Kini Edrea tengah berjalan menuju kelasnya dengan tergesa-gesa. Tak seperti biasanya, ia akan sampai di sekolah pada pagi hari dan untuk saat ini ia terpaksa harus berangkat sedikit kesiangan karena sang Mommy tadi pagi tak membangunkan tidur cantiknya.
"Haish 4 menit lagi," gumamnya sembari berlari melalui koridor sekolahan tersebut untuk menuju kelasnya yang kebetulan berada dilantai 2. Namun saat dirinya ingin membelokkan badannya, tiba-tiba tubuhnya harus menabrak seseorang dengan sangat keras.
"AW," rintihnya sembari memegangi kepalanya yang tadi sempat bertabrakan dengan benda keras, entahlah benda itu apa ia pun juga tak tau karena dia tadi hanya melihat waktu yang terus berjalan.
"Lo itu punya mata gak sih!" teriak Edrea. Ia kembali berdiri dari jatuhnya. Ia kemudian menengadahkan kepalanya untuk melihat seseorang yang ia tabrak tadi yang ternyata seorang pria.
Pria tersebut juga nampak menatap balik ke mata Edrea dengan tajam dan dingin. Tatapan tersebut mampu membuat Edrea seakan-akan terhipnotis dan dengan susah payah ia menelan salivanya. Bukan karena takut tapi terlalu menikmati keindahan di depan mukanya.
"Ya ampun, sungguh indah sekali ciptaanmu yang satu ini Tuhan," batin Edrea.
Namun beberapa detik kemudian pandangannya harus terputus saat pria tadi tampak acuh dan meninggalkan dirinya begitu saja.
Edrea melongo sembari mengikuti arah perginya pria tampan tersebut.
"Haish. Sombongnya ngalah-ngalahin bang Azlan sama bang Erland. Ah tapi dia kan tampan, ya sudahlah kesombongannya bisa gue maklumi," gerutunya.
Ia masih berdiri dan sesekali memikirkan pria yang ia temui tadi hingga suara bel masuk berbunyi.
"Astagfirullah," ucap Edrea sembari menepuk dahinya. Ia kembali berlari terbirit-birit menuju kelasnya. Saat dirinya sudah sampai di depan kelasnya. Ia nampak memperhatikan sekitarnya, takut-takut sudah ada guru didalam kelas tersebut. Ia berjalan mengendap-endap kemudian ia menegakan tubuhnya sedikit untuk mengintip suasana kelasnya saat ini melalui jendela.
Edrea menghela nafas lega.
"Aman," ucapnya.
"Aman apanya?" tanya seseorang yang berdiri dibelakang Edrea dan juga ikut melakukan apa yang Edrea tadi lakukan.
"Belum ada Pak botak di dalam," jawab Edrea santai sembari berjalan.
"Pak botak?" tanyanya.
"Iya. Masak lo gak tau sih."
"Emang siapa Pak botak itu?" tanya seseorang tersebut yang masih mengikuti langkah Edrea.
"Itu lho Pak Tino, guru matematika, kan kepala dia botak tuh. Mungkin gara-gara kebanyakan mikir Trigonometri, Alogaritma, Pytagoras, Cos, Sin, Tan dan semacamnya. Ck kasihan ya Pak botak pikirannya sungguh berat pasti," tutur Edrea.
Kini kakinya telah melangkah memasuki kelasnya. Semua siswa di dalam kelas tersebut segera membenarkan posisi duduk mereka.
"Selamat pagi Pak!" salam mereka serempak.
Edrea memincingkan alisnya bingung. Bukannya yang masuk adalah dirinya bukan seorang guru tapi kenapa semua teman-teman tengah memberikan salam dengan sebutan "Pak".
"Stttt Rea, tuh," bisik salah satu teman Edrea yang duduk di depan dengan mengkode Edrea.
Edrea yang masih tak paham dengan perkodean itu segera bertanya dengan temannya itu.
"Ada apa sih?" tanya Edrea.
Teman Edrea tadi menyuruh Edrea untuk mendekati dirinya. Dengan segera Edrea mendekatkan wajahnya ke temannya tadi.
"Di belakang lo ada Pak Tino," bisik Firda teman Edrea tadi.
Edrea membelalakkan matanya lalu ia dengan perlahan menengokkan kepalanya kearah yang di tunjuk Firda dari balik badannya.
Dan benar saja di belakangnya saat ini sudah ada guru matematika yang tadi sempat ia jelek-jelekkan. Dan ia sekarang berharap supaya orang yang tadi ia ajak menggibah itu bukan orang yang sama dengan seseorang yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan yang tak bisa ia baca.
"Hehehehe. Halo bapak ganteng, udah masuk ke kelas aja Pak. Gak ngopi-ngopi dulu dikantin gitu masih pagi lho ini," sapa Edrea dengan cengiran di bibirnya.
"Tadi saja menjelek-jelekkan saya sekarang kamu muji saya, haish. Sekarang kamu keluar sana jangan kembali sebelum jam pelajaran saya selesai!" usir Pak Tino.
"Eh kok gitu Pak. Tadi kan saya cuma bercanda Pak ya ampun gitu aja baperan eh aduh nih mulut," tutur Edrea sembari memukul bibirnya yang tanpa rem tersebut.
Pak Tino kini tambah memelototkan matanya hingga bola matanya hampir keluar.
"Keluar!" bentaknya.
Semua siswa disana pun terkaget dengan bentakan dari guru killer mereka.
"Ya ampun Pak. Gak usah bentak-bentak juga kali, saya masih bisa denger kok Pak. Toh saya juga mau keluar dari kelas dan jika nanti bapak membutuhkan saya buat ikut olimpiade matematika lagi saya pastikan gak akan pernah mengikuti olimpiade tersebut," ancam Edrea. Tak main-main emang gadis satu-satunya Mommy Della dan Daddy Aiden ini. Sungguh sangat bar-bar sekali.
Edrea menghentakkan kakinya sebelum akhirnya benar-benar keluar dari kelasnya. Disetiap jalannya ia mengumpat dalam hati tak lupa dengan mulut yang selalu komat-kamit tak jelas.
Saat dirinya sudah di area kantin, ia tak sengaja melihat botol minuman yang tergeletak begitu saja di depannya dengan rasa sebal dan dongkolnya tadi dengan Pak Tino, Edrea menendang botol tersebut sebagai pelampiasannya.
Namun tak ia sangka botol yang ia tendang tadi mendarat di mangkuk salah satu siswa yang tengah memakan bakso di kantin tersebut.
Siswa yang mendapat bonus dari Edrea pun menggeram kesal. Ia meletakan alat makannya dengan kasar lalu ia menatap pelaku utama yang menyebabkan makanannya harus terbuang sia-sia.
Edrea melongo menatap botol tadi dan kini perlahan arah pandangnya beralih ke siswa yang tengah menatapnya seakan-akan ia adalah santapan pengganti bakso yang terbuang sia-sia tersebut.
Edrea menggelengkan kepalanya dan ia segera berlari menghampiri siswa tersebut.
"Aduh maaf gak sengaja," ucap Edrea.
"Lo maunya apa sih hah?" bentak siswa tersebut yang ternyata adalah pria yang tadi pagi ditemui Edrea.
"Beneran gue gak sengaja. Lo duduk lagi aja ya gue pasti ganti kok bakso lo ini. Bentar ya gue pesanin dulu." Saat Edrea ingin memesan kembali bakso untuk pria tersebut. Suara pria tadi menghentikannya.
"Gak perlu!" ucapnya penuh penekanan. Setelah itu pria tersebut meninggalkan kantin dan juga Edrea tentunya.
"Eh tapi kan bakso lo belum gue ganti. Jangan pergi dulu lah," teriak Edrea namun dihiraukan begitu saja oleh pria tadi.
Edrea berdecak. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi yang tadi digunakan oleh pria tampan tersebut.
"Ck. Kenapa malah pergi sih ah elah. Gue kan masih pengen memandangi wajah tampannya. Mana gue belum sempat kenalan lagi. Kalau kayak gini kan gue gak bisa stalking media sosialnya. Mana awal pertemuan tadi tak mengenakkan lagi ditambah nih kaki main tendang botol aja. Kalau tadi tuh botol gak gue tendang mungkin si tampan masih disini, kan lumayan, gue bisa ambil foto dia diam-diam buat pajangan dikamar," tutur Edrea menyesal. Namun nampaknya nasi sudah menjadi bubur dan ini tadi juga mungkin sebagai karma dirinya karena telah lancang mengancam Pak Tino tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 381 Episodes
Comments
susi 2020
😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2023-01-31
0
susi 2020
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-01-31
0
mami chi
jgn2 musuh geng si ganteng no 2 tuh.
2022-06-25
0