Matahari muncul dengan malu-malu dan mulai merambat cerah keatas langit. Menandakan aktivitas pagi kembali menyapa penduduk bumi.
Tak terkecuali bagi Chilla, meski rasa kantuk masih melanda. Ia tetap bergegas untuk bangun dan bersiap berangkat ke sekolahnya.
Hari ini ia enggan menggunakan jaket, tetapi ia memiliki ide untuk menutupi tanda merah cinta dari Alva menggunakan foundation yang ia punya.
Cukup geraikan rambut, ia yakin tanda itu akan tertutup dengan sempurna.
"Pak Zul, siang ini jangan jemput Chilla yah. Kaya biasa, oke? " Ucap Chilla saat ia sudah sampai tepat didepan sekolahnya.
Ini bukan pertama kali ia bilang seperti itu, dan pak Zul pun memahami. Anak Tuannya itu akan pergi dengan siapa, siapa lagi kalo bukan sahabatnya, Nana. Begitulah alasan yang kerap kali Chilla berikan.
Pak Zul sang supir hanya bisa mengangguk sambil tersenyum.
Lalu memastikan gadis itu benar-benar masuk. Barulah ia menjalankan kembali mobilnya.
Chilla celingak-celinguk mencari sosok Nana, karena keduanya sudah janjian untuk datang di jam yang sama. Dan begitu matanya menangkap sosok gadis yang ia cari, Chilla langsung menarik tangan Nana secara tiba-tiba, dan membawa gadis itu ke arah kantin sekolah.
"Chill, ada apaan sih lo pake narik-narik gue segala. " Protes Nana tak terima.
Mendengar itu, sontak Chilla menghentikan langkahnya.
"Ini penting Na. Udah ikutin Chilla aja yah. " Balas Chilla dengan mimik muka serius.
Ia kembali menarik lengan sahabatnya untuk meneruskan langkah.
Hingga keduanya sampai di kantin, barulah tangan Nana dilepas. Dapat dilihat suasana disana masih sepi, karena kini memang masih cukup pagi.
"Ada apaan? " Tanya Nana.
Chilla mencondongkan wajahnya ke arah Nana. Seolah mengajak berbisik. Menarik nafas, lalu membuangnya secara perlahan.
"Yoona yang suka marah-marah di kelas itu ternyata adik kak Yolanda Na. " Ucap Chilla.
Dan pernyataan itu cukup membuat Nana terkejut, dengan satu tangan menutup mulutnya.
"Yang bener lo Chill? " Tanya Nana memastikan, dan ia mendapatkan anggukan dari sahabatnya itu.
"Chilla juga baru tahu, pas semalem Kak Yolanda cerita kalo Yoona ternyata adiknya. Dia juga ngedeketin Chilla gitu. " Terang Chilla.
Semalam karena merasa diacuhkan, Yolanda akhirnya mengalah, ia memilih untuk mendekati Chilla, bahkan memperkenalkan Yoona, yang ternyata adalah adiknya. Berharap dengan begitu, ia pun mudah berinteraksi dengan Alva.
Nana manggut-manggut, "Eh tapi, hubungannya ama lo apa Chill? "
Sontak Chilla menjitak kepala sahabatnya itu. Dia kira dengan Nana memasang wajah terkejut, sahabatnya itu dapat mengerti, ternyata tidak sama sekali.
"Ck, Nana. Kak Yolanda tuh tunangannya Kak Alva. " Balas Chilla kesal.
What? Mulut Nana kembali menganga dibuatnya.
"Jadi, Kak Yolanda itu tunangannya kak Alva. Terus Yoona itu adik Kak Yolanda, dan lo— Astaga Chill, lo harus hati-hati. "
Chilla menjetikan kedua jarinya. Benar, apa yang dikatakan Nana, ia harus berhati-hati, pertemuan dengan Alva pun harus mulus tanpa dicurigai. Oleh siapapun! Garis bawahi.
*****
Seperti biasa sepulang sekolah Chilla menyempatkan diri untuk mampir ke kantor Alva. Hanya untuk sekedar membawakan makan siang, untuk sang pacar.
Kali ini Chilla membawa dua bungkus sup daging, untuk Alva dan juga Juna.
Dan mulai hari ini, Chilla tidak perlu menunggu persetujuan siapapun untuk masuk ke ruangan Alva.
Lelaki itu sendiri yang memerintahkan para staff, jika Chilla datang, maka cukup katakan untuk naik ke ruangan.
Karena ia memperkenalkan Chilla sebagai adiknya.
Tok tok tok...
Cukup dalam ketukan pertama pintu sudah dibuka oleh Juna.
Chilla tersenyum ke arah lelaki itu, lalu beralih pada sang pujaan, dengan menambah kadar manis senyuman.
"Kau mau apa? Aku mau makan siang diluar dengan Juna. " Ucap Alva sudah berdiri, menaruh kedua tangannya didalam kantung celana. Hingga kadar ketampanannya bertambah.
"Tidak perlu keluar, Chilla sudah bawa dua porsi sup daging lengkap dengan nasi untuk kakak pacar dan kak Juna. Jadi makan—"
"Tidak mau. " Tukas Alva. Dirinya masih diselimuti amarah.
"Hiks... Ayolah, Chilla sudah susah payah membawakannya. Masa kakak menolak lagi. " Mulai merajuk dengan wajah dibuat sedih.
Namun Alva bergeming, dan Chilla tidak menyerah, ia mengedip-ngedipkan mata dengan lucu sambil tangannya mengepal memohon.
"Baiklah... Rayu aku sekali lagi, baru aku mau makan. " Ucap Alva akhirnya menyerah, tak dipungkiri wajah gadis lugu itu, ternyata membuat Alva tak bisa lama-lama menahan rasa kesalnya.
Cih trik apa itu? Gumam Juna yang melihat tingkah keduanya.
Chilla tersenyum, ia meraih satu tangan Alva dari dalam sakunya. Lalu menuntun lelaki itu untuk duduk di sofa.
Namun sebelum itu terjadi, Alva lebih dulu membawa Chilla untuk duduk dipangkuannya.
"Begini saja." Ucap Alva sambil melingkarkan tangannya ke perut gadis itu, dan Chilla mengangguk menyetujui.
"Chilla suapi, karena Chilla akan memastikan sendiri, makanan ini habis tak tersisa." Ucap Chilla full dengan senyuman.
Alva diam memperhatikan, seraya menghirup aroma tubuh Chilla dalam-dalam. Aroma yang begitu candu untuknya.
Walaupun merasa sedikit geli, Chilla dengan telaten membuka makanan yang ia bawa. Supnya masih sedikit mengepul, cocok sekali dimakan selagi masih dalam kondisi seperti itu.
Chilla memiringkan tubuhnya, "Aaaa... " Titah Chilla untuk membuka mulut.
Alva pun menurut, ia membuka mulutnya, dan saat makanan itu landas, "Awww..."
"Panas. Kau mau membunuhku yah? " Sulut Alva, membuat Chilla terkejut dan menelan ludahnya.
Ia lupa untuk meniupnya, namun percayalah supnya tidak sepanas itu, ini semua hanya akal-akalan Alva saja agar Chilla merasa bersalah.
"Maaf.... " Rengek Chilla.
"Kali ini Chilla tiup. Tapi kakak makan lagi yah. " Ucap Chilla penuh penyesalan.
Alva hanya mendengus, namun tidak menanggapi ucapan Chilla.
Hingga akhirnya gadis itu menyendokan kembali makanan yang ia bawa, lalu meniupnya pelan-pelan.
Setelah dirasa benar-benar dingin barulah dia mengarahkan sendok kedepan mulut Alva.
"Kau cek dulu sudah dingin atau belum, aku tidak mau lidahku terbakar lagi. " Ketus Alva.
Namun Chilla hanya diam saja, bingung bagaimana cara mengeceknya. Ragu, Chilla menunjuk bibirnya sendiri.
"Kalau bukan dengan itu, lalu dengan apa? Kau mau memakai tanganmu yang kotor untuk mengeceknya? "
Mendengar jawaban Alva yang seakan menyetujui idenya, akhirnya mau tidak mau Chilla merasai sup itu terlebih dahulu menggunakan lidahnya. Toh mereka sudah sering berciuman, jadi sepertinya tidak masalah.
Melihat itu, Alva menarik sudut bibirnya keatas, merasa puas.
Haish... Pemandangan apalagi ini. Bisanya menyiksa jomblo saja. Batin Juna lagi-lagi memaki.
Akhirnya dengan segala drama yang Alva buat, tandaslah sudah satu mangkuk sup dan satu piring nasi yang dibawa Chilla.
Tak hanya Alva, Juna pun melakukan hal yang sama. Hanya saja, dia disuapi oleh tangannya sendiri.
"Aku sudah memakan makanan itu sampai habis, dan sekarang aku minta imbalan." Ucap Alva tidak tahu malu. Bagaimana tidak, sudah dibawakan makan siang, malah dia yang meminta imbalan.
"Imbalan?" Chilla membeo.
Imbalan? Juna ikut mengulang kata itu dalam hatinya.
Alva mengangguk, "Ya. Aku ingin imbalan. Apa tidak boleh?"
"Apa maksudnya? Kakak mau imbalan apa?" Tanya Chilla dengan mimik muka yang kebingungan.
Alva mendekat ke arah Chilla yang berdiri didepan sofa, karena jarak yang begitu dekat, sontak saja Chilla ambruk kebawah sana, dengan Alva yang sedikit menindih tubuhnya.
"Cukup rubah panggilanmu padaku?" Ucap Alva dengan tegas, saat ia mengucapkan kalimat itu, ia teringat betapa manjanya gadis ini saat bertemu Satria, bahkan berani memanggil lelaki itu dengan panggilan istimewa.
Maksudnya bagaimana? Bukankah selama ini tidak ada masalah dia ku panggil kakak.
Amarah Alva tersulut, ia mengeram sambil meremat sofa karena Chilla tak lekas buka suara.
"Chilla!"
"Ah baik, jadi Kakak mau ku panggil apa?"
"Aku ini siapa?"
"Kak Alva." Balas Chilla lirih, dan Alva kembali mendesah kesal. Ia juga tahu kalau itu namanya, bagaimana caranya sih membuat gadis ini mengerti.
"Maksudku, statusku dihidupmu!" Ucap Alva mulai meninggi.
"Pa—pacarku." Balas Chilla terbata. Alva membuang nafasnya kasar.
"Lalu?"
"Lalu apa?"
"Astaga. Kau panggil Satria dengan panggilan istimewa, lalu kau hanya memanggilku kakak? Apa tidak ada bedanya." Percaya tidak percaya, Alva sudah sangat kesal. Ia hampir frustasi sendiri menghadapi gadisnya.
Berpikir, Chilla berpikir, kenapa masalah panggilan saja jadi panjang begini.
Ah, dalam kondisi yang tegang seperti ini, dia tidak bisa menemukan apapun. Lebih baik bertanya, ya lebih baik bertanya saja.
"Jadi Chilla harus panggil kakak apa?"
"Panggil aku seperti orang memanggil pacarnya Chilla." Tak kuasa menahan kesal, Alva memukul punggung sofa.
Glek! Sumpah demi apapun pikiran Chilla blank, namun dari pada bertanya lalu Alva marah-marah, lebih baik ia bertanya pada ponselnya saja.
Dengan tangan yang gemetar, Chilla buru-buru merogoh saku kemejanya, berusaha mengeluarkan ponsel itu dengan cepat.
"Chilla cari dulu yah." Ucapnya, Alva yang sudah dalam ambang batas merebut ponsel Chilla dengan kasar.
Dan berteriak, "PANGGIL AKU SAYANG!!!"
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
Sini sama dd othor aja dipanggil sayangnya😚😚😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Aisyah dewi
sabar junn bos mu gendeng 😁😂
2025-01-16
0
Aisyah dewi
y ampunnn 😂😆😆😆😆
2025-01-16
0
Aisyah dewi
Juna Juna 😂😂
2025-01-16
0