau membatalkan pertunangan kalian berdua," pungkas Chilla.
"Tidak perlu, biar aku yang mencari tahu," tolak Alva, karena semalam memang dirinya sudah meminta Juna untuk menyelidiki Yola.
Wanita itu sepertinya menyembunyikan rahasia besar darinya, dan kedua orang tuanya.
"Apa itu artinya kakak mau mencoba mencintaiku?" Tanya Chilla dengan binar mata penuh harap.
Sekali lagi, Alva menatap dalam netra gadis depannya.
Namun, Alva tak mampu menjawab pertanyaan Chilla dengan kata-kata. Ia malah mengikis jarak, menempelkan pucuk hidungnya dengan pucuk hidung milik Chilla.
Hingga dapat dirasakan hembusan nafas keduanya saling menerpa.
Dan detik selanjutnya, Alva lebih dulu mempertemukan bibir keduanya. Menyesap penuh kelembutan seolah mengalirkan perasaannya.
Egonya masih terlalu tinggi untuk mengakui.
Bahwa sesungguhnya semua rasa itu cukup untuk gadis didepannya ini. Gadis kecil yang selalu ingin ia jaga, gadis kecil yang selama ini ia anggap adiknya, gadis kecil yang sangat berisik dan kerap mengganggunya, nyatanya gadis kecil ini pula yang mampu meruntuhkan hatinya.
Nafas keduanya memburu begitu pagutan itu terlepas, memandang satu sama lain dengan tatapan saling menginginkan.
Hingga akhirnya pagi itu, keduanya kembali menyatu, menyatu dengan perasaan yang baru, perasaan yang terlihat masih sangat abu-abu.
Meskipun begitu, sensasi percintaan ini terasa berbeda, setiap hentakan yang Alva buat, seolah mengatakan bahwa lelaki itu mencintai wanita yang ada dibawah tubuhnya.
Tangan Chilla terlihat meremat lengan kokoh Alva, dirinya dibuat menganga dengan hasrat yang tak tertahankan. Rasa yang Alva berikan benar-benar memabukan.
Hingga gejolak itu nyaris meledak, Chilla mengalungkan kakinya dipinggang Alva, agar hentakan itu lebih dalam memasuki liangnya.
Dan benar saja, tak berapa lama dari itu, secara bersamaan pelepasan itu datang.
Keduanya kembali mengerang, memecah kesunyian ruangan yang sudah nampak terang.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
Minta vote dan dukungannya 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
🖤❣ DeffaSha ❣🖤
di jaga yaaaa 😏😏 lebih tepatny belum ada yg membobol sih yaa 😏😏
2024-03-25
5
Sri Rahayu
Jadi sedih Dan takut Klu Alva tdk mencintai cilla Thor 😊
2023-04-10
1
Rizka Yulistiana
nagih kan bang biar dibilang sma bochil jg..😂
2022-12-04
0