Dua minggu berlalu dengan cepat, namun selama itu pula, hubungan antara Alva dan juga Yolanda, masih berjalan di tempat yang sama. Tak ada yang berubah.
Lelaki keras kepala itu, masih saja tidak bisa menerima kehadiran Yolanda dalam hidupnya, pun tidak bisa menolak.
Seperti sekarang, dirinya terus dibujuk oleh sang Mama, untuk bersedia makan malam berdua dengan tunangannya.
Kalau saja bukan Mona yang meminta, pasti sudah ia tolak mentah-mentah. Dirinya boleh dijodohkan, namun masalah sikap, hanya dialah yang menentukan.
Ia kembali mematut diri, tak ada gairah apapun yang mendorong dirinya untuk berpenampilan menarik, ia hanya sekedar membungkus badannya dengan kemeja berwarna navy, dan menyisir rambut ala kadarnya.
Namun percayalah, semua itu tak mengurangi ketampanannya yang berada diatas rata-rata.
Setelah selesai dengan penampilan, Alva mengambil satu batang rokok, lalu menyalakannya.
Ia bukan pecandu berat benda bernikotin itu, hanya saja, saat sedang sakit kepala, ia akan merasa lebih baik jika menghisapnya.
Lelaki itu berdiri didepan jendela, satu tangannya yang menganggur, ia gunakan untuk meraih benda pipih yang sudah ia simpan di saku celana.
Terhubung...
"Jun, jemput aku." Ucap Alva singkat, lalu kembali mematikan panggilan itu.
Sedangkan di bumi belahan lain, wanita itu berkali-kali berganti pakaian, memilah memilih mana yang menurutnya paling seksi, yang dapat menonjolkan lekuk tubuhnya didepan sang tunangan.
Karena ia pastikan, malam ini lelaki itu akan menjadi miliknya. Seutuhnya.
Yola memasangkan satu gaun malam, dengan belahan dada rendah bewarna hitam. Bahkan gaun itu memiliki lubang di punggung, sengaja agar keindahan itu terekspos bebas, untuk seluruh pasang mata diluar sana.
Sambil memoles wajah, wanita itu terus menyunggingkan senyum.
Yakin, seyakin yakinnya, rencana yang ia buat akan berjalan dengan sempurna. Karena ia sudah mereservasi tempat untuk dinnernya dengan Alva, di restoran favoritnya.
"Aku sudah melihat otot di perutnya, aku yakin isinya tak jauh beda dengan milik Daniel." Gumam Yola seraya mengulum senyum dengan pikiran kotornya.
Karena nyatanya, badan atletis milik Alva yang sempat ia lihat, mampu membuat miliknya berdenyut dan berhasrat.
Dan malam ini, adalah waktu baginya, untuk mencoba apa yang menggantung dibawah sana.
*****
Tepat jam 8 malam Alva meluncur ke tempat yang sudah ditentukan oleh Yolanda, ia duduk menyandar di kursi penumpang, sedangkan dibalik kemudi ada sang asisten, Juna.
Mata elang itu menatap tajam ke arah lampu jalan yang berganti memerah, dan tiba-tiba saja, ingatannya tertuju pada gadis manis yang selama ini mengisi kekosongan dalam hatinya.
Mengingat itu, Alva menarik satu sudut bibirnya keatas.
Lalu meraih benda pipih itu lagi.
Message to Bochill :
Sedang apa?
Satu kalimat itu berhasil ia tulis, namun urung untuk dikirim.
Lama menimang, akhirnya ia menghapus kembali pesan itu, lalu menulisnya lagi, lalu dihapus lagi, begitu seterusnya hingga tak terhitung.
Dan ujungnya ia hanya mendesah, sambil melempar benda itu disamping tubuhnya.
Juna hanya melirik sekilas kelakuan sang bos dari balik kaca spion, "Devinisi susah dibikin sendiri," gumamnya cukup didalam hati.
Seperti tahu sedang diawasi, Alva langsung menghunuskan manik matanya ke arah Juna.
"Apa yang kau lihat, hah?" Tanya Alva ketus.
Sontak saja Juna merasa terkejut, bahkan tatapan itu sudah seperti ingin mengulitinya hidup-hidup.
"Tidak ada Tuan." Balas Juna kembali fokus ke arah jalanan.
Alva tak peduli pada jawaban Juna, ia kembali menyandarkan kepalanya seraya memejamkan mata, ia memiliki waktu beberapa menit kedepan, karena jalanan sedang dilanda kemacetan.
Maklumlah, sekarang tepat malam Minggu, waktu bagi anak-anak muda keluar bersama sang pacar, atau hanya sekedar berkumpul dengan teman.
****
"Tuan sudah sampai." Ucap Juna begitu ia telah memarkirkan mobil dengan sempurna.
Si empunya nama perlahan membuka mata, ternyata ia benar-benar tidur, setelah tak berhasil mengirimkan pesan pada Chilla.
Dengan sigap Juna turun, dan langsung membukakan pintu untuk Alva.
Sedangkan lelaki itu, tanpa membenahi letak kemejanya yang terlihat kusut, ia langsung saja mengayunkan langkah untuk menemui sang tunangan, Yola.
"Menjauhlah, aku akan menghubungimu, jika ada perlu," Ucap Alva sebelum melangkah masuk, dan Juna hanya mampu mengiyakan perkataan tuannya dengan mengangguk.
Alva ingin datang seolah ia sendiri, padahal ia datang bersama asistennya, entahlah jika tidak ada Juna, ia pasti akan merasa telah menduakan gadis kecilnya.
Dengan langkah tegap Alva terus menyusuri jalan, seraya mengedarkan pandangan, begitu tatapannya tertuju pada seorang wanita yang ia kenal, ia langsung disambut oleh lambaian tangan.
Alva hanya memasang wajah datar seperti biasa, lalu kembali melangkah, dan berhenti tepat didepan meja yang telah dipesan Yola.
"Selamat malam sayang, ayo duduk." Sambut Yola dengan tersenyum semanis mungkin, ia sedikit membusungkan dada, supaya Alva mau melihat dan menyadari penampilannya.
Tanpa menjawab apapun, Alva langsung menarik kursi, dan duduk berhadapan dengan Yolanda.
Ia melirik wanita itu, namun alangkah terkejutnya, karena yang ia lihat adalah Chilla.
Sial!
Alva menggelengkan kepala, mengusir halusinasinya.
Sedangkan Yolanda sudah merasa kegeeran, ia pikir Alva sedang mengagumi tubuhnya yang begitu indah, membayangkan bisa menyentuhnya, dan...? Ah, pikiran Yola benar-benar sudah jauh sampai kesana.
"Apa aku cantik memakai gaun ini Al?" Tanya Yola dengan senyum malu-malu.
Sebelum menjawab, Alva melipat kedua tangannya didepan dada, "Hemmm." Balasnya tanpa melirik sedikitpun.
"Ah, terimakasih. Kalo begitu kita langsung pesan saja yah. Kamu mau pesan apa?" Yola menyerahkan buku menu ke arah Alva, tetapi lelaki itu mendorong perlahan, sebagai bentuk penolakan.
"Samakan saja, karena setelah itu. Aku akan langsung pulang," ujar Alva acuh.
Mendengar itu, Yola hanya bisa menelan ludahnya kasar, seraya menghela nafas panjang.
Kita lihat saja, benarkah kau akan langsung pulang? Batinnya terus memberi dorongan dan dukungan.
Akhirnya tanpa campur tangan Alva, Yola memanggil satu pelayan wanita, ia menyebutkan beberapa menu yang ia yakini Alva akan suka.
"Itu saja Nona?" Tanya sang pelayan setelah mencatat semua pesanan.
Yola hanya mengangguk sambil berkedip mengiyakan.
Setelah kepergian sang pelayan, Yola mencoba mengajak lelaki itu untuk mengobrol, namun sepanjang waktu berlalu, lagi-lagi tak ada satu kata lain, yang keluar dari mulut Alva selain 'hem' dan 'tidak'.
Benar-benar keterlaluan. Geram Yola.
Hingga tak berapa lama kemudian, semua pesanan Yola berhasil dihidangkan dengan mewah diatas meja, aromanya menguar membuat si perut lapar meronta-ronta.
Tanpa pikir panjang, Alva segera memakan makanannya, ingin semuanya segera selesai dan kembali pulang.
Sekitar 10 menit, makanan di piring Alva sudah tandas, lalu beralih pada jus jeruk yang ada disamping tangannya, hanya ia minum setengah.
"Aku sudah selesai." Ucap Alva seraya meraih tissue, membersihkan mulutnya.
"Bersantailah, tidak baik baru selesai makan langsung bergerak. Lagi pula, makananku masih banyak." Balas Yola, meminta Alva menemani dirinya.
Yang sebenarnya ia menunggu waktu itu tiba.
Alva hanya mendesah pasrah, hingga beberapa menit kemudian, Alva merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Seperti terbakar, ia merasa kegerahan, disertai gairah yang tiba-tiba mencuat minta dilepaskan.
Ada apa ini?
Wajah gelisah itu dapat ditangkap oleh mata Yolanda, ia tersenyum penuh kemenangan. Sebentar lagi, Alva akan ada dalam genggamannya.
Lama semakin lama, Alva semakin tak bisa mengontrol diri, ia bergerak dengan gusar, dan hawa panas dalam tubuhnya, membuat ia ingin membuka pakaiannya sekarang juga. Namun semua itu ia tahan mati-matian, ia memicingkan mata ke arah wanita didepannya. Curiga.
"Al ada apa?" Tanya Yola pura-pura khawatir.
Dan saat itu juga, tanpa diketahui oleh Yola, Alva buru-buru mengetikkan sesuatu di ponselnya.
Lakukan sesuatu, dan cepat bawa aku pergi.
Tanpa ba bi bu, Juna langsung menjalankan tugasnya, sebagai asisten yang siap sedia berada disamping Alva.
Dan tiba-tiba saja, seorang pelayan menumpahkan seluruh makanan yang ia bawa tepat dibadan Yolanda, wanita itu terkejut dengan wajah yang memerah. Marah.
"Beraninya kau?" Bentak Yola, bahkan ia menuding wajah pelayan itu.
Sedangkan sang pelayan hanya mampu menunduk takut, seraya terus meminta maaf sebanyak-banyaknya, karena kecerobohannya, ia menumpahkan semua makanan yang ia bawa.
Akhirnya karena menjaga image didepan Alva, Yola tak jadi marah-marah, ia pamit ke kamar mandi dengan hati yang begitu dongkol, karena gaun mahalnya harus rusak terkena tumpahan minyak.
Dan saat itu juga, Juna mengambil kesempatan untuk membawa sang Tuan yang kondisinya sudah tak karuan. Alva belingsatan.
"Jun, cepat bawa aku pergi." Ucap Alva dengan menahan hasrat. Ah, sebenarnya apa yang terjadi dengan tubuhnya?
Juna mengikuti semua yang Alva perintahkan, ia terus memapah lelaki yang sudah tidak berdaya itu untuk sampai ke parkiran.
Namun disaat-saat genting seperti ini, keduanya terpaksa menghentikan langkah, saat mendengar suara gadis yang begitu familiar ditelinga mereka.
"Kak Juna, kakak pacar kenapa?"
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Ita rahmawati
aih si bocil knp tetiba muncul
2024-07-23
0
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
di saat kucing garong kena obat laknat ikan tongkol muncul atuh di makan 😆
2024-01-19
3
hobi novel
oh no,,,oh no,,,oh no no no no no
2023-11-19
0