Kini Edrea dan juga kedua temannya tengah berada disalah satu rumah sakit dan pria yang tadi sempat Edrea tolong dari pingsannya pun tengah di periksa oleh dokter.
Edrea modar-mandir tak jelas seperti setrikaan bahkan rasa khawatirnya kini telah meliputi dirinya. Tak lupa ia selalu memanjatkan doa untuk keadaan pria tadi.
"Ck duduk bisa gak sih?" ujar Yesi yang sudah pusing melihat sahabatnya tersebut terus saja modar-mandir di depannya.
"Gak bisa," ucap Edrea.
"Kalau lo gak bisa duduk dan mau kayak setrikaan terus, ya jangan di depan gue dong. Pusing nih gue jadinya," protes Yesi.
Saat Edrea ingin menimpali ucapan dari Yesi, dokter yang tadi menangani pria tersebut telah keluar dari ruang periksa yang membuat Edrea tak jadi menjawab protesan dari Yesi.
Edrea dengan segera langsung menghampiri dokter tersebut.
"Gimana keadaannya, Dok? Dia gak papa kan? Gak ada luka dalam kan? Dia juga gak amnesia kan, Dok?" tanya Edrea beruntun yang membuat dokter di depannya bingung harus menjawab pertanyaan dari Edrea mulai dari mana.
"Ya ampun Rea. Kalau tanya tuh satu-satu jangan langsung barengan kayak gini. Dokternya jadi bingung kan mau jawab pertanyaan lo mulai dari mana," ujar Resti.
Edrea menghiraukan ucapan dari Resti, ia memilih untuk menunggu jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan tadi.
Dokter itu pun tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Edrea.
"Keadaannya baik-baik saja, dia hanya kelelahan, banyak pikiran dan kebetulan penyakit maagnya tengah kambuh. Mungkin untuk 3 hari kedepan dia akan dirawat inap disini. Untuk luka dalam, Alhamdulillah tak ada luka dalam di kepala maupun anggota tubuh yang lain dan dia juga tak mengalami amnesia. Jadi Nona tak perlu khawatir," jelas dokter tersebut.
Ketiga wanita remaja yang tadi dirundung kekhawatiran terutama Edrea yang sudah seperti kehilangan semangat hidupnya jika pria tersebut benar-benar dalam keadaan bahaya, akhirnya bisa bernafas lega saat mendengar penjelasan dari dokter.
"Huh. Alhamdulillah," ucap ketiganya kompak.
"Apa masih ada yang ditanyakan lagi?' tanya dokter tadi.
"Hmmm, apa kita sudah boleh menjenguknya Dok?" tanya Edrea tak sabaran.
"Sepertinya untuk saat ini jangan dulu karena para suster tengah menyiapkan perpindahan pasien ke kamar inap," ujar dokter.
Edrea mengangguk pasrah.
"Baiklah, Dok."
"Ada lagi?" tanya dokter lagi.
Ketiganya menggelengkan kepalanya. Dokter tersebut kembali tersenyum.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu," ujar dokter tersebut.
"Terimakasih Dok," ucap Edrea.
Dokter tadi menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya dokter tersebut meninggalkan ketiga perempuan cantik itu.
"Udah bisa duduk kan sekarang?" tanya Yesi.
"Hehehe kalau sekarang sudah aman dan gue udah bisa duduk tenang," jawab Edrea.
Kini ketiganya mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu di depan ruang periksa sembari menunggu pria yang mereka tolong dipindahkan ke kamar inap.
Tak berselang lama pintu ruang periksa tersebut terbuka lebar dan setelahnya banker yang diatasnya terdapat pria tadi, kini keluar. Dengan sigap Edrea mendekati banker tersebut dan menatap pria dengan wajah pucat yang masih menutup mata indahnya itu
"Maaf Nona, kami akan segera memindahkan pasien ke kamar inap. Permisi," ucap salah satu suster yang tengah membantu proses pemindahan tersebut.
"Ah oh oke. Silahkan Sus," tutur Edrea sembari meminggirkan tubuhnya supaya tidak menghalangi para suster yang tengah melakukan pekerjaan mereka. Saat banker tersebut didorong oleh beberapa Suster, Edrea segera mengikuti langkah Suster tadi hingga para Suster akhirnya berhenti di salah satu kamar dengan nomor 05 kelompok Cempaka dan mereka segera memasuki kamar tersebut perlahan.
Saat sudah berada didalam, Edrea terus menatap wajah pria itu dari jauh. Tanpa berniat mengalihkan pandangannya sedikitpun, hingga suara dari salah satu Suster menyadarkan Edrea.
"Pasien akan sadar sebentar lagi dan kalau ada apa-apa dengan pasien bisa panggil saya atau langsung ke dokter juga bisa," ucap Suster tersebut dengan senyum ramah.
"Baiklah Sus, terimakasih," tutur Edrea juga dengan senyum termanisnya.
"Kalau begitu kami permisi dulu." Edrea mengangguk dan dengan segera para Suster tadi keluar dari kamar tersebut.
"Rea!" panggil Resti dan juga Yesi yang baru datang setelah mereka tadi ke kantin untuk membeli makanan.
Edrea yang sudah duduk disamping banker berisi pria tersebut, menatap kedua sahabatnya.
"Sttt jangan berisik!" ucapnya.
Kedua sahabatnya pun mencebikkan bibirnya, lalu keduanya menghampiri Edrea.
"Nih makan dulu!" tutur Resti sembari menyodorkan sebuah plastik berisi makan siang untuk Edrea.
"Kasih di nakas itu aja, nanti gue makan," ujar Edrea. Resti pun akhirnya menaruh makan siang milik Edrea tadi sesuai dengan ucapan sang empu. Setelah itu ia beranjak menuju sofa di kamar inap tersebut.
Waktu pun terus berputar, langit yang tadinya sangat terang-benderang kini sedikit redup dengan jam di dinding kamar inap tersebut menunjukkan pukul 5 sore.
"Rea, pulang yuk," ajak Yesi yang sedari tadi sudah di teror sang Mama untuk segera pulang kerumah.
"Kalian pulang aja duluan. Gue gak tega ninggalin dia yang belum juga sadar padahal Suster tadi bilangnya sebentar lagi eh taunya sampai berjam-jam belum juga sadar," ucap Edrea sembari menatap khawatir kearah pria tadi.
"Ck suruh Suter aja lah nungguin dia atau kalau gak panggil orangtuanya untuk kesini," timpal Resti.
"Enggak ah, kalau nyuruh Suster buat nungguin dia, yang ada tar doi kepincut lagi sama Suster yang nungguin dia dan berakhir mereka berdua tar pacaran. Haish, ogah ya gue gak mau itu terjadi. Kalau manggil orangtua dia, gue belum punya nomor telepon salah satu dari mereka," ujar Edrea.
"Astaga, kan dia punya hp. Pakai aja hpnya buat telfon keluarganya."
"Gue gak berani ngotak-atik hp orang. Itu juga jatuhnya gue gak punya sopan santun dong. Ogah ah, mending gue tungguin dia sampai sadar dulu. Kalau dia udah sadar nanti, gue baru akan pulang," ucap Edrea.
Kedua sahabatnya pun menghela nafas saat sifat keras kepala Edrea kambuh.
"Ya udah kalau gitu berhubung emak gue udah rempong nyuruh gue pulang mulu, gue pamit pulang ya. Maaf gak bisa nemenin lo disini," ucap Yesi.
"Tenang aja elah, pakai maaf segala. Hati-hati kalau mau pulang." Yesi menganggukkan kepalanya.
"Gue juga pamit pulang dulu. Lo gak papa kan disini sendirian?" tanya Resti memastikan.
"Gak papa. Gue cukup berani nemenin dia disini sendiri."
"Ya udah kalau gitu, gue pulang dulu. Kalau ada apa-apa telpon gue dan buat mobil lo biar nanti dianter Pak Ucup kesini," ujar Resti.
"Siap. Thanks ya dan ini kunci mobil gue." Edrea melemparkan kunci mobilnya kearah Resti yang langsung Resti tangkap dengan baik.
"Kita pulang dulu. Assalamualaikum," pamit keduanya dengan berbarengan.
"Waalaikumsalam," jawab Edrea.
Kini kedua teman Edrea sudah pergi meninggalkan Edrea dan juga pria yang masih setia menutup matanya itu di satu ruangan yang sama.
Dengan ragu, Edrea menyentuh tangan pria tersebut dan mengelusnya sesaat sebelum tangannya ia jauhkan lagi dari tangan pria tadi.
"Huh ternyata lo bisa sakit juga. Gue kira orang cuek dan dingin kaya lo gini bakal tahan dengan segala macam penyakit. Ternyata tebakan gue salah hehehe," gumam Edrea.
"Cepatlah sadar, Zico. Gue lebih suka lihat lo cuek bebek sama gue dari pada gue harus lihat lo kayak gini," sambung Edrea. Yap, pria yang menabrak mobil Yesi adalah Zico, si pria cuek dan dingin yang selalu mengabaikan Edrea yang tengah berusaha mendekatinya bahkan barang pemberian Edrea selalu ia tolak dan akan berakhir di dalam tong sampah. Namun saat ini dirinya tengah terbaring lemah dirumah sakit. Dan membuat sifat cuek nan dinginnya hilang untuk sementara waktu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 381 Episodes
Comments
Yunia Afida
semoga zico bisa suka sama rea
2021-08-31
2
Faziyatul Iffah
ljut thor smngt
2021-08-07
2
Siti AanSaputra Aansaputra AanSaputra
bangun bang ziko d tungguin neng rea tuh
2021-08-07
1