Bunyi bel istirahat adalah hal yang paling dinanti oleh para siswa, guna mengistirahatkan otak dari lelahnya belajar, dan kembali mengisi perut yang kosong akibat terkuras oleh pikiran.
Chilla keluar dari kelas dengan menggandeng tangan Nana, rencananya keduanya akan pergi ke kantin.
Namun ditengah jalan, lagi-lagi mereka dicegat oleh gerombolan Bryan. Yang beranggotakan tiga orang.
"Chill, mau ke kantin yah?" Tanya Bryan seraya menyenderkan satu tangannya ke tembok. Khas badboy sekolah.
Chilla mengangguk sambil tersenyum, sedangkan Nana sudah memasang muka jutek.
"Yaudah bareng aku yuk." Ajak Bryan antusias, bahkan menawarkan satu tangannya untuk digandeng oleh gadis incarannya itu.
Namun Nana buru-buru menyembunyikan Chilla dibelakang punggungnya. Tak sudi, jika sahabatnya itu dekat-dekat dengan sang playboy sekolah.
"Gue nggak izinin, karena Chilla bakal ke kantin bareng gue. Lebih baik lo sama genk lo ini, cabut." Usirnya seraya melirik sinis dua teman Bryan bergantian.
Bryan hanya mendesah, dan tersenyum mengejek, "Kenapa? Lo juga mau gue ajak pergi ke kantin? Kalo iya, bilang ajalah, nggak usah pake sok-sokan ngelarang Chilla begitu deh."
"Gue? Heuh, nggak sudi." Ketus Nana seraya menyeret tangan Chilla untuk menjauh.
Sedangkan Bryan mengepalkan tangannya, dan membuat gerakan meninju udara, "Ck, sialan tuh cewek."
Pasalnya baru kali ini, ia diperlakukan bak sesuatu yang tidak penting sama sekali oleh seorang wanita. Lain, jika dengan gadis-gadis yang sudah pernah digaetnya.
Bahkan mereka dengan suka rela, menawarkan diri dan siap sedia mengeluarkan kocek, demi ingin berkencan walaupun hanya satu malam dengannya.
"Yaelah bro, lo frustasi bener ngadepin satu cewek kek Nana." Timpal satu temannya yang bernama Tomi. Lelaki yang kerap mengemut dan mengantongi permen kaki.
"Ck, masalahnya dia itu pawangnya Chilla. Kalo ada dia, gue nggak bisa deketin Chilla sama sekali." Keluh Bryan sambil menunjuk-nunjuk bayangan Nana yang sudah menjauh.
"Kalo gitu, kenapa lo nggak coba deketin Nana dulu aja?" Timpal Roy, yang membuat mata Bryan langsung membola.
Lalu menjitak kepala sahabat sablengnya itu.
"Eh Royco, kalo gue deketin Nana. Yang ada gue beneran di cap sebagai playboy, emangnya lo nggak mikir kesana?" Sungut Bryan.
"Lah, lo kan emang playboy Yan, playboy cap belatung, yang uget sana uget sini." Sahut Tomi dengan membuat gerakan ala-ala belatung kepanasan. Ke kanan dan ke kiri.
"Sialan lo berdua, bukannya cariin gue solusi malah ngatain."
"Lagian nih ya Yan, biasanya orang yang udah di cap jelek. Walaupun kita melakukan kebaikan sekalipun, pasti dicurigain. Nah, Nana tuh nggak percaya sama lo. Makanya lo coba deketin Nana, biar dia percaya kalo lo tuh udah berubah, abis itu baru lo bisa sama Chilla." Terang Roy dengan gamblang, bahkan menepuk dada bangga, entah ia mendapat bisikan darimana, namun sepertinya Dewi cinta telah merasuki tubuhnya.
Bryan diam sejenak untuk mencerna perkataan Roy. Ada benarnya juga? Tapi masa iya, dia yang begitu tampan aduhai, deketin cewek galak kayak Nana? Nggak bangetkan yah?
Sedangkan di kantin....
"Chill malem keluar yuk." Ajak Nana saat rasa bosan melanda dirinya. Bahkan malam minggu kemarin ia tak sempat kemana-mana.
"Hehe maaf ya Na, Chilla kayaknya nggak bisa," tolak Chilla dengan halus.
"Kenapa? Mau pergi sama pacar lo yah?" Tebak Nana dengan wajah lesu. Sambil berangan-angan, kapan dirinya bisa seperti itu.
Chilla hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Nana, lalu kembali menyendok makanannya.
Melihat itu, Nana semakin percaya bahwa Chilla akan pergi dengan Alva.
Hiks, aku juga pengen punya.
Sementara diujung sana, Yoona dan ketiga temannya baru saja tiba, matanya langsung tertuju ke arah tempat dimana Chilla dan Nana berada.
Karena semenjak tahu Bryan, sang mantan kekasih mendekati Chilla, ia jadi benci pada gadis itu. Terlebih, kakaknya juga bercerita kalau gadis itu dekat dengan Alva. Benar-benar gadis berbahaya.
"Bangun lo." Titah Yoona tiba-tiba, kini ia sudah berdiri didepan meja Chilla dengan tangan melipat diatas dada.
Sontak kedua gadis yang sedang menikmati es jeruk dengan sepiring siomay itu mendongak, "Ada apa?" Tanya Chilla dengan tenang.
"Gue mau duduk disini." Balas Yoona tanpa basa-basi.
"Bukannya tempat duduk yang lain masih banyak yah?" Timpal Nana kesal. Bagaimana tidak? Tidak ada angin, tidak ada hujan Yoona tiba-tiba mengusir mereka berdua.
Yoona melirik ke arah gadis yang tadi bersuara, "Tapi gue maunya duduk disini, kenapa? Ada masalah?"
"Jelas masalah, karena kita lebih dulu duduk disini, kenapa nggak lo aja yang pergi?"
"Gue maunya lo berdua yang pergi, heuh. Gimana?"
"Kita nggak punya urusan ya sama lo, terus lo ngapain gangguin kita hah?" Kini Nana sudah berdiri, sejajar dengan Yoona dan membusungkan dada. Bila harus adu jotos, ia juga siap, ia tidak takut sama sekali dengan gadis didepannya, toh sama-sama makan nasi juga.
"Na, udah. Kita ngalah aja." Chilla merasa tak enakan menjadi bahan tontonan anak-anak yang lain.
Bahkan kini ia sudah ikut bangkit dan siap untuk menyeret tangan Nana untuk pergi.
"Gue punya urusan sama dia." Tunjuk Yoona ke arah tubuh Chilla.
"Punya urusan apa lo sama Chilla?"
"Bryan, semenjak dia deketin Bryan. Dia punya urusan sama gue."
Hah, Nana mendesah tak percaya.
"Hellow... Eh cewek sialan! Harusnya lo nyadar kalo Bryan yang deketin Chilla, bukan Chilla yang deketin dia. Lagian lakinya lo aja yang gatel." Cibir Nana tak tanggung-tanggung.
Yoona menggeram kesal, "Bryan nggak bakal deketin cewek satu ini, kalo dianya nggak caper."
Sekali lagi Chilla menarik Nana untuk segera pergi, namun sahabatnya itu masih enggan untuk berlalu. Sepertinya Nana lebih bersemangat menghadapi cabe-cabean macam Yoona.
"Denger yah... Mau sahabat gue caper atau nggak, kalo laki lo emang nggak kegatelan. Mustahil dia bakal ngejar-ngejar. Kalian berdua tuh emang cocok, yang satu cabe-cabean, yang satu kurang belain." Sindir Nana lagi dengan sarkas, setelah puas mengatakan itu. Ia langsung menyeret Chilla untuk kembali ke kelas.
Namun kesempatan mengambil alih Yoona, ia menyuruh temannya memasang kaki, hingga akhirnya membuat Chilla tersandung dan terjungkal.
Beruntungnya ia ditangkap oleh seseorang.
Bryan? Desis Chilla.
Melihat itu Yoona berdecak kesal, sedangkan Nana buru-buru membantu Chilla untuk kembali memposisikan dirinya.
"Lo nggak perlu bantuin sahabat gue, urusin aja cewek cabe-cabean lo tuh." Ucap Nana sinis, lalu kembali menggandeng tangan Chilla untuk meneruskan langkah.
******
Malam itu...
Kamar dengan ukuran cukup besar menjadi saksi bisu, bagaimana seorang gadis belia merintih kesakitan dengan rasa yang begitu menghujam.
Bahkan ia tak segan menitikan air mata, karena tak kuasa menahan sesuatu yang menyakiti tubuhnya. Ini yang pertama baginya.
"Kakak, sakithhhh." Rintih Chilla dengan wajah yang tergambar jelas, peluh sudah membasahi area dahinya. Ia mencengkram kuat bahu Alva sebagai pelampiasan, serta menggigit bibir bawahnya.
"Iya aku tahu, tapi tahan. Sebentar lagi juga enakan. Rileksin yah." Balas Alva menenangkan, seraya menggerakan anggota tubuhnya dengan tekanan yang pelan. Agar tak membuat Chilla kesakitan.
Sebenarnya ia juga tak tega melihat Chilla yang seperti ini, tapi mau bagaimana lagi?
Chilla kembali menjerit, saat tak sengaja Alva melakukannya dengan cukup kuat, "Ahh kakak, pelan-pelan." Desis Chilla tertahan.
Kali ini Alva hanya bisa menurut, ia melakukan apapun yang Chilla katakan padanya, supaya gadis itu merasa lebih baik. Bahkan sesekali ia menyeka peluh di dahi Chilla dan mengecupnya, berharap rasa sakit itu mereda.
Hingga lama semakin lama, suara rintihan itu meredup. Berganti dengan Chilla yang begitu menikmati pergerakan Alva diatas tubuhnya.
Tanpa mereka sadari, sprei dengan kain berwarna putih itu sebagian berubah memerah, karena cairan yang dihasilkan tubuh Chilla.
"Bagaimana? Sudah lebih baik?" Tanya Alva lembut, ia menyelipkan anak rambut Chilla, yang tergerai tak beraturan ke belakang telinga.
Dan Chilla mengangguk, masih dengan desah kecil yang sesekali keluar dari bibir mungilnya.
"Malam ini Kakak bakal temenin Chilla kan?" Tanya Chilla dengan suara lemah, kini kedua tangannya sudah bergelayut manja dileher Alva. Ia sudah seperti jelly yang tak bertenaga.
Alva bergeming, berpikir sejenak untuk memilah permintaan Chilla. Disatu sisi, ia takut jika Pram dan juga Sarah yang sedang diluar kota, tiba-tiba saja datang dan memergokinya.
Namun disisi lain, ia tidak tega meninggalkan Chilla seorang diri dalam kondisi seperti ini.
Karena awalnya mereka berencana untuk makan malam berdua, berpikir kalau kedua orang tua Chilla kebetulan sedang pergi ke luar kota. Bagai burung yang keluar dari dalam sangkar, Chilla merasa bebas.
Namun naas, rencananya gagal total, begitu Chilla menelpon Alva, dan mengatakan bahwa dirinya mengalami sumilang, karena ia datang bulan.
Sontak saja, Alva yang khawatir langsung menginjak pedal gas, menuju rumah kekasih gelapnya.
Dan benar saja, saat ia sampai, Chilla sudah terkapar didalam kamar. Alva membantu Chilla dengan mengopres perut gadis itu dengan air hangat, dan sedikit melakukan tekanan-tekanan. Berharap apa yang ia lakukan bisa membantu gadisnya itu.
Karena katanya, selama ini Chilla belum pernah merasakan apa itu sumilang? Maka dari itu, inilah yang pertama baginya, namun terlewati dengan indah, karena ada Alva disisinya.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
Jangan mikir macem-macem 🤣🤣🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Aisyah dewi
udh traveling ni kplaku wxwxwx
2025-01-16
0
ᝯׁ֒hׁׅ֮ᨵׁׅׅꫀׁׅܻ݊ᥣׁׅ֪ꫀׁׅܻ݊
🤦🏻♀️🙈🤣🤣🤣🤣
2025-02-17
0
Lilik Juhariah
lah ternyata wkke
2025-01-10
0