Pfffttt...
Juna terpaksa menahan tawa dan gelaknya saat mendengar teriakan Alva. Teriakan keputusasaan sang atasan menghadapi wanita keduanya.
Lain dengan Juna, Chilla malah menatap Alva tak percaya, mulutnya menganga.
Dia mengedip-ngedipkan mata dan mulai mencerna ucapan Alva yang baru saja didengarnya, ia tidak salahkan? Alva ingin ia panggil sayang?
Seketika senyum manis gadis itu mengembang menghiasi bibir mungilnya. Gadis itu menangkup wajah Alva yang masih setia, dalam posisi yang sama.
"Benarkah kakak ingin ku panggil sayang?" Tanyanya memastikan.
Dan saat itu juga Alva tersadar, ia mendesis pelan lalu buru-buru bangkit. Apa yang sudah dia lakukan? Seperti orang bodoh saja pikirnya.
"Tidak, lupakan." Balasnya salah tingkah.
Chilla ikut bangkit, dan langsung memeluk Alva dari samping. Memeluk lelaki itu seerat mungkin.
"Tidak mau, Chilla akan memanggil kakak sayang, seperti yang kakak inginkan." Ucapnya sambil terus mengulum senyum. Selangkah lebih baik batin Chilla.
"Sayang..."
"Sayang..."
"Sayang..."
Beberapa kali Chilla terus mengulang dengan kegirangan.
Haish... Kenapa jadi terdengar menggelikan. Gumam Alva dalam hatinya.
Ia memijat kepalanya yang terasa pening, menghadapi Chilla ternyata lebih sulit daripada meyakinkan para koleganya untuk diajak kerja sama. Pikir Alva.
"Tuan..." Panggil Juna, membuat fokus kedua orang itu teralihkan.
Alva menarik satu alisnya keatas.
"Nona Yola sedang berjalan kemari, dia sudah masuk ke dalam lift, sebaiknya jika tidak mau menimbulkan kecurigaan, suruh Nona Chilla untuk segera sembunyi." Terang Juna setelah mendapat laporan dari bawahannya.
Bahwa mereka tidak bisa mencegah Yola untuk naik ke atas ruangan Alva. Dengan dalih, akan memecat siapa saja yang berani melarangnya, karena dia adalah calon istri penerus perusahaan Antarakna.
Akhirnya para karyawan lain tidak bisa berkutik, dan membiarkan wanita yang kerap berdandan menor itu naik ke ruangan sang atasan.
Alva mendesah kesal, sedangkan Chilla heboh sendiri mencari tempat sembunyi.
"Ah, sayang aku harus sembunyi dimana?" Tanya Chilla sambil mondar-mandir tidak karuan.
"Bawah meja, cepat ke bawah mejaku." Ucap Alva akhirnya. Dan Chilla pun menurut, ia mengangguk dan lekas masuk ke kolong meja kebesaran Alva.
Klek!
Tepat, saat Chilla berhasil sembunyi dibawah meja, dan Yolanda baru saja tiba.
Dengan senyuman yang selalu menghiasi kedua sudut bibirnya, wanita dengan tubuh semampai itu duduk didepan meja Alva tanpa permisi. Seperti biasa.
"Al, aku bawakan makan siang untukmu." Ucap Yola sambil memperlihatkan paper bag yang ia bawa.
Sebelum menjawab Alva sedikit bernafas dengan lega, karena tidak terlambat untuk menyembunyikan Chilla.
"Tapi aku sudah makan." Balas Alva sambil berkacak pinggang, ia melirik meja didepan sofa, tepat dimana bekas makanan masih berserakan.
Melihat itu, Yolanda langsung memasang wajah tak bersemangat.
"Sedikit saja Al, ini masakanku sendiri, Mama yang membantuku membuatnya." Mohon Yolanda, berharap dengan dibubuhi kelembutan dan sedikit drama menyedihkan bisa meluluhkan kerasnya hati Alva.
Alva berpikir sejenak, ia memandang ke arah mejanya sendiri. Tiba-tiba terbersit ide dalam otaknya. Ia tersenyum sinis.
"Baiklah, aku akan makan lagi untuk menghargaimu." Final Alva.
Sedangkan gadis yang ada dibawah sana berdecih, "Padahal sudah makan makanan dari Chilla, tapi tetap mau makan masakannya. Cih, benar-benar menyebalkan."
Mendengar itu Yolanda kembali sumringah, ia mengangguk lalu mengajak Alva untuk duduk di sofa agar lebih santai.
Namun karena Alva memikirkan gadis kecilnya yang bersembunyi dibawah meja, akhirnya Alva menolak.
Ada disenyalir aneh. Ia benar-benar sudah seperti tidak ingin ketahuan selingkuh.
Bukan takut Yolanda akan tahu, tapi ia lebih takut jika terjadi sesuatu pada gadis itu.
Karena ia belum sepenuhnya mengenal siapa Yolanda, apa wanita itu memang berhati tulus, atau bahkan lebih bengis dari serigala betina.
"Disini saja." Ucap Alva sambil menarik kursi, dan duduk berhadapan dengan Yolanda.
Dan itu artinya dari pinggang sampai kaki Alva, tepat berada didepan mata Chilla.
Yolanda mulai membuka menu yang ia bawa, spaghetti dengan taburan saus tomat dan juga keju yang melimpah.
Sekilas terlihat nikmat dan memanjakan lidah, namun nyatanya itu tidak membuat Alva tergugah.
"Aku suapi yah." Ucap Yolanda seraya mengangkat sendok, dan Alva mengangguk.
Lagi-lagi Chilla dibuat cemberut, karena Alva sama sekali tidak menolak ajakan wanita itu.
Pasti dia sengaja. Awas saja.
Chilla menatap geram pemilik tubuh itu, dengusan demi dengusan keluar, hingga tidak sengaja tatapannya tertuju pada benda yang sedikit menonjol didepan sana.
Seketika senyum jahil itu muncul.
Selagi Alva sedang menikmati makanannya, dengan perlahan tangan nakal Chilla terulur, menggapai benda pusaka milik Alva. Tanpa berpikir panjang, apa akibat membangunkan sang singa lapar.
Dan Hap!
"Ashhhh..." Desis Alva terkejut. Miliknya sudah seperti terperangkap. Nikmat.
Mendengar itu Chilla terkikik puas tanpa suara.
Rasakan!
"Al ada apa?" Tanya Yolanda saat menyadari perubahan wajah Alva yang terlihat memerah.
Alva hanya menggeleng sambil terpejam menikmati, benda kesayangannya menggeliat-geliat, sedangkan tangan itu terus mengelus bahkan meremat gemas.
"Hahhh..." Desis Alva lagi mulai tak karuan, padahal ia sudah menggigit kuat-kuat bibir bawahnya. Menahan.
Namun nyatanya sentuhan lembut yang Chilla berikan, benar-benar ingin membuatnya gila. Ia sudah seperti seseorang yang haus akan belaian.
Gadis nakal.
Melihat itu, Yolanda semakin dibuat penasaran, ia merasa masakannya tidak terlalu pedas, tetapi kenapa Alva malah terlihat seperti kepedasan.
"Al apa masakanku tidak enak?" Tanya Yolanda, sedangkan wajah Alva semakin memerah menahan hasratnya. Bahkan peluh sudah menderas menghiasi dahi lelaki itu.
"Bukan begitu, tapi tolong—" Alva sudah tak bisa mengontrol ini semua, ia tidak bisa berkonsentrasi untuk menjawab, saat intinya benar-benar dibelai dengan manja.
"Tolong apa?" Yolanda semakin khawatir.
"Tolong— pelan-pelan saja!"
******
Alva segera menarik lengan Chilla, begitu ia berhasil mengusir Yolanda dari ruangannya tersebut.
Tatapannya menggebu, tak bisa lagi untuk bersabar, gadis kecil ini harus diberi pelajaran pikirnya.
"Ikut aku." Ucap Alva membawa Chilla ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh mata Juna.
Brak!
Pintu ditutup dengan kasar, lalu Alva melepas cengkraman tangannya dilengan Chilla. Dan menatap dengan sorot mata tak ramah.
Bukannya takut, Chilla malah menelisik ruangan dimana tempatnya berada, sebuah ruangan dengan satu ranjang, lemari minimalis dan kaca setinggi tubuhnya.
"Untuk apa kakak membawaku kemari?" Tanya Chilla masih memandangi tiap sudut ruangan.
Alva menyeringai, lalu meraih dagu Chilla, "Untuk memberimu pelajaran." Balasnya dengan merubah tatapan marah, berganti dengan tatapan yang berkabut.
"Pelajaran apa? Chilla sudah pulang sekolah, tidak butuh pelajaran lagi." Ucap Chilla masih tak mengerti akan ucapan Alva yang sebenarnya.
Tidak mau berlama-lama Alva segera menarik pinggang Chilla, lalu dengan cepat melabuhkan ciumannya di bibir gadis itu.
Chilla yang mendapat serangan dadakan tak mampu untuk menolak, dirinya bahkan hampir terjungkal namun dengan sendirinya dia mengalungkan tangan di leher Alva.
Dengan brutal Alva terus menyesap bibir ranum itu, hingga semakin lama gairah itu semakin meningkat, ketika kedua bibir itu saling bertemu dan menyesap satu sama lain.
Darah dalam tubuh Alvapun semakin berdesir dengan hebat, dirinya nyaris tak sadar, apalagi kini dua tangan mungil Chilla terus mengusap tengkuknya dengan penuh kelembutan.
Dengan perlahan ia membuka kancing baju kemeja Chilla satu persatu, pun dengan dirinya. Tanpa melepas ciuman mereka.
Ingin menuntaskan sesuatu yang semakin dipendam, malah semakin ingin ia lampiaskan.
Ditambah bayangan Chilla memeluk Satria malam itu, ia memaki tak terima. Tubuh Chilla hanyalah miliknya, ya hanya miliknya.
Dua tangan Alva meremas dua buah bulatan indah dibalik rok yang Chilla kenakan, lalu menghujam tubuh Chilla berkali-kali sampai inti tubuh mereka beradu meski masih banyak penghalang.
Hingga suara yang teramat merdu lolos dari bibir mungil Chilla.
Kenapa begini saja rasanya nikmat sekali. Bisik Alva dalam hatinya.
Nafas keduanya memburu, dan Alva menyerah, ia tidak mampu lagi untuk membendungnya, dengan sisa tenaga yang ada, ia membawa Chilla keatas peraduan. Dan berpikir bahwa kali ini ia tidak boleh gagal.
Begitu keduanya sempurna berbaring diatas ranjang, Alva yang sudah terobsesi langsung kembali mengujami Chilla dengan ciuman yang memabukkan.
Dan sejurus dengan itu, suara ketukan pintu terdengar nyaring, hingga dengan terpaksa menghentikan aktivitas panas keduanya.
Alva berdecak dengan keras.
"Ah maaf Tuan saya sedikit mengganggu, tapi saya hanya ingin mengingatkan, kalau anda sudah ditunggu di ruang meeting sekarang." Ucap Juna setelah ketukan pintu berakhir.
Dan saat itu juga Alva mengusap wajahnya kasar, "Oh sial, lagi-lagi gagal."
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
komalia komalia
aduuh panas siang siang
2024-10-24
0
Ita rahmawati
ini baca yg ke 2 tp ttep aja ngakak sm tingkah mereka 🤣🤣
2024-07-23
0
Alvin Prayoga
apes mlu y bng tiap mw anboxing
2024-02-03
1