Dalam perjalanan mengantar Chilla pulang, Alva terus terdiam, membisu dan bertarung dengan pikirannya yang berkecamuk.
Sedangkan dikursi sebelah, Chilla terus menggodanya, gadis itu menusuk-nusuk lengan dan dada Alva menggunakan jari telunjuk tanpa henti. Berharap lelaki itu akan bersuara.
"Chilla duduklah dengan tenang." Alva memberi peringatan. Namun seakan tuli, Chilla sama sekali tak mengindahkan.
"Chilla tidak bisa tenang jika didekat kak Alva." Jawab Chilla jujur sambil cengengesan.
Mendengar jawaban Chilla, Alva hanya bisa menghembuskan nafas panjang.
Lalu tangannya yang satu tak sengaja menekan klakson hingga berbunyi 'TINNNNNNN' dengan sangat nyaring.
Chilla terlonjak kaget, begitu pun dengan Alva, namun lelaki itu sama sekali tak melirik gadisnya, ia malah kembali fokus ke jalanan sambil sesekali memijat pelipisnya. Merasa sakit kepala.
Melihat itu mulut Chilla jadi gatal ingin bertanya, "Kakak kenapa?"
Dan pertanyaan itu sukses membuat Alva melirik Chilla dengan ekor matanya.
"Hanya sedikit pusing." Balas Alva datar. Setelah pertanyaan itu berlalu cukup lama.
Namun berbeda dengan reaksi Chilla, gadis itu langsung menyentuh kening Alva, memastikan suhu tubuh lelakinya.
"Tepikan mobilnya." Titah Chilla, tapi Alva tak menggubris.
"Chilla bilang tepikan!" Kali ini sedikit berteriak, hingga membuat seorang Alva akhirnya menepikan mobilnya ke pinggiran jalan.
"Sebenarnya kau mau—"
Sebelum Alva menyelesaikan kalimatnya, Chilla lebih dulu melompat ke arah Alva. Dan duduk dipangkuan lelaki tersebut.
"Auchhh." Pekik Alva karena Chilla baru saja menyakiti juniornya yang baru terlelap.
Tak mengerti kah gadis ini bahwa menenangkan juniornya butuh waktu yang cukup lama, bahkan efeknya masih ia rasakan, kepalanya benar-benar terasa berat, karena hasratnya tadi tak bisa dituntaskan.
"Pusingnya sejak kapan?" Tanya Chilla sambil menangkup kedua pipi Alva. Ia khawatir, melihat wajah Alva nampak tak seperti biasanya, namun lelaki itu hanya mengerutkan dahi, tak mengerti apalagi yang akan dilakukan gadisnya ini.
"Apa sejak tadi?" Tanya Chilla cemas.
"Hemmm." Jawab Alva sekenanya.
"Setelah kita melakukan i—tu?" Tanya Chilla dengan polosnya.
"Hemmm."
Seketika Chilla melepaskan tangkupannya dipipi Alva, dan beralih menutup mulutnya yang menganga.
Jangan-jangan.
Gadis kecil itu kembali merapatkan diri, dan memilih berbisik ditelinga Alva, seolah tak ingin ada yang mendengar pertanyaannya.
Kelopak mata Alva kembali melebar setelah mendengar apa yang Chilla bisikan, ia menelan ludahnya dan mengeratkan gigi. Geram.
"Air susumu belum keluar Chilla, mana bisa aku pusing karena itu. Jadi jangan mengada-ada." Ucap Alva dengan menahan nafas, tanpa sadar kalimat frontal itu keluar dari bibirnya, bahkan matanya menyalak tajam, ia tidak mengerti kenapa selalu saja ada pemikiran baru yang dimiliki gadis itu.
"Lalu kenapa tadi kak Alva menghisapnya?" Gumam Chilla pada dirinya sendiri, namun masih terdengar ditelinga Alva.
Astaga.
Alva menatap Chilla dengan sorot mata yang sulit diartikan, hingga akhirnya Chilla memilih untuk menunduk. Takut.
"Duduk kembali dikursimu!" Titah Alva dengan tegas, seketika nyali Chilla menciut, ia mengerucutkan bibirnya, lalu berpindah ke tempat duduk semula.
"Kenapa jadi marah-marah, Chillakan hanya menebaknya saja." Gerutu Chilla, tanpa memandang wajah Alva. Kesal, begitulah rasanya.
Alva tak peduli, setelah mendengus kesal ia kembali menginjak pedal gas dan membawa mobil itu ke jalan raya, melanjutkan niatannya untuk mengantar Chilla pulang ke rumah. Secepatnya.
Dalam perjalanan kali ini, Chilla benar-benar diam tak berkutik, keduanya terlihat tenang, hingga akhirnya mereka sampai disebuah rumah mewah berpagar hitam yang sudah sangat Alva hafal, karena letaknya tepat disebelah rumah kedua orang tuanya.
Alva menepikan mobilnya diseberang jalan, melihat itu Chilla langsung mengerti, ia meraih handle pintu mobil berniat untuk segera keluar.
Namun usahanya tak membuahkan hasil, karena Alva tiba-tiba menarik lengan Chilla, dan langsung menyesap bibirnya.
Sesapan penuh kelembutan, berbeda dengan sikap sebelumnya.
"Maaf." Lirih Alva. Entahlah, hanya kata itu yang ingin ia ucapkan saat melepas ciuman dibibir gadis kecilnya.
Senyum Chilla seketika mengembang, mata yang kerap berbinar itu mengedip pelan, menandakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Sekali lagi Alva mengecup bibir ranum itu sekilas, lalu tangannya tergerak untuk mengusak kepala Chilla dengan gemas, seraya menarik salah satu sudut bibirnya keatas.
Hingga tanpa mereka sadari, diatas sana ada tirai jendela yang tersingkap, menampilkan dua bola mata yang terus memperhatikan ke arah mobil yang didalamnya ada mereka berdua.
*****
Pagi menyapa dengan cepat, bahkan kini matahari sudah mulai meninggi, hingga cahayanya mampu menerobos dinding kaca dikamar gadis bernama Chilla.
Gadis itu langsung beranjak ke kamar mandi, setelah jam weker berhasil membangunkannya untuk bersiap ke sekolah.
Selesai dengan ritual mandi, Chilla mematut dirinya didepan kaca, hari ini ia akan geraikan rambutnya sesuai permintaan seseorang yang ia cinta.
Chilla berjalan riang ke arah meja makan, tempat dimana Mama dan Papanya menunggu untuk sarapan.
"Good morning every body." Sapa Chilla disertai senyuman yang menghiasi bibir tipisnya.
"Morning girl." Balas keduanya.
Begitu Chilla duduk, Sarah, ibunda Chilla langsung menyendokkan makanan, untuk dirinya sendiri dan dua orang yang paling ia sayangi, Pram sang suami, dan juga Chilla, sang putri.
Chilla terlihat terus tersenyum disela-sela kunyahannya, hingga membuat kedua orang didepannya merasa penasaran, sebenarnya apa yang telah terjadi dengan putri mereka semalam.
"Chil, kamu keliatan lagi bahagia, kok nggak ada cerita-cerita sama Mama?" Tanya Sarah sebelum ia menyendokkan makanan untuk masuk ke dalam mulutnya.
Ditanya seperti itu senyum Chilla semakin lebar, ia memegangi pipinya yang ia yakini terlihat memerah.
"Benarkah Chilla terlihat bahagia?" Chilla balik bertanya. Ia memandangi Sarah dan Pram bergantian, meminta jawaban.
"Dari tadi kamu terus senyum-senyum nak." Balas Sarah.
"Benar, Chilla sedang bahagia. Kalian tahu, sekarang Chilla sudah punya pacar." Ucap Chilla sambil bertepuk tangan riang, seolah memiliki pacar adalah suatu kebanggaan.
Namun lain dengan reaksi Pram, ia sedikit membanting sendok ke atas piring, hingga menimbulkan bunyi nyaring.
Sontak kedua wanita berbeda generasi itu langsung menatap ke arahnya. Terlebih Chilla.
"Ck! Jangan bilang Papa tidak suka." Ucap Chilla dengan nada menyindir.
"Siapa bilang? Papa suka, Papa juga mengizinkan kamu memiliki pacar, tapi perlu Papa ingatkan, kalau sampai dia membuatmu menangis, lihat saja apa yang akan Papa lakukan." Balas Pram garang, membuat Chilla membentuk bibirnya tak suka.
"Mas..." Sarah mulai menengahi. Wanita itu mengusap lengan suaminya, lalu beralih menatap ke arah Chilla untuk mencairkan suasana.
"Sayang bagaimana wajah pacarmu? Apa dia tampan?" Tanya Sarah. Mendengar pertanyaan ibunya, Chilla kembali antusias.
Ingatannya langsung tertuju pada sang pacar, Alva.
"Benar, dia bahkan sangat tampan, pintar, kaya, berwibawa, pokoknya sempurna dan yang pasti..... Tidak galak seperti suami Mama." Cibir Chilla sambil melirik Pram dengan ekor matanya sinis.
"Chilla!" Pekik Pram.
"Lagian Papa jangan suka galak-galak kenapa, nanti pacar Chilla kabur gimana?" Ucap Chilla menggebu, membuat suasana dimeja makan kembali memanas.
"Chilla, apa yang Papa lakukan, semata-mata hanya untuk melindungi kamu." Balas Pram tak kalah menggebu.
"Dan Papa peringatkan sekali lagi, jika dia menyakitimu sekali saja, akan Papa tebas lehernya." Sambungnya disertai sebuah ancaman, lalu melangkah pergi dari meja makan.
"Cih, dasar manusia tidak berperikemanusiaan." Desis Chilla.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
ᝯׁ֒hׁׅ֮ᨵׁׅׅꫀׁׅܻ݊ᥣׁׅ֪ꫀׁׅܻ݊
buahaaahaaa.. di kira air susu nya udah expired kali.. takut alva keracunan🤦🏻♀️🙈🤣🤣
2025-01-08
0
Ita rahmawati
air susu toh yg blm keluar kirain apaan 🤭
lagian knp fikiranmu kesana chil chil 🤦♀️
2024-07-23
0
Asngadah Baruharjo
wkwkwkwk
2024-05-20
0