Chilla buru-buru membenahi pakaiannya yang nampak kusut akibat ulah Alva. Namun ditengah kesibukannya, mulutnya dibuat menganga saat dengan santai Alva mengganti pakaiannya didepan mata Chilla.
"Astaga, kenapa dia jadi tidak tahu malu begini." Lirih Chilla sambil menggigit bibir bawahnya. Ia membuang muka sekilas, lalu kembali melirik Alva.
Alva tersenyum kecil mendengar gumaman gadis kecilnya. Ia benar-benar puas telah mengerjai Chilla, wajah kesal itu ternyata mampu membuat bibirnya melengkung cukup lama.
Setelah memakai pakaiannya, Alva mendekat ke arah Chilla yang masih setia menunggunya.
Lelaki itu duduk diatas ranjang, lalu menepuk pahanya meminta Chilla agar duduk disana.
Ragu, akhirnya Chilla hanya diam.
"Kemari." Ucap Alva lembut, ia meraih lengan Chilla dan membimbing gadis itu.
Perlahan Chilla menurut, ia mendudukkan dirinya diatas paha Alva, lalu menunduk malu.
"Jangan lakukan hal tadi pada pria lain." Ucap Alva to the point, ia memegangi dagu Chilla, agar tatapan mereka dapat bertemu.
Chilla tak bisa untuk tidak luluh, kala tatapan yang kerap kali menajam itu memandangnya dengan tatapan teduh.
"Kenapa? Apa kakak akan cemburu jika aku melakukan itu?" Tanya Chilla mulai pede, seketika binar di mata gadis itu berkelap-kelip, berharap Alva berkata 'Ya'.
Alva lebih dulu mengulum senyum, "Kau tidak merasa bersalah sama sekali dengan tindakanmu?" Tanya Alva, kini tangannya berpindah melingkar di pinggang gadis itu.
Namun matanya masih setia memandangi bibir merah merekah yang ada didepannya.
Pelan, Chilla menggeleng, tak mengerti apa maksud Alva sebenarnya.
Akhirnya Alva terkekeh, gadis didepannya ini benar-benar polos atau bagaimana pikirnya.
"Kau polos atau bodoh sih? Jelas-jelas kau baru saja menyelinap masuk ke kamar seorang pria dewasa, kalau bukan aku. Kau sudah jadi apa tadi?" Terang Alva dengan menyeringai, mengingat betapa kesalnya wajah Chilla saat tangannya menjamah tubuh gadis itu.
Mendengar jawaban Alva, Chilla kembali menunduk dengan bibir yang mengerucut, ia kira Alva melarang dirinya seperti itu karena sudah mulai mencintainya. Nyatanya?
"Kau mengerti?" Tanya Alva, tangannya mulai naik ke atas tengkuk Chilla.
Mengusapnya dengan lembut, membuat bulu-bulu halus disekitar area itu meremang.
"Tapi bukankah kakak— hmmpt." Belum sempat untuk menjawab, Alva lebih dulu membungkam mulut itu dengan ciumannya. Terlalu lama rasanya untuk mendengar jawaban lengkap Chilla.
"Mengerti? " Tanya Alva sekali lagi, dan kali ini Chilla hanya mampu untuk mengangguk.
Melihat itu Alva mengulum senyum, lalu kembali pada aktivitasnya yang awal, ia mulai menggigit-gigit kecil bibir Chilla, agar gadis itu membuka ruang untuk lidahnya bisa masuk lebih dalam.
Chilla kembali menggeliat dalam pangkuan Alva, saat bersamaan tangan kekar Alva mengusap lembut punggungnya.
Didalam rasa yang sedang menggelora dihati keduanya, mata Chilla membola, saat tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar Alva.
Tok tok tok...
"Alva?" Panggil seseorang itu.
Namun Alva tak peduli, meski gadis dalam dekapannya meronta-ronta, ia terus saja melakukan serangan pada tubuh Chilla yang kini benar-benar membuatnya menggila.
Hingga akhirnya saat bunyi 'Krek'
Chilla langsung melompat dari atas tubuh Alva, dan berdiri tegap sambil mengusap bibirnya yang basah.
Ia begitu tahu itu siapa. Mona, wanita yang telah melahirkan lelaki yang dicintainya.
Sedangkan sang empunya kamar hanya terkekeh, merasa lucu melihat kegugupan diwajah Chilla, gadis kecilnya.
Mama merusak suasana saja.
******
Chilla terus menarik nafas dan membuangnya secara kasar. Hatinya benar-benar merasa was-was saat suara Mona menggelegar memanggil nama anak semata wayangnya yang sedang berbuat mesum di kamar.
Di tengah ketegangannya, Chilla sampai tidak bisa fokus pada jalanan. Sampai akhirnya ia menabrak seseorang.
"Ah Tuan maaf." Ucap Chilla tanpa tahu siapa yang telah ditabraknya.
Juna, orang yang ditabrak Chilla buru-buru mengemasi berkas yang berhamburan ke atas tanah akibat ulah gadis kecil didepannya.
Karena merasa bersalah, Chilla pun ikut membantu.
Pelan, Chilla mengangkat kepala. Lalu menyerahkan kertas yang ada ditangannya.
"Kak Juna." Pekik Chilla begitu tahu siapa orang yang tak sengaja ditabraknya, namun Juna seakan tak mendengar, ia mengambil kertas bertinta itu dari tangan Chilla tanpa memandang ke arah pemiliknya.
Chilla merasa aneh dengan sikap Juna yang tiba-tiba acuh padanya. Sepertinya Juna marah akibat sikapnya tempo hari, batin Chilla menebak.
"Kak Juna kenapa? Marah yah sama Chilla." Ucap Chilla tak enakan, merasa dihindari membuatnya tak bisa tinggal diam.
"Maaf nona saya sedang buru-buru." Ucap Juna sambil menutupi wajahnya dengan berkas yang ia bawa. Tanpa menunggu Chilla menjawab, Juna lebih dulu melangkah.
Namun belum ada tiga langkah Chilla kembali menghadang Juna.
"Kak Juna jangan bohong. Jawab dulu pertanyaan Chilla, kak Juna marah?" Tanya Chilla tak menyerah.
Juna tak menggubris ia malah mempercepat langkahnya. Berharap Chilla sudi melepaskannya.
"Kak Juna." Panggil Chilla lagi, ia bergerak setengah mengejar lelaki itu. Berputar kesana-kemari mengikuti langkah Juna.
Sekilas mereka jadi seperti main kejar-kejaran di halaman rumah Alva.
Karena Juna tak kunjung berhenti, akhirnya saat cukup dekat, Chilla terpaksa menarik lengan Juna. Ia benar-benar menganggap Juna sedang menghindarinya karena kejadian kemarin saat di kantor Alva.
"Nona tolong jangan seperti ini." Ucap Juna sambil melepas perlahan tangan Chilla yang menempel pada lengannya.
"Kenapa? Kak Juna beneran marah sama Chilla?" Tanya Chilla dengan muka cemberut.
Juna melirik Chilla sekilas, lalu kembali menunduk.
Hanya tiga detik Jun. Batin Juna mengingatkan.
"Tidak Nona, saya hanya sedang buru-buru. Tuan Alva pasti sudah menunggu saya." Balas Juna ingin cepat-cepat kabur, kalau tidak, ia yakin ia akan kembali terkena masalah gara-gara Chilla.
"Kalo nggak marah, kenapa nggak mau liat muka Chilla?" Tanya Chilla dengan wajah sedih, ia bukan gadis bodoh yang tidak bisa membedakan, antara terburu-buru dan menghindar.
Sumpah demi apapun Juna tak bisa berpikir, ia hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal, sambil berharap Tuhan memberinya petunjuk cukup berupa alasan.
"Tuhkan bener, kak Juna marah yah sama Chilla gara-gara kemarin ngajakin kakak pura-pura pacaran?" Tebak Chilla.
Juna menggeleng cepat, "Tidak Nona, saya sama sekali tidak marah, tapi saya benar-benar sedang buru-buru. Sudah dulu yah, permisi Nona Chilla." Pamit Juna, ia berjalan setengah berlari sambil sesekali menengok ke belakang.
Memastikan gadis bernama Chilla itu tak lagi mengejarnya. Dan benar saja, Chilla akhirnya menyerah, ia mematung dengan balutan wajah penuh tanda tanya. Ada apa dengan kak Juna?
Syukurlah. Batin Juna lega.
Baru saja mengucap syukur sambil mengusap dada, begitu ia masuk ke dalam rumah Alva, ia malah disuguhi wajah dingin bosnya, bahkan matanya menungkik tajam seperti ingin menelannya hidup-hidup.
Ck, mati aku. Gumam Juna dalam hati.
Mulut Alva bergeming saat Juna menunduk hormat, ia hanya mengangguk sekilas lalu melangkah menuju ruang kerjanya, dengan diikuti oleh Juna.
Sampai di ruangan, Juna menyerahkan beberapa berkas yang Alva minta.
Lelaki itu membolak-balik kertas-kertas itu untuk mengeceknya.
Lalu dirinya tiba-tiba mendesah, desahan yang membuat Juna kembali gelisah.
"Jun, kau kenal Jack?" Tanya Alva memandang datar sang asisten.
"Jack?" Juna membeo, ia mulai menerawang jauh, mengingat kembali siapa itu Jack.
Mata Juna dibuat membulat, ludahnya kembali terasa tercekat di tenggorokan kala ia ingat siapa Jack. Anjiing hitam, peliharaan sang Tuan besar Jonathan, ayah dari Alva.
Perasaanku tidak enak.
"Kenal Tuan." Balas Juna sedikit ragu.
Alva manggut-manggut, "Bagus. Lain kali kalau mau main kejar-kejaran ajak juga si Jack. Pasti dia senang, apalagi sampai dipegang dan dibelai-belai." Sindir Alva sinis.
"Maaf Tuan, tapi—"
"Apa aku menyuruhmu meminta maaf dan menjelaskan? Oh tidak Juna. Aku hanya berpikir bahwa dengan mengajak Jack bermain, dia akan bahagia. Kau mengerti?"
"Mengerti Tuan."
"Apa yang kamu mengerti?"
"Artinya jangan terlalu dekat dengan Nona Chilla." Balas Juna cepat, sesuai dengan pemahaman yang diberikan oleh Alva.
Lelaki itu tahu bahwa sebenarnya tujuan Alva mengarah kesana, hanya saja sedikit berbelit-belit.
"Hahahaha. Kau benar-benar pintar Jun, aku tidak salah memilihmu sebagai asisten." Puji Alva pada Juna, ia berdiri dan mulai mendekat ke arah lelaki itu.
Alva sengaja menyentuh dan perlahan meremat pundak Juna cukup kuat. Kesal, melihat Chilla memegang tangan lelaki, selain dirinya.
"Dan satu yang perlu kamu ingat, jangan pernah berpikir kalau aku cemburu padamu. Huh, tidak level." Ucap Alva sambil mengibaskan tangannya, kemudian menjauh, keluar dari ruangan kerjanya menuju dapur mencari sang Mama.
Lalu apa namanya jika bukan cemburu, bahkan leherku terasa tercekik, begitu melihat tatapan matanya saat sesuatu berhubungan dengan Nona Chilla. Gumam Juna sambil terus menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan isi otak Tuannya.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
Dede Chilla : Kasih aku vote🥺🥺🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
🖤❣ DeffaSha ❣🖤
aku sih lebih suka visualny itu eca 😊 lebih cocok kayakny hehehe
2024-03-24
1
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
visualnya pas bangt dengan karakter cilla imut 🥰🥰
2024-01-18
2
sayangkamu
❤️❤️❤️
2023-10-15
0