Siang di perusahaan Antarakna group nampak lengang, karena para karyawan sedang menikmati makan siang. Dengan menu dan tempat pilihan mereka masing-masing.
Begitu pun dengan Alva, hari ini ia berniat untuk makan siang diluar bersama sang asisten.
Namun niatnya urung, karena Yolanda, sang calon tunangan datang ke perusahaan dan meminta untuk bertemu, entah apa yang akan dibicarakan wanita itu, yang jelas Alva takkan mampu untuk tidak mengangguk setuju.
"Nona Yola ada dibawah Tuan. " Ucap Juna memberi informasi.
Alva hanya bisa mendesah pelan. Terlalu munafik jika ia harus bersikap baik pada calon tunangannya itu.
"Suruh saja dia kemari." Titah Alva, Juna langsung menganggukkan kepala, dan menelpon staff yang berjaga dibawah untuk memberi tahu Yola agar naik ke ruangan sang atasan.
Sepertinya semangat begitu membara dihati Yolanda, hingga tanpa menunggu waktu lama, dirinya sudah didepan ruangan Alva.
Merasa sudah akan menjadi nyonya Antarakna, Yola tak mengetuk pintu, dan langsung menyelonong masuk.
Alva hanya melirik sekilas begitu pintu ruangannya terbuka. Menampilkan sosok perempuan bertubuh proposional bak gitar spanyol yang sedang melangkah ke arahnya.
"Selamat siang, calon tunangan. " Sapa Yola dengan senyuman yang menampilkan sederet gigi putihnya.
Kaki jenjang, putih nan mulus itu melangkah mendekati meja kebesaran Alva, lalu tanpa dipinta ia mendudukkan diri di kursi yang ada didepan calon tunangannya tersebut.
"Kau tidak diajari sopan santun?" Tanya Alva, yang sebetulnya berupa sindiran. Wajah yang biasa ia tunjukkan pada Chilla, pun ia tunjukkan pada Yola. Tidak ada yang berbeda.
Mendengar pertanyaan Alva, Yola hanya terkekeh pelan, tahu kalo sifat lelaki didepannya memang seperti itu. Dan ia tidak mau menanggapinya dengan serius.
"Kamu yang akan mengajariku untuk itu, calon suamiku." Balas Yola dengan menyilangkan kakinya. Percaya diri.
"Aku tidak suka basa-basi. Sebenarnya ada apa? " Alih-alih menanggapi, Alva lebih memilih bertanya tujuan wanita itu datang ke kantornya.
Mendengar itu senyum dibibir Yola menyurut. Sebisa mungkin ia tidak boleh terpancing untuk marah ataupun kesal dengan sikap dingin Alva padanya. Ia harus menekan egonya.
"Kamu tidak lupa kan dua hari lagi kita akan bertunangan? " Tanya Yola dengan pembicaraan sesungguhnya. Dibubuhi kelembutan, berharap Alva akan melunak.
"Tidak!" Balas Alva ketus, tak ingin membuang waktu, menatap Yola dengan air muka yang tetap sama.
Yola hanya bisa menelan pil pahit, karena nyatanya Alva belum bisa diajak berdamai, jangankan menerima, bersikap ramah saja tidak. Tetapi dia tidak akan menyerah, dengankecantikan, kemolekan dan segala apapun yang ada tubuhnya, ia yakin secepatnya Alva akan ada dalam genggamannya.
"Baguslah, semuanya sudah dipersiapkan dengan matang, tapi kita juga perlu latihan dan mencoba cincinnya. Jadi aku harap, hari ini kita bisa makan siang bersama. " Jelas Yola, sikap elegan dan tebar pesona itu terus ia tunjukkan, ia begitu percaya diri, karena selama ini, tidak ada yang menolak pesona seorang Yolanda. Dan itu, akan berlaku juga pada Alva.
"Heuh, sebenarnya aku tidak peduli. Tapi karena ini semua adalah perintah dari ayahku, maka aku tidak akan menolak. Keluarlah lebih dulu, aku menyusul." Balas Alva acuh tak acuh.Tak peduli pada Yola yang kini sudah memasang wajah marah, bahkan ia meremat kuat tangannya karena merasa harga dirinya telah terinjak oleh Alva.
Diperlakukan bagai sesuatu yang tidak penting sama sekali. Akhirnya, tanpa permisi Yola melengang keluar, dengan letupan amarah yang belum bisa ia luapkan.
Alva melirik sang asisten dan menyuruhnya untuk mendekat, seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
Juna mendekat dengan patuh pada sang Tuan.
"Jun, bereskan laporan yang harus aku tanda tangani hari ini, dan kirimkan ke rumah Papa, karena setelah urusanku yang tidak penting ini selesai, aku akan langsung pulang. " Pinta Alva, dan Juna hanya mampu mengangguk.
Hari ini Alva berniat untuk pulang ke rumah kedua orangtuanya.
Karena Mona, sang Mama memintanya untuk datang, dengan alasan ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Dan ia yakin, topiknya hanyalah tentang pertunangan.
...****************...
Sekitar pukul 3 sore, Alva baru saja sampai di kediaman rumah kedua orangtuanya. Begitu sampai di kamarnya, Alva langsung memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
Ia menyalakan shower, mengguyur kepalanya yang beberapa hari ini terasa penat. Sambil terpejam, ia menikmati titik-titik air yang membasahi tubuhnya.
Ditambah ingatan manisnya dengan sang gadis, tentang ciuman pertama mereka, dan semua yang terjadi di malam itu, Alva jadi tersenyum kecil.
Gadis bodoh. Gumamnya dengan senyum tak habis-habis.
Setelah selesai dengan ritual mandi, Alva keluar dengan seutas handuk yang melilit tubuhnya. Kebiasaan jika ia sedang dirumah, karena handuk kimono hanya ada di apartemennya.
Ia mengibaskan-ibaskan tangan menyisir rambutnya yang basah, begitu sampai di depan kaca, dari arah belakang seseorang menubruknya, tak peduli ia memakai baju atau tidak.
"Kakak pacar." Pekik seseorang itu sambil mengeratkan pelukannya di perut telanjang Alva. Kebiasaan yang tak pernah berubah.
Suasana hati Alva yang tadinya hambar, kini terasa merekah seketika. Alva menarik sudut bibirnya keatas tanpa diketahui oleh Chilla.
"Kau tahu aku pulang?" Tanya Alva kembali menggunakan nada datar, tanpa melerai tangan mungil Chilla yang melingkar.
Chilla hanya menjawab dengan anggukan, sontak Alva merasakan geli, karena gerakan wajah gadis itu seperti sedang mengelus punggungnya.
"Pasti ada sesuatu yang akan dibicarakan." Tebak Chilla, seperti sudah hafal alasan Alva pulang ke rumah, selain jika ada acara.
"Tentang pertunangan." Ucap Alva jujur, seketika pelukan Chilla mengendur. Namun secepat kilat Alva menahannya.
"Kau cemburu?" Tanyanya menggoda, kini ia sudah berbalik dan menatap lekat netra milik Chilla. Lalu beralih ke bibir ranum yang kerap disesapnya. Bergantian.
"Tidak, maksud Chilla, sedikit. Tapi Chilla tidak akan menangis. Ingat itu!" Kilah Chilla, namun sepertinya Alva tak bisa dibohongi.
Dari raut wajah Chilla, ia sudah bisa membaca, kalau gadis itu sebenarnya tak rela. Dengan susah payah Alva menahan tawanya.
"Baiklah, aku percaya. Tapi tepat di hari itu, beri aku hadiah." Alva bergerak maju, hingga Chilla reflek untuk mundur.
Chilla tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu dengan tatapan mesumnya, ia terus saja melangkah ke belakang, hingga kakinya terhenti dan akhirnya ia terjungkal ke ranjang, dengan Alva yang berada diatas tubuhnya.
Alva menyeringai sambil menikmati wajah Chilla yang diselimuti kegugupan dan tanda tanya.
"Kau terlihat gugup, padahal kemarin kau yang memintaku untuk melakukannya." Ucap Alva tepat didepan wajah Chilla. Hingga aroma mint yang berasal dari mulut lelaki itu dapat Chilla rasakan.
Chilla tak menjawab apapun, ia hanya mampu meneguk ludahnya yang terasa keluar lebih banyak.
Cup!
Degdegdeg....
Suara jantung Chilla berdendang lebih keras dari biasanya. Bukan apa, kini tempat mereka bercumbu adalah rumah Alva.
Kalau mereka berdua terpergok, maka habislah keduanya.
Chilla mencoba mendorong dada Alva, dan menghentikan aksi gila lelaki itu, tetapi Alva seakan tak peduli. Alva malah terus menahan tubuhnya agar tidak terjungkal atau ambruk diatas tubuh Chilla.
Wajah Chilla memerah, karena kini Alva mulai menyusuri leher jenjangnya, mengecup dan menjilatinya secara perlahan dengan gerakan memutar. Membuat bulu-bulu halusnya meremang.
Tak ingin meloloskan suara-suara aneh, yang mengundang orang untuk penasaran, Chilla hanya mampu menggigit kuat bibir bawahnya. Ini bahaya. Tetapi ia tak memiliki tenaga, Alva sama sekali bukan tandingannya.
Bahkan tubuh Chilla mulai memanas, terlebih ia disuguhi tubuh atletis sang pacar yang begitu sempurna menurutnya.
"Kak Alhhhhh..." Desis Chilla.
Alva semakin tertarik untuk menggoda Chilla, suara lenguhan itu berhasil membuatnya mengulum senyum. Lucu pikirnya.
Berbeda dengan Alva, Chilla benar-benar merasa dirinya akan meledak, wajahnya semakin memerah kala tangan Alva mulai merayap pelan dari paha menuju pusat tubuhnya.
Semakin dekat, rasanya semakin nikmat. Hingga akhirnya Alva berhasil menyentuhnya. Benda yang terasa sudah benar-benar basah. Kini tangan itu mulai bermain disana.
"Kakak..." Rengek Chilla. Antara meminta berhenti, atau menuntut lebih.
Kini ia tengah melayang ke atas nirwana, ini benar-benar gila, dengan bantuan jari Alva ternyata cukup membuat Chilla mengangkat pinggulnya.
Terlebih pucuk dadanya dimainkan dengan manja.
Chilla terus mengerang tertahan, hingga akhirnya tak lama kemudian puncak itu datang.
Bugh!
Chilla memukul kuat dada Alva yang masih tak terhalang apa-apa. Dirinya nyaris mati, karena dihantui perasaan takut dan juga rasa nikmat yang tak terkendali.
Dan Alva hanya bisa terkekeh, sesuatu yang tak disadari oleh Chilla, karena hari ini dirinya mampu membuat seorang Alva tak bersikap kaku seperti biasanya.
"Kau cantik, ketika ada dalam kendaliku." Ucap Alva seraya bangkit dari tubuh Chilla, melangkah menuju lemari sambil memegangi perutnya.
Hahaha. Alva tertawa tanpa suara.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
Malam Mingguan sama Kakak Alva dan Dede Chilla yang unyu-unyu 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Ita rahmawati
si alva bener² ya,,udah tau pacarnya masih folos 🤦♀️🤦♀️
2024-07-23
0
emak gue
kok bisa masuk kamar Alfa kan ada ortunya apa gak ada yg lihat??
2024-07-16
0
Alivaaaa
o ho 🤭🤣🤣🤣
2023-10-10
1