"Chil, semalem lo ada apa nelponin gue?" Tanya Nana, saat keduanya sudah berada didalam kelas. Kebetulan guru yang akan memberikan kisi-kisi ujian belum datang. Jadilah, keduanya memutuskan untuk mengobrol.
"Nggak ada apa-apa Na, Chilla cuma sumilang kayak Nana gitu kalo datang bulan." Balas Chilla, perutnya sudah merasa lebih baik sekarang.
Bahkan ia tidur dengan nyenyak, karena Alva menemani bahkan memeluknya sepanjang malam. Sangat nyaman.
Mengingat itu, Chilla tersenyum kecil.
"Eh beneran? Tapi sekarang lo udah nggak apa-apa kan? Sorry yah gue ketiduran soalnya, jadi nggak tahu kalo lo nelpon." Sesal Nana dengan mimik wajah memohon.
Dirinya benar-benar ketiduran, setelah menghabiskan jam belajar.
Chilla hanya mengangguk sambil mengulum senyum. Lagi pula, ada untungnya juga Nana tak menjawab teleponnya, karena itu ia bisa berduaan dengan Alva.
"Sebagai permohonan maaf gue, nanti siang gue traktir makan deh," tawar Nana.
"Okey," Balas Chilla singkat, karena sang guru telah datang. Dan kelas akan segera dimulai.
***
Sepulang sekolah, kedua gadis itu mampir terlebih dahulu ke sebuah pusat perbelanjaan, untuk menikmati makan siang, dan yang pasti diselingi jalan-jalan.
Dengan langkah riang keduanya masuk ke sebuah cafe yang terdapat dilantai 4 gedung mall tersebut.
Namun disaat Chilla baru saja menghempaskan pantatnya ke kursi, tiba-tiba ia menangkap sesosok wanita yang tak asing di indera penglihatannya.
Ia mengikuti arah gerak wanita yang baru saja melakukan pembayaran di cafe tersebut, sepertinya wanita itu telah menikmati makan siangnya.
Semakin lama dilihat, Chilla semakin yakin. Kalau wanita itu adalah dia. Tunangan sang pacar, Yolanda.
Menyadari itu, tiba-tiba terbersit dalam benaknya sebuah rencana.
"Na, kita makannya nanti aja yah. Karena sekarang, Chilla punya misi buat kita berdua." Seru Chilla pada sang sahabat yang sudah membolak-balikkan halaman menu.
"Misi apaan?" Tanya Nana dengan satu alis terangkat.
Chilla menunjuk Yolanda yang sedang berjalan, menjauh dari arah cafe.
"Siapa Chill?"
"Ishh Nana, itu kak Yolanda. Kita harus buntutin dia buat cari bukti, siapa tahu dia mau ketemuan kan?" Terang Chilla dengan mimik wajah yang serius. Ia sudah bercerita semuanya pada Nana, tentang Yolanda yang malam itu ia dapati bersama pria lain. Dan tanda merah yang tak sengaja, ia lihat ada di tengkuk wanita itu.
Akan ia pastikan, ia akan mendapatkan bukti itu secepatnya untuk diserahkan kepada Alva, memberitahu lelaki itu siapa sebenarnya Yolanda.
Akhirnya dengan berat hati, kedua gadis itu memutuskan untuk menunda makan siang. Dan sinilah mereka sekarang, berdiri diantara patung-patung yang berjajar, dengan menggunakan kacamata hitam. Demi menguntit seseorang.
"Coba intip Chill." Titah Nana pada sang sahabat.
Chilla mengangguk mantap, sepertinya ia sangat bersemangat meski perutnya terdengar keroncongan.
Gadis itu menyembulkan kepala, berusaha mengintip aktivitas Yola, dilihatnya wanita itu sedang memilih beberapa baju. Sepertinya ia sedang berbelanja.
"Lagi milih baju Na." Ucap Chilla setengah berbisik, takut ada yang mendengar.
Lalu kembali fokus melihat gerak-gerik Yolanda, tubuhnya meringsek kala ia melihat wanita itu berjalan keluar dari toko pakaian tersebut.
Bahkan sampai menahan nafas, karena Yola tiba-tiba berhenti, dan posisi wanita itu berdiri tak jauh dari tempat Chilla dan Nana bersembunyi.
Hufffttt....
Sudah 3 jam lebih mereka berdua berputar-putar, dari satu toko ke toko yang lainnya, demi mengikuti arah gerak wanita bernama Yolanda. Namun sayang, mereka tidak mendapatkan bukti apa-apa.
Namun dari situ, mereka bisa melihat, bahwa semangat Yola dalam berbelanja memang patut mendapat penghargaan, karena sedari tadi berputar-putar, wanita itu sama sekali tidak merasa pegal.
Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Chilla dan juga Nana.
Terlebih perut mereka terus berteriak-teriak meminta diisi, namun sang Tuan masih sibuk membuntuti.
"Gila tuh orang. Bener-bener cocok jadi wanita sejati." Keluh Nana dengan nafas terengah-engah, ia sudah tidak sanggup.
Ia memegangi kedua lututnya yang benar-benar terasa pegal, padahal mereka memakai sepatu biasa, sedangkan Yola memakai hak tinggi yang berkisar 8 centi.
"Cape ya Na?" Tanya Chilla, gadis itu bersandar pada tiang didalam gedung tersebut.
Sama halnya dengan Nana, Chilla pun merasakan hal yang sama.
Akhirnya, dengan tangan hampa Nana dan Chilla berhenti mengikuti Yolanda, karena wanita itu sudah pergi ke arah luar gedung, seperti sudah puas berbelanja. Dan dapat dipastikan ia akan pulang ke apartemennya.
Kini tinggallah Chilla dan Nana, keduanya memutuskan untuk kembali meluncur ke arah cafe. Begitu sampai, mereka langsung saja memesan, merasa kelaparan mereka tak segan untuk memilih beberapa menu makanan.
****
Chilla berjalan tertatih menuju ruangan Alva, ia memutuskan untuk bertemu sang pacar terlebih dahulu, ketimbang harus pulang.
Sedangkan Nana, berpisah darinya semenjak dari pusat perbelanjaan yang mereka kunjungi.
Tok tok tok...
Juna membukakan pintu, sedangkan Alva terlihat masih serius, dengan sesuatu yang berlembar-lembar diatas meja kerjanya. Karena ia tidak tahu kalau yang datang adalah Chilla. Si gadis kecilnya.
"Sayang..." Panggil Chilla tak bersemangat, dirinya yang kelelahan seolah ingin kembali mendapatkan kekuatan dengan bertemu sang pacar.
Alva menoleh, dilihatnya Chilla yang sedang berjalan ke arah meja kerjanya, dengan langkah kaki yang terseok-seok.
Namun begitu Chilla ingin duduk di kursi yang ada didepan meja kerja Alva, lelaki itu langsung menariknya ke pangkuan.
Chilla hanya mampu menurut, wajahnya terlihat begitu lelah, letih, dan lesu. Hingga membuat Alva semakin mengernyit bingung.
"Kau kenapa? Apa perutmu masih sakit?" Tanya Alva seraya melingkarkan tangannya di perut Chilla. Sedangkan matanya menatap lekat netra yang terlihat kuyu itu.
Pelan, Chilla menggeleng.
"Chilla habis melakukan misi." Balas Chilla dengan jujur, dirinya tak sanggup lagi, hingga ambruk diatas tubuh Alva. Dengan kepala bersandar di dada.
Alva hanya tersenyum miring. Misi apa yang dilakukan gadis kecil ini?
"Kaki Chilla seperti mau patah, bahkan tubuh Chilla pegal-pegal semua rasanya." Adu Chilla pada sang pacar, berharap ia akan mendapatkan perhatian seperti semalam.
"Benarkah?" Tanya Alva berpura-pura antusias.
Chilla membuat gerakan mengangguk-anggukkan kepala.
"Baiklah, kalau begitu. Kemari, biar ku pijat." Ucap Alva, yang malah membuat Juna yang ada diseberang sana, mengerutkan keningnya.
Pasti ada udang dibalik batu. Batin Juna berbicara.
Bak gayung bersambut, Chilla merasa usahanya datang tak sia-sia. Ia langsung tersenyum dengan wajah sumringah.
Alva bangun dari tempat duduknya, dan mengajak Chilla untuk bersantai di sofa.
Sedangkan Juna yang seolah mengerti, tanpa dipinta sudah mengajukan diri untuk keluar ruangan. Bak seorang peramal yang mampu memprediksi masa depan, ia sudah paham, apa yang akan dilakukan oleh sang Tuan.
Akal bulus lelaki itu memang banyak, maka dari itu, jangan berani-berani mendekati perangkap.
"Kenapa kak Juna pergi?" Tanya Chilla keheranan.
"Mungkin dia juga ingin dipijat." Balas Alva sekenanya. Ia tersenyum misterius yang entahlah, Chilla tak bisa mengartikannya.
Alva begitu hafal dengan raut bingung gadis kecilnya, tak ingin banyak bicara, ia membantu Chilla untuk meluruskan kakinya.
Kini kedua kaki jenjang itu berada diatas paha Alva, sedangkan empunya berbaring dan menyenderkan kepala ditangan sofa, bagai nyonya.
"Nikmati saja." Ucap Alva seraya memulai pijatannya, tanpa curiga sedikitpun Chilla mengangguk kecil sambil tersenyum.
Hingga beberapa saat ruangan itu nampak sunyi, hanya ada suara detak jarum jam, dan hembusan nafas yang mengisi, Chilla merasai sentuhan-sentuhan lembut tangan Alva yang memijat kakinya. Jujur, ini enak!
Saking nikmatnya, ia sampai memejamkan mata. Mungkin jika terus begini, lama-lama ia akan tertidur tanpa melihat ia berada dimana.
Namun dalam sekejap pijatan di kakinya berhenti, sebagai gantinya ia merasakan ada kedua tangan yang meremas dadanya. Ah, Chilla mendesaah.
Ia tersentak kaget, dengan mata yang membola, ia langsung bangun dan menatap ke arah Alva.
"Ada apa?" Tanya Alva polos, seolah ia tak habis melakukan apa-apa.
Namun Chilla yakin, bahwa lelaki itulah yang telah melakukannya, lagi pula diruangan ini hanya ada mereka berdua.
"Kenapa malah menyentuh yang ini?" protes Chilla menunjuk dadanya sendiri.
"Bukankah kau bilang, badanmu pegal-pegal? Aku hanya memijatnya." Balas Alva tanpa berdosa.
Cih, bisa-bisanya.
"Tapi yang ini tidak perlu," rengek Chilla.
"Mana aku tahu, aku hanya membantumu, apa itu salahku?"
"Bukan begitu, tapi—"
"Apa?" Tukas Alva.
"Ah, sudahlah... Tapi Chilla tidak mau dipijat lagi."
Mendengar itu, Alva malah tersenyum menyeringai.
"Tapi aku masih mau memijatmu."
Sejurus dengan itu Alva sudah mengungkung gadisnya diatas sofa. Membekap mulut mungil yang sebentar lagi akan bicara. Dengan jurus andalan, yaitu ciuman.
Dengan brutal ia melumaat benda kenyal itu, hingga dengan sendirinya Chilla membuka mulut, memudahkan Alva menarik lidah Chilla untuk disesapnya, menyesap tak habis-habis, bak madu yang terasa sangat manis.
Tak cukup sampai disana, gairah yang sudah dipancing membawa bibirnya menyusuri leher putih milik Chilla, menggigit kecil bagai vampir yang ingin menghisap darah.
Jangan lupakan tangan Alva, ia sudah tahu apa pekerjaannya.
Sedangkan gadis itu mendesaah seraya memberi pukulan kecil didada Alva yang tak seberapa, yang justru membuat lelaki bermata elang itu semakin beringas.
Ia membuka satu kancing kemeja Chilla, lalu berusaha mencetak beberapa mahakarya yang indah, dan ia pastikan hanya dia yang mampu membuatnya ada ditubuh Chilla.
"Ini namanya pijat plus-plus." Bisik Alva seraya menjilat telinga Chilla, menjilat hingga telinga itu benar-benar basah oleh air liurnya.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Sri Rahayu
ah Bg Alva buat aku basah
2023-04-09
1
HNF G
mereka berdua sungguh meresahkan si jujun😂😂😂😂😂
yg sabar ya jun.... giliranmu blm nyampe😝😝😝
2023-02-24
1
Ana Smith 🐊🐊🐊 🌹❤💐
alva buka orderna pijat plus2 ngk ya? aq mau dong daftar..🤪
2023-01-06
0