Alva langsung menghambur ke arah Chilla, begitu tahu gadis itu berada tepat dibelakang mereka. Karena kebetulan, Chilla habis menonton bersama Nana, di mall dekat dengan restoran Alva dan juga Yola makan malam.
Tubuh Chilla sedikit terhuyung, karena tanpa aba-aba lelaki itu memeluknya erat, bahkan tak segan mengendus-endus tubuhnya.
"Kakak baik-baik saja?" Tanya Chilla dengan cemas.
Namun bukannya menjawab Alva malah menyerobot bibir ranum itu. Tak peduli, meski mereka ada ditempat umum seperti ini.
Sedangkan Juna yang melihat kelakuan tuannya yang sudah kelewat batas, segera meminta bantuan Chilla, untuk membawa Alva masuk kedalam mobil.
"Ahh... Chilla bantu aku." Lirih Alva seraya kembali menyerang gadis disampingnya. Kini keduanya sudah duduk di kursi penumpang. Namun Alva sedikitpun tak mau diam.
Hingga tubuh Chilla meringsek diatas kursi, dengan Alva yang berada diatas tubuhnya. Lelaki itu mengikis jarak, mempertemukan kembali bibir itu.
Chilla yang kembali mendapatkan serangan dadakan, tak mampu untuk menolak. Alva terus menyesap bibirnya hingga bibir itu terasa kebas.
Tak hanya itu, tangan Alva juga terus bergerilya kemana-mana, sesuka hatinya. Tak peduli meski Juna melihat kegiatan mereka.
"Tu—tuan, tolong jangan lakukan disini." Mohon Juna sambil terus mengemudi, ia bisa mati berdiri kalau sampai itu terjadi.
Mendengar itu, Alva menatap nyalang, lalu menendang kursi kemudi yang dibaliknya ada sang asisten, Juna.
Dan kesempatan itu membuat Chilla bisa membuka mulutnya dengan leluasa, untuk bertanya, "Kakak sebenarnya ada apa?"
Alva kembali fokus pada gadis kecilnya.
"Tolong aku Chilla, aku tidak bisa menahannya. Ini menyakitkan." Keluh Alva dengan hasrat yang tertahan.
Mata teduh itu sudah berkabut, menggelap seiring berjalannya obat itu merangsang keperkasaannya.
Sedangkan Chilla hanya bisa menelan ludahnya, ia tidak mengerti sama sekali dengan ucapan Alva. Rasa menyakitkan yang bagaimana maksudnya?
"Kalau begitu kita ke rumah sakit saja yah." Tawar Chilla.
"Tuan tidak butuh ke rumah sakit Nona, dia hanya butuh anda. Tapi saya minta tolong, tahan dia, sebentar saja." Jawab Juna, mewakili Alva, dan sejurus dengan itu Alva kembali mencumbui gadis yang ada dibawah tubuhnya.
Ah Ya Tuhan, ku mohon jangan lakukan disini.
Juna mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, berharap tepat pada waktunya, Alva belum melakukan itu didalam mobil ini, didepan matanya.
Desahaan Chilla yang tertahan mengganggu konsentrasi Juna, sedangkan sang Tuan tidak berhenti sama sekali, malah kini Alva sudah membuka setengah kemejanya.
Karena nyatanya, goncangan demi goncangan tak membuat niat Alva menyurut.
Juna semakin menerobos jalan raya, tak peduli meski lampu merah telah menghadangnya. Ia harus cepat, kalau tidak, yang ada ia juga akan ikut terangsang, karena melihat percintaan kedua orang yang ada di kursi penumpang.
Dan tepat setelah Alva berhasil membuka pakaian bagian atasnya, Juna sudah menghentikan laju mobilnya di basemen apartemen bosnya itu.
Selamat...
"Tuan, kita sud—?
Astaga.
Juna langsung berpaling muka, melihat Alva yang sedang menurunkan resleting celananya. Sedangkan gadis itu hanya sesekali memukul punggung kekar itu dengan tenaga yang tak seberapa.
Benar-benar sudah kepalang basah, akhirnya Juna turun, dan membuka pintu penumpang, dengan paksa Juna menyeret Alva keluar.
"JUNA!" pekik Alva marah, rasa panas ditubuhnya semakin menjadi, ia meronta saat Juna menahan tubuhnya untuk mendekat ke arah Chilla.
"Nona, saya akan gedong Tuan. Nona tolong bantu saya buka pintu yah." Pinta Juna pada gadis yang sudah berdiri di dekat mobil.
Chilla kembali menelan ludahnya, dan hanya mampu mengangguk pasrah.
Dengan mengeluarkan seluruh tenaganya, Juna berusaha menggendong tubuh Alva untuk sampai di apartemen lelaki tersebut.
"Tahan Tuan, sebentar lagi kita sampai."
Waktu seolah melamban, namun meskipun begitu, akhirnya ketiga orang itu sampai juga didepan pintu apartemen mewah, milik lelaki yang sudah tidak berdaya dalam gendongan Juna.
Chilla membantu membuka password dengan tangan yang gemetar, dan setelah bunyi klik' ketiganya langsung masuk, dan membaringkan tubuh Alva didalam kamar.
Belum ada beberapa detik, lelaki itu kembali bangkit, dilihatnya Chilla yang berdiri tak jauh darinya.
Sontak ia menarik lengan gadis itu, dan membawanya langsung ke atas ranjang, tempat peraduan.
"Sayang, ku mohon bantu aku." Ucap Alva dengan mimik wajah memohon, dapat Chilla sadari, wajah Alva yang seperti ini, pernah ia lihat, di malam pertunangan lelaki itu.
Sedangkan Juna langsung keluar dengan jiwa yang merutuk.
Nona Chilla maafkan saya. Gumamnya, dapat ia tebak, apa yang akan terjadi selanjutnya diantara mereka berdua.
****
Alva melumaat habis bibir itu, bersamaan dengan tangannya yang bergerak kesana-kemari mencari sesuatu yang dapat ia mainkan.
Diperlakukan seperti itu, Chilla menggeliat liar, sebuah sentuhan yang selalu memabukan untuknya, ingin terlepas? Tapi ia bisa apa? Bahkan di kesepakatan awal mereka, Chilla sudah menyerahkan tubuhnya.
Hanya saja waktu belum menjawabnya.
Hingga kini saat itu telah tiba, Alva begitu menginginkannya, dengan tatapan mendamba, yang kerap ia lihat saat Alva mencumbui dirinya.
Tanpa sadar, pakaian yang Chilla kenakan kini telah tertanggal, tersisa bagian penutup dikedua area sensitifnya.
Alva meneguk salivanya, melihat tubuh polos itu tepat didepan mata, tubuh yang telah menjadi candunya setelah malam itu terjadi. Kini, ia ingin terus mencobanya lagi, lagi dan lagi. Bahkan lebih.
Alva menindih dan meletakkan kedua tangannya disamping tubuh Chilla. Sedangkan gadis manis itu hanya terdiam, lalu kembali menggeliat erotis seiring gigitan kecil yang menyeluruh di area sensitifnya. Alva mencetak mahakaryanya yang indah.
Hingga lenguhan-lenguhan berhasil tercipta, menggema bersamaan dengan aktivitas Alva yang kini tengah menyesap dua gundukan milik Chilla.
Dada itu semakin membusung, ingin lebih dalam Alva meraupnya. Karena kini, gairah gadis itu sudah mulai terpancing oleh permainan Alva.
Keduanya sudah sama-sama polos, Chilla berpaling muka begitu matanya bersitatap dengan netra milik Alva. Wajahnya memerah, tersipu menahan malu yang tak berkesudahan. Menyadari, keduanya sudah telanjang.
"Katakan kau menginginkanku." Titah Alva dengan nafas yang memburu, serta menatap manik mata itu dalam.
Awalnya gamang, namun tatapan itu sungguh menghanyutkan. Hingga akhirnya, gadis yang ada dibawah kungkungannya mengangguk perlahan.
"Aku menginginkanmu," ucapnya mendayu.
Dan sejurus dengan itu, Chilla merasakan sesuatu yang besar telah masuk begitu saja. Tubuhnya bergetar hebat, disertai rasa perih yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ini pertama kalinya.
Hingga tanpa sadar kedua mata Chilla terpejam, dan meremat kain sprei sebagai pelampiasan.
Namun tak lama dari itu, kedua tangannya terbuka, karena Alva menautkan jari jemarinya di kedua tangan Chilla.
Pelan, Chilla membuka mata, dilihatnya Alva mengecupi seluruh wajahnya.
"Rileks yah, aku akan melakukannya dengan pelan-pelan."
Chilla hanya berkedip sebagai jawaban, dan tanpa ba bi bu Alva bergerak pelan, memulai permainan. Dengan ritme, yang ia yakini bisa membuat Chilla merasa nyaman.
Sakit, awalnya itu yang Chilla rasakan. Namun seiring berjalannya waktu, perih itu menghilang, berganti dengan rasa nikmat yang menjalar.
Hentakan yang Alva buat benar-benar telah membawanya melayang ke atas awan, hingga dirinya mampu meloloskan desaahan-desaahan, yang membuat Alva semakin semangat untuk memacu pergerakan.
Bahkan mulut dan tangan itu tak tinggal diam, mereka ikut berkontribusi mensukseskan kegiatan. Tangan Alva digunakan untuk mengunci pergerakan Chilla diatas kepala, sedangkan mulutnya bermain di pucuk yang tengah menegang itu, dengan sesapan yang membuat si empunya melenguh.
Derit suara ranjangpun menjadi saksi bisu, atas jerit nikmat keduanya yang tengah berbagi peluh, menyatu dalam kubangan rasa nikmat yang bersatu padu.
Kini tangan Chilla berganti meremas manja rambut Alva yang terus bermain didadanya, hingga dirasa gejolak itu akan meledak, dengan sendirinya Chilla ikut bergerak.
"Sayang, aku," rintih Chilla tak tahan.
Mendengar itu, Alva yakin pelepasan itu nyaris datang, ia mempercepat pergerakan, maju mundur begitu teratur, sampai erangan panjang dari keduanya menggema di seisi ruangan.
Dan lahar panas itu sukses membuncah didalam.
"Terimakasih," lirih Alva dengan nafas terengah-engah, kemudian ambruk disamping tubuh Chilla, dan menarik gadis itu dalam dekapannya, seolah tak ingin terpisah.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
Dah ah😪😪😪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Hasanah Purwokerto
Waduh....waduh...waduh....
Akhirnya jebol juga
2025-04-10
0
Ita rahmawati
🤦♀️🤦♀️🤣🤣
2024-07-23
0
Alivaaaa
kasihan sama Juna 🤭🤣🤣🤣🤣🤣
2023-10-11
2