Mungkin karena efek obat yang tadi di berikan oleh dokter, Zico baru sadar pada pukul 8 malam.
Ia mengerjabkan matanya beberapa kali untuk memfokuskan penglihatannya. Setelah pengelihatannya kembali, Zico langsung mengedarkan pandangannya keseluruhan ruangan yang sudah bisa ia tebak dari bau obat-obatan yang langsung menyeruak masuk kedalam indera penciumannya.
Zico menghela nafas saat tangan kanannya yang terpasang infus ia angkat.
"Ck, lemah," ucap Zico pada dirinya sendiri.
Zico menerawang ke langit-langit kamar inapnya sampai suara pintu kamar mandi terdengar yang membuat Zico langsung menoleh ke arah sumber suara.
Ia memincingkan alisnya kala melihat sosok wanita yang tak asing bagi dirinya baru keluar dari kamar mandi diruangan tersebut.
"Ngapain lo disini?" tanya Zico to the point. Edrea yang tadinya belum mengetahui bahwa Zico telah sadar pun terperanjat kaget.
"Astagfirullah," ucap Edrea sembari mengelus dadanya yang tengah berdetak kencang.
Setelah menetralkan detak jantungnya, Edrea kini menghampiri Zico yang tengah menatapnya dengan dingin.
"Ngapain lo disini? Pergi!" usir Zico dengan lantang.
"Gue tadi cuma bantuin lo kesini kok," ucap Edrea sembari memainkan jari tangannya guna menghilangkan kegugupannya.
"Gue gak minta lo buat bantuin gue tadi. Sekarang lo pergi dari sini!"
"Tapi lo disini sendirian kalau gue pergi," tutur Edrea tak tega.
"Pergi!" bentak Zico.
Edrea menghela nafas.
"Baiklah kalau gitu gue pulang tapi setalah gue telfon keluarga lo dulu. Biar lo ada yang jagain disini," ucap Edrea.
"Gak perlu," tolak Zico mentah-mentah.
Edrea tak memperdulikan ucapan dari Zico. Ia kini mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel milik laki-laki tersebut namun sayang tangan Zico lebih dulu mengambil ponsel tersebut.
"Lancang sekali ya lo," bentak Zico.
"Ya udah sebutin aja nomor salah satu keluarga lo biar gue yang telfon pakai ponsel gue," tutur Edrea yang masih sabar.
"Gue bilang gak perlu dan gue gak butuh bantuan lo. Lo pergi sekarang atau gue yang pergi!"
Edrea bergeming ditempat. Ia dilema dengan situasi saat ini. Jika dia pergi dan meninggalkan Zico sendiri di rumah sakit itu, sudah dipastikan Edrea akan sangat khawatir dengan keadaannya sedang jika dia tak pergi maka Zico akan semakin murka.
"Oke. Gue yang akan pergi," tutur Zico. Saat dirinya ingin melepaskan jarum infus ditangannya, dengan cepat Edrea hentikan.
"Eh ah maaf," ucap Edrea saat ia memegang tangan Zico dan langsung mendapat tatapan mematikan dari sang empu.
"Lo gak perlu pergi dari sini karena gue yang akan pergi. Assalamualaikum," pamit Edrea. Ia segera menyambar tas yang ia taruh di kursi samping banker Zico sebelum ia keluar dari kamar inap tersebut meninggalkan Zico sendirian.
"Waalaikumsalam," jawab Zico lirih saat Edrea benar-benar sudah tak terlihat lagi olehnya.
Sedangkan Edrea ia tengah tergesa-gesa menuju ke ruangan suster di rumah sakit tersebut.
Tok tok tok
Edrea mengetuk pintu terlebih dahulu, sebelum ia masuk kedalam ruangan para suster setelah Edrea mendengar suara dari dalam ruangan tersebut.
"Emm maaf menganggu istirahat kalian," ucap Edrea tak enak.
"Eh tidak-tidak, kami gak merasa terganggu kok. Apa ada sesuatu hal yang terjadi dengan tuan Zico?" tanya salah satu suster itu.
Edrea pun menggelengkan kepalanya.
"Tidak, dia baik-baik saja bahkan sudah sadar dari pingsannya," jawab Edrea.
"Terus ada apa anda kesini? Apa ada yang bisa kita bantu?" tanyanya.
"Hmmm gini. Saya malam ini akan pulang kerumah dan saat ini Zico cuma sendirian di kamar itu. Maka dari itu saya minta tolong kepada suster buat jagain dia disini. Takutnya dia nanti ingin sesuatu dan mengharuskan dia untuk mencari bantuan ke orang lain. Dan kalau ada apa-apa bisa langsung hubungi nomor saya" ucap Edrea menjelaskan tujuannya sembari menyodorkan secarik kertas yang sudah tertulis nomor ponselnya disana.
Para suster disana pun mengangguk kepalanya.
"Tenang saja. Pacar anda akan aman disini. Dan kita akan menjaga tuan Zico untuk anda, jangan khawatir." Edrea tersenyum dan menyalami para suster di depannya.
"Terimakasih banyak. Maaf kalau saya merepotkan," ujar Edrea.
"Tak masalah karena itu juga menjadi bagian dari tugas kami," ucap suster tersebut dengan tersenyum.
"Sekali lagi saya ucapkan terimakasih dan saya pamit dulu, permisi, assalamualaikum," pamit Edrea.
"Waalaikumsalam," jawab para suster tersebut serempak.
Kini Edrea bisa bernafas lega saat para suster di rumah sakit tersebut dengan senang hati mau membantunya. Dan kini Edrea segera masuk kedalam mobilnya yang sudah berada dihadapannya tersebut. Ia dengan cepat menyalakan mesin mobil dan melajukannya menuju rumah keluarga Abhivandya.
Butuh waktu 40 menit, Edrea akhirnya telah sampai dikediaman keluarganya dan dengan langkah hati-hati, Edrea memasuki rumah tersebut.
"Huh aman," gumam Edrea lirih saat mengetahui suasana di dalam rumahnya sepi seperti tak berpenghuni. Sepertinya mereka sudah tidur, pikir Edrea. Namun pikirannya ternyata salah karena baru beberapa langkah ia berjalan masuk kedalam rumah tersebut, suara bariton khas milik Abangnya terdengar.
"Dari mana aja lo?" tanya Erland yang sudah berdiri tak jauh dari dirinya dan disamping Erland terdapat Azlan yang menatap Edrea dengan tatapan mengintimidasi.
Edrea menggaruk kepalanya yang tak gatal sembari nyengir kuda.
"Jawab! dari mana aja lo? jam segini baru pulang?" tanya ulang Erland.
Edrea pun mencebikkan bibirnya.
"Tadi Rea ke rumah sakit, Bang," jawab Edrea jujur.
Kini kedua saudara kembarnya dengan kompak membelalakkan matanya dan mereka berdua langsung menghampiri Edrea.
Saat sudah berada di depan si bontot, Azlan menatap tubuh Edrea dari atas sampai bawah sedangkan Erland si memutar-mutarkan tubuh Edrea untuk memastikan sang Adik tak terluka sedikitpun.
"Ya ampun, Bang pusing nih lama-lama kalau lo masih muter-muter tubuh Rea kayak gini," protes Edrea.
Erland pun kini mengehentikan aksinya tadi.
"Huh, punya Abang gak ada akhlak," batin Edrea.
Erland sekali lagi menatap tubuh Edrea dari bawah sampai atas.
"Gak ada luka tuh," ucap Erland setelah memastikan Edrea dalam keadaan baik-baik saja.
"Iya," timpal Azlan membenarkan ucapan Erland.
"Lo lagi sakit organ bagian dalam, Dek?" tanya Azlan.
"Astagfirullah, amit-amit. Orang Edrea gak kenapa-napa bang. Edrea sehat wal afiat," tutur Edrea.
"Lha terus siapa yang sakit?" tanya Erland penasaran.
"Teman sekolah Rea yang sakit. Udah ah Rea mau mandi." Edrea beranjak dari tempatnya berdiri tadi menuju kamarnya. Namun baru beberapa anak tangga yang ia naiki, Edrea kembali membalikan badannya.
"Oh iya Bang. Mom sama Dad mana? Kok gak ikut nyidang Rea tadi?" tanya Edrea.
"Mereka lagi keluar," jawab Azlan yang juga tengah melangkahkan kakinya di anak tangga.
"Kemana?"
"Gak tau. Katanya tadi Mereka mau ngedate."
Edrea hanya menimpali ucapan dari Abang pertama itu dengan membeo riya. Kemudian ia segera melanjutkan langkahnya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 381 Episodes
Comments
raihaaaa
puyeng gue mau marah sama Zico karna gak tau terima kasih plus ngebentak Rea, atau mau marah karna Rea terlalu centil mikirin Zico mulu jadi greget gue.
2021-09-17
2
Yunia Afida
zico kok g bilang terimakasih za, tega bener
2021-08-31
2
Alivia Cipa
anak udh gede jd bebas ngedate ya thor 😃 ingat janan triplets masih kecil, mau ngedate aja susahnya minta ampun deh 😃😃
2021-08-20
1