Seperti janji Sam pada Kei, ia akan datang tepat esok pagi ke rumah Kei. Dengan membawa sebuah dokumen kontrak kerja, Sam menunjukkan benda itu di depan Kei.
"Ini nona. Bacalah," perintah Sam dengan lembut.
Kei perlahan membacanya. Sangat teliti.
"Jika ada yang kurang, beritahu saya. Hm, apa saya bisa menemui putra anda?"
"Bisa. Tentu, tentu saja tuan."
***
Sam menemui bibi Gin di dapur.
"Permisi nyonya," ucapnya berhasil membuat bibi Gin menoleh dan menghentikan memasaknya pagi ini.
"Iya. Ada apa tuan Sam?"
"Saya ingin tau dimana cucu anda, Andre. Juga saudaranya yang lain."
"Mereka?" ulang bibi Gin memastikan.
"Iya. Ketiga cucu anda."
"Oh, mereka berada di ruangan bermain. Juga tempat mengasah bakat. Kemari, agar saya tunjukkan tempatnya," sebentar mematikan kompor.
Lalu menuntun pria bertubuh tinggi itu ke sebuah kamar yang boleh dikata sangat luas dan rapi.
Tidak seperti anak-anak pada umumnya, Anna dan Alice sibuk dengan melakukan pekerjaan kegemaran mereka.
Hanya saja ntah kemana anak itu. Andre, Sam penasaran, walau sudah melihat-lihat bekali-kali, anak itu sudah bagaikan seorang pesulap yang bisa menghilangkan dirinya dalam sekejap.
Padahal Sam mendengar dengan jelas dengan suara gelak tawa setelah membuat kedua kakak kembarnya kesal dengan tingkahnya.
"Kemana cucu anda, nyonya?"
"Ntah, dia memang seperti itu, tuan Sam. Namanya juga anak jahil," bibi Gin segera berlalu. Sam tidak menghentikan langkah wanita tua itu. Ia tau, bibi Gin pergi ke dapur untuk menuntaskan masaknya.
Bosan dengan pencarian Andre yang sejujurnya bisa saja ia geleda seisi ruangan ini. Tapi ia masih mengenal sopan santun. Tidak mungkin ia sebagai tamu membuat risih pemilik rumah…
Memutuskan untuk menjumpai Anna dan Alice untuk menuntaskan rasa bosannya bagai orang tidak punya kerjaan hanya berdiri melihat ke sana kemari.
"Pagi Alice," sapa Sam lembut pada gadis berambut pirang lurus itu.
Segera menoleh, menghentikan melukis, "Aku bukan Alice, paman Sam. Aku Anna. Kakak tertua," jelaskan Anna yang dikira Alice oleh Sam.
Sam tertawa kecil, meledek diri yang tidak bisa membedakan kedua gadis kembar itu, "Kalian sangat mirip. Dan juga pendiam."
"Karena kami sedang bekerja paman," tambah Alice menoleh ke belakang. Sebab dia duduk di sebuah meja dan kursi belajar untuk anak dewasa.
"Karyamu sangat bagus, nona kecil. Pantas untuk dibagikan pada masyarakat luas," ucap Sam pada Anna dengan raut wajah terpukau. Ternyata ada anak yang bisa melukis sebagus dan luar biasa ini.
"Terima kasih paman Sam," Anna hendak menambah sedikit polesan warna yang hidup kepada karyanya yang sebenarnya sudah pantas dikata selesai.
Tapi bagi suara Sam kembali membuat gadis kecil Kei itu berhenti untuk kedua kali.
"Paman bisa beri masukan?"
"Hmm, tentu saja paman," ungkap sanggupnya.
"Gambar wajah paman, bisa?"
"Tentu… Tapi An masih belajar. An kurang yakin kalau gambar wajah paman yang tampan ini jelek di kanvas Anna."
"Lalu, gambar ayah Anna, gimana? Pasti bagus!" ucap Sam, ntah mengapa ucapan itu mendadak muncul dari dirinya.
Detik berikutnya wajah Anna murung. Membuat Sam merasa bersalah dan janggal dengan keadaan sekarang.
"Kamu kenapa mendadak bersedih apa ada yang salah dengan ucapan paman?" tanya Sam prihatin.
Anna menggeleng, "Ayah Anna tidak ada…" Anna menunduk dan terdengar mengeluarkan suara serak.
"Ayah Anna meninggal?"
"Tidak"
"Lalu?"
"Ayah Anna, Alice dan Andre tidak pernah kelihatan. Menjenguk kami pun, dia tidak pernah."
"Bekerja di luar negri?" Sam berpikir positif.
"Tidak. Ayah Anna, Alice dan Andre MENGHILANG! Hu, hu, hu…"
"Kemana?"
Belum terjawab. Pintu di buka, memperlihatkan seorang wanita dengan kabut amarah menatap ke arah Sam yang baru saja memulai percakapan dengan Anna salah satu putri wanita itu, Kei terpaksa berhenti.
"Kamu apakan putriku, hm!?" Kei segera berlari mengambil tubuh kecil putri pertamanya. Bayi mungil lima setengah tahun silam yang pertama kali keluar dari rahimnya. Kei menatap bagai binatang buas tanpa berkata apapun pada Sam.
"Ini kesalah pahaman, nyonya."
"Tidak! Saya tidak percaya! Mau anda apakan putri saya! Perkosa!? Melecehkannya?"
Sam menggeleng tidak mengerti, "Anda bicara apa nyonya? Saya tidak mengerti!"
"Jangan pura-pura! Semua lelaki itu sama saja! Cepat, keluar dari rumahku, tuan Sam yang terhormat! Sebelum saya menyeret anda keluar dari rumah saya ini!"
"Ad-ada apa ini, Kei? Kenapa kau bertengkar dengan tuan Sam lagi!" bibi Gin datang, kembali mencoba meredam emosi Kei, yang sudah dianggap sebagai putrinya itu.
"Ini bi! Dia mau lecehkan putriku!" tuduh Kei pada Sam dengan intonasi tinggi.
"A-apa yang kamu maksudkan ini?" tanya Sam tidak percaya.
"Ah, sudahlah. Saya lelah! Saya akan batalkan perjanjiannya!" tegas Kei membuat Sam melongo.
Bagaimana hanya menanyakan perihal ayah ketiga anak kembar itu di mana, lalu anak itu menangis, malah dituduh sebagai pria bejat.
Sam pria lembut, tidak keras kepala maupun bersikap dingin seperti kakak kandungnya yang ada di sana, membuatnya tidak bisa menuduh balik hingga ribut koar kair hingga ke sana kesini.
Yang malu keluarga itu dan harga dirinya sebagai pria lemah. Mau saja bertengkar dengan seorang wanita.
"Sudah! Jangan bertengkar lagi. Ayo, masuk ke dalam kamarmu! Dengan tamu saja kamu marah-marah," perintah bibi Gin kepada Kei.
Dengan membawa putrinya, Anna, tidak dengan Alice, karena gadis kecil itu gadis pendiam hingga dalam kemarahan, Alice tidak kelihatan di mata Kei.
Tapi sebelum langkah selesai melewati pintu, suara teriakan seorang yang amat dikenal Kei berhasil menghentikan kaki Kei maupun putri pertamanya.
"Tidak boleh bunda! Andre suka jadi aktor!"
***
"Apa yang kamu maksudkan ini, nak?" tanya Kei mencari penjelasan dari putranya.
Setelah segera menarik Andre yang hendak berpihak pada Sam itu, ia mencoba berdiskusi secara berbisik dengan pria kecilnya itu.
"Andre mau bersama paman Sam, bunda! Kata paman Sam, jadi aktor itu enak!" Andre dengan mata polosnya berkata sesuai isi hati dan pemikirannya.
Kei meremas tangan, "Issshhh. Yang benar saja," geramnya bergumam. Tentu tidak bisa didengar siapapun termasuk Andre putranya itu.
"Apa saja yang sudah diberitahunya padamu, Ndre!"
"Tidak ada bund. Hanya mengatakan kalau Andre berbakat. Itu saja," jawab jujur Andre malu-malu.
Kei semakin geram, diarahkannya tangannya kepada Andre dan mencubit telinga kecil Andre.
"Ajak telingamu bergambung dengamu! Pilahlah ucapan yang bagus dengan baik!" membuat telinga Andre menjadi merah. Andre menangis, "Hiks, hiks, hiks. Sakiiiiitttttt, bundaaaa!"
Ceklek!
"Apa yang terjadi!" setelah membuka pintu tertutup di kamar Kei dengan paksa, bibi Gin menghampiri Kei yang sangat keterlaluan.
"Kei, Andre putramu! Apa yang sudah kau lakukan padanya! Itu tidak baik!" menarik bahu Kei dan membuatnya terjatuh menyentuh dinding dengan punggungnya.
"Putraku adalah laki-laki baik! Dia bukan pembangkang seperti ini!" teriak Kei dari belakang.
Bibi Gin yang sudah menenangkan Andre pun berbalik badan, "Kau jangan keterlaluan ya, Kei! Mau jadi apapun dan bersifat apa putra dan putrimu, dia tetap anakmu! Janin yang dahulu kau pertahankan walau dunia tidak menginginkannya!"
"Sp*rma yang dahulu lelaki brengsek itu tanamkan 'kan! Argh, gila! Aku membenci semua lelaki!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Choky Ritonga
Thor cerita mu ko beo ya " andre bilang di taman di pukuli ibi wage " kenapa ga ada balasan????? 🤣🤣🤣
2025-04-06
0
Siti Nurjanah
kei harus di bawa ke psikiater mukin jiwanya terguncang waktu dia di perkosa
2024-12-12
0
Ina Ina
maaf Thor saya cukup baca sampai dsni,,karakter kei keterlaluan melampiaskan kemarahan pada anak'a,,dy mempertahankan kehamilan'a tapi bersikap kasar k anak"a..
tetap semangat Thor💪
2023-11-01
1