Anak Jenius: My Triplets Smart Kid
"Keluar kau dari rumah kami! Perempuan tak tahu diri!"
Teriakan lantang berupa makian di akhir nya itu masih menggema dalam ingatan Keina. Gadis
berpenampilan sederhana yang hanya mengenakan pakaian lengan pendek dan rok di bawah lutut terlihat lusuh, ia berjalan di pinggiran jalan.
Lalu lalang berbagai jenis kendaraan, besar dan kecil di tengah jalan berpohon dan banyak rumput di sisi kiri dan kanannya seakan menganggap Kei sesuatu yang tak berarti. Tiada seorang pun yang peduli pada nya.
Kepala tertunduk, sorot mata berlinang air mata itu menatap dalam aspal jalan yang terlihat gelap. Dia menautkan kedua jari telunjuk membentuk lilitan janji jari kelingking.
Air mata membasahi pipi, tersamar hujan deras di malam hari. Pakaian basah, ia mulai kedinginan. Sementara sama sekali tidak mempunyai tempat singgah, setidaknya untuk berteduh sebentar saja.
Rumah yang ia tempati dan tumbuh besar hingga beberapa jam yang lalu telah mengusir nya. Sebagai tanda jika Kei tidak bisa kembali setidak nya untuk menyinggah sementara.
Hanya karena dilihat perpelukan dengan lelaki, Kei di usir. Namun lelaki itu bukan lelaki sembarangan, dia adalah Leo, pria yang digemari adik angkatnya, Kara.
Kecemburuan sebab kakak angkat nya perpelukan dengan pria yang digemari nya padahal baru pagi, awal masuk sekolah kelas sebelas ia memutuskan mengatakan perasaan cinta. Dan di terima.
Belum melakukan apapun terhadap pria itu,
hanya memegang tangan. Dan Kei, Kara rasa sudah mengambil bagian lebih besar itu dari pada nya.
Api membara menyapu semua kebaikan yang pernah di lakukan Kei pada Kara menjadi segeganggam debu. Memutuskan otak iblis menguasai nya,
Kara mengadu pada ibu dan ayah kandung nya.
"Syukur-syukur kami masih memberi kau makan! Sekarang, apa balasan mu untuk kami, perempuan penghianat! Menyesal aku buat kau jadi putri ku!"
Menangis dan meraung minta jangan diusir, tapi tiada yang bisa di lakukan selain mengikuti perintah.
Kekuatan dua bodyguard di rumah itu berkali-kali lebih besar dari nya. Kei di campakkan keluar dari rumah itu. Ia di usir, dan berjalan keluar dari lingkungan asri, tempat para orang berada berkumpul.
Hatinya sedih, pilu dan merasa tak berguna merasuk di jiwanya. Kei, merasa di dunia ini dia tidak punya arti.
Berusaha semaksimal mungkin agar orang dalam rumah tempat ia tinggal dan menetap menyukai nya.
Kei melakukan segala sesuatu dengan sangat baik. Walau hanya mampu mengemas rumah tiap hari, memasak dan mengurus keperluan adik nya yang manja. Hanya hal kecil itu yang bisa dilakukan nya untuk sementara ini.
Kei, sudah terlanjur baik pada perempuan yang sembilan tahun lebih muda dari nya itu.
Awalnya, ia memerankan diri sebagai asisten rumah tangga agar mendapatkan hati ayah dan ibu angkat nya, lama kelamaan menjadi pelayan melebihi babu.
Kei tidak di bayar dengan uang, hanya sepiring nasi setiap harinya. Menyebabkan ia sangat kurus dan kekurangan gizi.
Lihatlah, tubuhnya sudah sempoyongan berjalan. Ia tidak sanggup melanjut kan perjalanan yang jujur tidak ia ketahui nya mau bermalam di mana.
Hampir satu setengah kilometer dia berjalan. Dia meneguk saliva yang terasa mengering, tak mendapat air.
Sesekali menjulurkan lidah menghadap langit, hanya mendapat beberapa tetes saja. Haus, namun pegal pada leher yang melengkung terus-terusan.
Ia tak tahan, Kei yang malang hanya mampu berharap Tuhan masih menolong nya. Memberi sesuatu berharga bagi nya, setidaknya menemani gadis itu tidak sendirian. Sebab jujur, Kei tidak pernah memiliki teman.
Bahkan semasa ia di panti asuhan selama 6 tahun, anak-anak seusia nya menjauhi nya, seakan menganggap Kei sebagai sebuah mahluk tak kasat mata.
Hanya ibu penjaga panti menemani nya. Karena dia pendiam dan tak mudah bergabung dengan masyarakat. Ia pemalu.
Bisa dihitung, kurang dari seratus orang yang bertemu dengannya seumur hidup nya. Dan berkenalan, kurang dari lima puluh orang.
Itu pun terjadi karena suatu paksaan. Entah ada seminar khusus anak anak panti, lalu bertemu dan berkenalan dengan orang lain menemui nya, dan mulai berkenalan.
Lelah berat menyerang nya. Kei terpaksa harus duduk di atas batu dan menyeka keringat bercampur air hujan yang menetes dari angkasa.
Di sekitar, terlihat ada banyak orang. Laki-laki dan seorang perempuan cantik berpakaian sangat seksi.
Bahkan ada yang dua sampai tiga, mereka begitu mesra, seakan tak peduli dengan pandangan Kei, sebagai orang risih yang melihat nya.
"Hey perempuan cantik," seorang lelaki mencolek rahang Kei.
Di sekitar lelaki itu terdapat dua wanita bersolek tebal dan seperti nya mempesona bagi lelaki bertubuh gendut dan tampak bergairah namun begitu menjijikan bagi Kei.
Sontak Kei menoleh, ia melemparkan pandangan tak suka. Berdiri, entah mendapat kekuatan dari mana, "Jangan macam-macam, ya!" menepis, dan segera berlari dari sana.
Kei hanya mendengar suara gelak tawa dan ucapan berupa lontaran kuat meremehkan dari mulut pria tua, hidung belang itu.
Rasa takut menguasainya, hingga…
Dugh!
"Awh," ia meringis kesakitan kala kepala nya terbentur sangat kuat, oleh benda keras berakhir kenyal seperti seogok daging hewan di pasaran.
Tapi apa ada pasar mendadak di sini? Seingat Kei tidak ada. Mengingat sembari berlari, gadis itu menunduk sesekali menoleh ke belakang.
Cara utama mengetahui nya hanya lah Kei harus melihat siapa pemilik benda keras berakhir kenyal bertubruk pada kepala nya barusan.
Ia memijit kening yang terasa nyeri itu. Mengangkat kepala, pandangan Kei beradu pada seorang pria berwajah tampan dan dingin yang terlihat sempoyongan berdiri.
Mata memerah, dan racauan sedari tadi Kei dengar tapi di hiraukan nya. Terasa bahu nya dipegang oleh pria itu, "Temani aku sayang!" menarik tangan Kei.
"L-lepaskan!" Kei mencoba melawan genggaman tangan besar dan kuat serta kokoh pria itu. Namun tak kunjung berhasil.
"T-tolong! Siapapun, tolooongggg!"
Tiada yang prihatin pada nya.
Kei tidak mengerti, sedari tadi mencoba melawan. Orang-orang melihat nya karena suara keras nya itu.
Tapi hanya melempar pandangan takut, entah takut karena apa. Berbisik-bisik dengan pasangan di samping nya.
"Dia wanita pilihan CEO."
Hanya itu berhasil di dengar nya sebelum Kei di campakkan, masuk ke dalam mobil mewah keluaran tahun ini.
Tak hanya sampai di sana. Pintu di tutup, dan pria itu berada di atasnya. Menatapnya dengan pandangan bergairah. Kei semakin takut menatap netra biru pria berahang tegas tersebut.
"L-lepaskan, tuan… Tolong," pergelangan tangan sudah dikunci, Kei membuang wajah ke samping, air mata membasahi pipi, jatuh ke kursi lembut kepemilikan pria itu.
"Tidak sayang. Tidak, temani aku malam ini!" telunjuk pria itu menyentuh sudut wajah Kei. Mulai dari garis pertengahan rambut hitam legam nya, sampai telinga Kei.
Memperlakukan begitu lembut nya. Namun Kei sangat risih. Tiada yang bisa dilakukan. Ia di sekap secara lembut.
Melucuti pakaian Kei. Pria itu melakukan tindakan sebagai pria bajingan. Kei menangis kesegukan saat pria itu sudah tertidur menggatikan posisi nya.
Ia keluar dengan langkah kaki terlatih-latih, sudah tidak ada harapan lagi dan kebanggaan bagi diri nya. Kei sudah kotor dan dia benci mengakui nya.
Pakaian yang dikenakan pun tampaknya sudah mengering. Sejam lelaki itu melakukan tindakan tak berperikemanusiaan nya pada Kei.
Kei juga takut kalau lelaki itu melakukan tindakan kasar nya seperti tadi jika Kei berlama-lama menangisi kebodohan nya menjadi wanita lemah.
***
"Aku di mana?"
Kei berkata nada suara lemah. Membuka mata dan tampak cahaya sangat terang dan menyilaukan menembus retina mata nya. Hanya telapak tangan menghalangi cahaya terang itu.
"Kamu ada di rumah ku, nak."
Sontak Kei menoleh ke sumber suara. Ungkapan dari mulut seorang wanita menarik perhatian nya.
"Siapa kamu?" ia bertanya garang, sejujurnya ada nada takut terselubung dalam dirinya. Matanya membulat, dengan posisi kini duduk, ia menatap wanita dengan senyuman manis terukir di bibir tuanya.
Bisa saja wanita itu orang suruhan pria bajingan yang telah memerkosa nya entah sudah berapa jam waktu ia lewatkan hingga sampai di sini.
"Perkenalkan, aku Gina. Panggil saja bibi Gin kalau ingin mengenal ku lebih jauh lagi. Dan mengenai mengapa kau ada di sini, bibi punya penjelasan untuk mu."
"Jadi gini, sewaktu anak teman bibi pergi, ia menemukan mu di semak-semak dekat perumahan ini. Tubuh mu sangat kacau, dan… Yah, tampak nya kamu dan suami mu baru melakukan nya."
"Tidak! Dia bukan suamiku!" bantah Kei segera.
Wanita berwajah segar dan berpostur tubuh gendut itu menatapnya aneh, "Tapi inti tubuhmu? Maaf, tapi sempat dokter datang kemari. Dan kata beliau, ada sedikit perobekan pada inti tubuh mu. Selain tidak berhubungan, bibi rasa tidak ada sebab lain kecuali kecelakaan. Tapi tubuh mu tampak baik-baik saja."
Kei tertunduk. Dia menatap dalam kasur hangat dan lembut yang kini di duduki nya.
"Tadi juga kata dokter inti tubuh mu membengkak dan memar. Seharus nya tidak diperbolehkan setelah berhubungan, melakukan perjalanan panjang. Apa kamu punya masalah dengan calon suami mu?"
"Tidak!"
"Lalu?"
"Aku belum pernah menikah, setidak nya bertunangan, nyonya!"
"Hmm, apa dia pacar mu?"
"Sudah ku katakan! Dia bukan siapa-siapa ku! Jangan banyak tanya, nyonya! Aku tau kamu utusan laki-laki brengsek itu!"
"Arghhh!!"
Kei menjambak kasar rambut nya.
Semakin membuat wanita itu mengeryit, namun lumayan mengerti dengan maksud Kei.
"Ini, minumlah dahulu. Buat pikiranmu kembali segar," wanita itu menyodor kan secangkir teh dengan lembut dan penuh kasih sayang serta kesabaran.
Namun tangan Kei malah menepis teh hangat dari tangan Gina hingga tumpah dan membentuk remahan kaca sebab terbentur dinding.
Gina menghela napas dan tersenyum tipis. Bangkit dari posisi duduk nya dan mengutip remahan kaca, "Aku tau hal itu menyakitkan bagi mu, nak," suaranya berubah parau.
"Tapi percaya lah, bukan hanya kau yang bernasip naas seperti itu."
"Karena anak ku, dia juga seperti mu…"
Pandangan Kei berubah penasaran. Dia menatap Gina yang memunggungi nya.
"Dulu anakku adalah gadis periang. Berubah pendiam dan tertutup. Sering berteriak ketika di pegang bagian tubuh nya. Ntah itu lengan, atau sesulur rambut nya."
"Aku dan almarhum ayah nya yang meninggal beberapa bulan lalu sudah menghubungi psikiater. Tapi tak kunjung berhasil karena tak mendapatkan sedikit pun dukungan dari masyarakat, orang sekitar."
Kalimat terhenti. Gina berdiri dan berjalan. Berhenti di samping Kei.
"Kau tau kan, nak? Orang yang dilecehkan seperti itu tidak di terima masyarakat. Hanya di anggap sampah masyarakat karena di kira adalah salah satu wanita nakal."
Kei mengangguk.
"Di sana, anak ku semakin depresi. Berangsur gila. Ejekan dan hinaan begitu gencar diterima nya."
"Anakku meninggal karena menubrukkan kepalanya ke dinding hingga geger otak. Dia meninggal dua tahun lalu."
Kei merasa semakin bersalah dengan cerita singkat yang baru diceritakan Gina pada nya.
"Maafkan aku bi. Aku tersulut emosi. Aku kira, bibi orang suruhan laki-laki kejam itu."
"Tak apa," Gina berjongkok. "Aku tau kau marah sekali. Dan sudah menjadi hal biasa kalau dalam kemarahan bisikan setan benar-benar menguasai."
"Apalagi ketika pikiran mulai disasarkan kepada hal miring yang mulai bermunculan, bahkan mau saja kita mengikuti. Kita manusia. Penuh salah dan dosa. Bibi memaafkan mu."
***
Dengan ditemani semua nasihat mendidik bibi Gina, Kei benar-benar kembali merasa hidup.
Walau ia tau, dirinya tak sesempurna dahulu. Ia sudah berubah menjadi seorang wanita. Bukan gadis suci lagi. Karena lelaki bajingan itu telah melepaskan keperawanan nya.
Kehormatan yang seharusnya menjadi milik suami nya kelak. Ntahlah, Keina tidak tau siapa pria yang akan menikahi nya jika tau keadaan nya seperti ini.
"Hey, Kei. Apa kabar? Kok melamun gitu sih? Masih pagi-pagi kok, udah melamun aja. Lamunin apa sih?" Celica, sahabat Kei. Datang menghampiri Keina yang tengah melamun.
Keina sontak menoleh. Ia terkejud, namun hanya menarik napas tanpa menghela nya beberapa detik. Mata membulat lebar. Bahkan wajah nya berhasil menjadi bahan tertawaan Celica, anak teman bibi Gina.
"Hahah, kamu sangat lucu Kei!"
Kei mendengus, "Bukan sekali ini aja, Cel."
"Iya… Tapi tetap lucu aja menurut aku. Hahah. Gimana sih kamu bisa selucu ini?"
"Aku tidak sedang membuat lelucon, Cel."
"Haha, iya-iya. Aku ngerti. Kamu pasti mikirin laki-laki yang akan nikahin kamu, kan? Mengingat keadaan kamu…" kalimat Celica tergantung.
"Ssstttt, sudah, diamlah!"
Celica tertawa, wanita yang usianya hanya terpaut lima tahun dari Kei yaitu 29 tahun dan memiliki anak tiga dari pernikahan nya itu sudah diberitahu dengan keadaan Kei oleh bibi Gina.
Dan dia mengerti. Sering-sering datang kemari. Bahkan sejak dua minggu di beritahu.
"Yakinlah, Kei. Pasti ada laki-laki yang mau menikah dengan mu. Tidak semua lelaki sama saja, Kei."
"Tapi mau cari di mana Cel? Sampai satu dunia ini pun, tak ada!"
"Suamiku?" Celica mendekatkan tubuhnya yang sedari tadi duduk sejak ia sampai dan menyapa Keina. Memainkan mata, seakan memberitahu sesuatu, maksud lain di balik itu.
"Maksud mu, aku menjadi perebut suami mu? Ah, tidak lah, aku bukan pelakor seperti di sinetron, ibu Celica yang terhormat. Keina Natalia ini masih punya pekerjaan lain selain merebut hak milik seseorang!"
"Terus? Kamu mau pergi sama si bajingan brengsek itu!? Kamu tau siapa dia dan di mana!? Ya ampun, Kei! Kenapa gak dikasih tau aja sama aku? Biar aku pukuli dia sampai lenyot sebelum nikahin kamu!"
"Haha, tidak lah, ibu Celica yang terhormat. Aku tidak tau siapa dan asal-usul nya. Sekalipun aku tau, aku ragu dia aka menikahi ku."
"Maksud mu, kalian hanya one night stand?" Celica terkejud. Pasal nya selama ini Kei tidak pernah di beritahu akan cerita ini.
Hanya mengangguk. Belum berkata apapun pada Celica. Kei sudah pergi dari tempat duduk dan menuju kamar mandi dengan menutup mulut.
"Huek!"
"Kamu kenapa, Kei?" Celica mengejar perempuan itu.
Kei menggeleng begitu kuat dan melanjutkan muntahnya lagi.
Lima menit.
Celica hanya bisa memijit leher belakang Kei. Sementara Kei muntah, cairan lengket dan terkesan menyengat.
"Sudah?" Celica menunjukkan raut prihatin.
Kei mengangguk.
"Ayo duduk di sini," Celica menuntun Kei ke kursi dapur, di luar kamar mandi.
Menuangkan teko berisi air ke gelas, "Minum ini," Celica memberi minum kepada Kei.
Kei menerima nya. Wajahnya mendadak pucat dan lemah. Bahkan perlu pertolongan untuk minum saja.
Baru dua tekuk. Kei kembali berlari menuju kamar mandi selurus kursi meja makan di dapur.
Begitu lah seterus nya. Celica tidak tahan lagi untuk berkata hal yang merupakan kenyataan yang ia tebak sedari tadi.
"Aku kenapa Cel?" Kei, sudah sangat sangat lemah. Mengatupkan kelopak mata serasa sulit sekali.
"Maaf, tapi menurut perkiraan ku kamu hamil, Kei."
Degh!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
neng aya
🤗
2022-11-19
1
🎐Raizel_yuichi✧° °✧
saja 😳
2022-11-16
1
🎐Raizel_yuichi✧° °✧
⏪ 🦠 ⏩ PPKM
2022-11-16
0