2

"B-bagaimana bisa?"

Kei menutup mulut. Membelalakkan netra sebagai tanda keterkejutan yang dirasanya. Ia tidak percaya. Hamil? Bukankah...

"Karena kamu wanita dewasa Kei. Segalanya bisa terjadi jika sudah melakukannya," Celica menjawab seadanya.

Wanita beranak tiga itu sejujurnya kasihan dengan Kei. Tapi yang bisa dibuat? Lelaki yang sudah melakukan hal itu pada Kei saja tidak kelihatan batang hidungnya.

Mengingat menurut cerita bibi Gin dari narasumbernya yaitu Kei, Kei dan pria itu melakukan percintaan satu malam.

Setelah melalui malam yang panjang, sama sama tak dikenal menjelang paginya. Namun di situ Celi tidak menganggap Kei wanita murahan.

Karena sahabat baiknya, anak bibi Gin juga mengalami kejadian sial sama seperti nasip Kei.

"Sabar ya, Kei," Celi mengelus bahu Kei.

"Apa yang sabar, bunda Hyan?"

Pandangan Kei dan Celi mengarah ke sumber suara.Ada bi Gin di samping kulkas. Menatap penasaran akan perbincangan kedua perempuan ini.

Bunda Hyan adalah sebutan untuk Celi karena anak pertamanya bernama Hyan. Kei tidak menyebut Celi dengan bunda Hyan, karena Celi tidak mengizinkan. Mengingat usia Celi dan Kei tidak terlampau jauh.

"Kei hamil, bi," ungkap Celi jujur.

Bi Gin menghampiri Kei. Setelah ia menutup mulut, ada naluri jika ia harus menenangkan perasaan Kei, si perempuan yang kini berwajah pucat bagai mayat.

"Sabar ya nak. Berpikirlah positif. Jangan depresi hingga pikiran iblis menguasaimu," pesan bibi Gin. Air mata membasahi pipi bibi Gin dan tak lupa ada Celi.

Kedua perempuan itu, sudah pernah kehilangan satu orang yang paling mereka sayangi. Anak bibi Gin, teman Celi sejak kecil. Malah mati muda… Dengan janin tak berdosa hasil perbuatan bejat lelaki yang sudah mati seminggu setelah anak bibi Gin meninggal.

Sedang Kei menatap terharu. Ia masih tidak percaya, ternyata masih ada orang baik yang mau menerima keberadaannya walau seperti ini.

****

Enam setengah tahun kemudian.

 Sinar matahari hangat terbit, perlahan menggeser cahayanya memasuki setiap celah yang mampu dimasukinya.

Sebuah rumah rapi dengan jendela transparan sebagai dinding di beberapa ruangan tertutup gorden dua lapis.

Susunan cat, palet, kanvas. Kertas demi kertas, membentuk buku tebal terbuka di atas meja. Tulisan sangat rapi, sepertinya membentuk suatu cerita panjang di dalamnya.

Tiga ranjang berukuran mini ditempati tiga orang anak sedang tidur, tentunya. Dua perempuan, satu laki-laki. Mereka sangat nyenyak dalam alam mimpi.

Tok, tok, tok. Pintu dalam ruangan menyatu kamar dan ruang permainan, diketuk lembut oleh seorang wanita cantik berpakaian sederhana tampak memegang nampan berisi tiga piring.

"Anna, Alice, Andre. Bangun nak," wanita itu menyerukan nama anak-anaknya.

Sedetik. Dua detik. Tiga detik.

Ceklek.

"Bunda!"

"Bunda!"

"Bunda!"

Tiga anak balita itu seperti biasanya selalu mengagetkan Kei, nama panggilan wanita itu. Ketiga anak, memeluk di berbagai sisi, bagian kaki panjang berbalut celana hitam karet milik Kei.

"Haha, tunggu sayang. Jangan terburu-buru," Kei segera meletak nampan di atas meja dekat posisinya. Di sana terdapat susunan buku cukup tebal tampak sudah dicetak rapi.

Kei berjongkok, menunjukkan senyuman manis, keibuannya. Menatap tiga anaknya. Ya, tiga anak. Anak yang dikandung, dan dilahirkannya secara cesar lima setengah tahun yang lalu.

Anna, Alice, dan Andre, nama ketiga anak-anaknya. Sangat cantik dan tampan. Mata biru, dan rambut pirang menjadi dominasi permukaan wajah mereka.

Nampaknya tiada dari raut wajahnya ditiru oleh anak-anaknya kecuali kenyataan yang tidak pernah bisa terbantahkan, yaitu Kei adalah wanita yang melahirkan ketiga jagoan cilik ini!

"Selamat pagi sayang-sayang bunda!" sambut Kei melebarkan telapak tangan.

Dan anak-anaknya segera mendekatkan tubuh mereka ke dalam pelukan hangat ibu mereka.

"Pagi bunda!"

"Pagi sayangnya Alice."

"Pagi bundaku yang jelek!"

Dan begitulah Kei disebut oleh ketiga anak-anak kembarnya. Anna, si kakak besaran, biasa menyebut mamanya.

Sedang Alice, gadis cilik itu sangat sayang dengan mamanya. Uh, terlihat sekali jika Alice anak mami, sayang keluarga!

Serta Andre, dengan segala keusilan yang membentuk dirinya, entah dapat dari mana sifat itu, mengejek Kei, mamanya adalah kebiasaan usilnya tiap hari.

Karena menurutnya, tiada orang yang lebih luar biasa dari padanya.

***

Hari biasa yang terasa spesial di setiap detik-detik waktu berjalan.

Kei sangat menikmati harinya dengan secara terkadang memperhatikan ketiga anaknya dari sofa di ujung ruangan berkaca di mana udara dan cahaya bisa masuk dengan bebas.

Anna, dan Alice, sedang melakukan pekerjaan luar biasa yang jujur tidak pernah mampu dibayangkannya dari awal.

Anna duduk di atas bantal khusus tempat duduk, menghadap canvas dan mulai menyolek sedikit demi sedikit canvas berbidang putih itu dan memulai imajinasi dengan tangan gembul nan kecilnya.

Alice, menulis dengan pensil di atas meja. Mengoret kata demi kata dari pikirannya hingga membentuk suatu cerita hari-harinya.

Kedua anak perempuan yang sungguh berbakat. Tidak ada unsur paksaan dilakukan Kei agar anaknya tampak baik dalam pandangan orang.

Anak-anaknya melakukan segala sesuatu dengan suka hati, dan Kei hanya perlu memberi ruang untuk bakat luar biasa ketiga anaknya walau pekerjaan sebagai penulis online seperti kebiasaan selama dua tahun sejak ia mulai merasa bosan dan tiada kerjaan. 

Keadaan sunyi.

Sedang Andre, dia lelaki cilik yang juga berbakat. Tapi seperti kebiasaannya, dia akan pergi keluar. Tentu, melakukan pekerjaan sehari-hari.

Andre berbuat usil!

"Bunda Anna!"

Seorang wanita bertubuh gendut dan dengan raut wajah marah berada di depan pintu.

Kei tersenyum samar, berdiri dari sofa tempat semula ia duduk, "Ada apa Bunda Wage?" tanyanya ramah.

"Ini masalah Andre! Liat, anakmu buat masalah lagi dengan keluargaku!" tangan wanita yang sedari tadi menyimpan di belakang menunjuk taukan seorang anak kecil yang menunduk setelah dipersilahkan berada di samping wanita itu.

"Andre?" tangan Kei segera menarik Andre, pria kecilnya dan menggendong tubuh anak itu dari pada nantinya akan dipukuli oleh wanita yang tampaknya geram seperti tetangga-tetangga lainnya di tempat Kei berada ini.

"Dia pasti usil lagi ya, bunda Wage?" sudah menjadi kebiasaan Kei bertanya pada orang yang datang jika menyangkut masalah Andre.

"Ya! Anak licik itu udah habisin uang jajan anakku!" adu wanita itu.

Kei tidak mengernyit bingung lagi jika masalah Andre. Pastinya Andre tipu anak bunda Wage ini supaya memberinya uang.

"B-baiklah, aku mengerti bunda. Berapa uang jajan yang di ambil Andre dari anak bunda?"

"Sepuluh ribu!" tegas wanita itu.

Segera Kei merogoh koceknya dan mengambil uang dari sana. Tapi terhenti karena Andre berkata padanya.

"Jangan mau bund! Bunda Wage berbohong!"

"Etts, kamu jangan suka bilang gitu nak. Tidak baik."

"Tapi bund, Andre tidak berbohong! Tadi hanya dua ribu!"

Andre berseri keras. Tapi Kei menghiraukannya.

"I-ini bun uangnya. Maafkan anakku ya bun."

"Ya, ya, ya! Aku maafkan! Tapi memang udah jadi hukum alamnya, ya! Anak haram, ya tetap anak haram! Kelakuan sama aja haramnya!"

Wanita itu pergi.

Kei merasa terluka dengan lontaran perkataan itu. Seluruh warga di sini sudah tau kalau ketiga anak-anaknya lahir tanpa ayah.

Tapi ia tidak bisa bantah kenyataan itu. Anaknya memang hadir karena dia diperkosa. Namun jiwanya sudah kuat. Dan dia terus menguatkan iman pada Yang Maha Kuasa agar dijauhkan dari bisikan iblis yang penuh siasat dan tipu muslihat.

"Bunda kenapa kasih bunda Wage uang yang besar sekali jumlahnya? Bukannya Andre hanya mengambil dua ribu?" nada suara Andre terdengar takut.

Kei tau perasaan putra bungsunya ini. Dia menyisir rambut pendek putranya ke belakang dengan kelima jemarinya, sangat lembut.

"Kamu sudah mencuri nak. Dan harga sepuluh ribu tidak ada bandingnya jika dihitung perbuatanmu. Jangan lakukan itu, atau bunda hanya akan marah padamu," ancam Kei lembut. Masuk kembali ke rumah setelah wanita itu menghilang dari jarak pandangnya.

Bukan Kei tidak pernah melanggar kelakuan anak itu.

Tapi Andre punya banyak cara agar keluar dari ruangan yang sering dikatanya sangat membosankan!

Lagi pula Andre masih kecil. Kei yakin Andre tidak sengaja walau tau ini sudah kesalahan ketiga selama minggu ini.

Andre anak bijak. Dan Kei juga yakin jika Andre hanya lelah dengan warga yang terus menjauhi mereka seakan keluarga kecil tanpa kepala keluarga ini adalah kumpulan sampah masyarakat.

****

"Bunda Anna. Oh, bunda Anna. Dimanakah dirimu?" panggilan dari balik pintu kamar, suara sederhana dan menggema.

Pukul dua belas kurang, Kei baru saja menidurkan ketiga anak-anaknya. Segera bangkit dari sudut ranjang putra bungsu yang tengah tertidur pulas.

"Tidur nyenyak-nyenyak ya, sayang-sayang bunda," ia menutup pintu.

Kei menghampiri orang yang masih saja berteriak di ruang tengah, "Bi Gin? Tumben datang kemari. Duduk, duduk. Silahkan duduk bi."

"Makasih."

Kei dan wanita tua itu duduk di sofa.

"Gimana Kei, kau tinggal di rumah ini? Nyaman kah?"

Kei mengangguk-angguk, "Lumayan bi."

"Loh, kok, lumayan, sih?" bibi Gin mengeryit.

"Jadi harusnya Kei bilang apa, bi?"

"Nyaman lah. Harus nyaman! Kau ini. Padahal bulan lalu bibi udah cape cari rumah buat kau dan ketiga cucu bibi. Oh ya, Kei. Maaf ya. Bibi baru sekarang."

Kei tersenyum kecil, "Tidak masalah Bi. Lagi pula bibi udah sangat baik pada kami. Bibi orang berjasa dalam hidup Kei. Kalau tidak ada bibi, bisa bisa Kei sudah…"

"Sstttt," bibi menutup mulut Kei dengan telunjuknya. "Jangan pikir macam-macam. Bibi udah pernah gagal jaga anak kandung bibi. Dan bibi gak mau gagal untuk kedua kali walau kau bukan anak kandung bibi."

Bibi memeluk Kei, wanita tanpa suami itu sudah dianggapnya sebagai anaknya. Tidak peduli jika Kei bukan lah anak yang lahir dari rahimnya.

Dan Kei, wanita itu selalu terharu dengan semua kebaikan bibi Gin. Bibi Gin sudah bagaikan guru kehidupan baginya.

Wanita tua yang dengan relanya ikut menanggung malu dan melindunginya saat dunia mengetahui Kei hamil di luar nikah. Tanpa suami, dan kemungkinan tidak akan pernah bertemu pria brengsek nan bajingan itu.

"Sudah, sudah. Jangan terlalu terharu. Bibi sudah senang dengan kau sejak awal kita bertemu. Apalagi sewaktu liat kau mirip sama anakku… Memori itu rasa kembali muncul," menghayal sejenak.

Kei mengamati bibi Gin dengan wajah menerka, "Bibi…"

"Ekhm!" bibi mulai sadar. "Oh ya, kemana tiga cucuku itu, Kei?" bibi sesegera mungkin berdiri

"Tidur bi," jawab simple nan jujur Kei. Padahal Kei juga tau, bibi mau cari topik baru agar menyembunyikan kesalahan super mininya itu.

Bibi menoleh dan menghentikan langkah yang masih berjalan setengah meter itu, "Di mana kamar mereka?"

Kei berdiri, "Di situ bi," tunjukknya.

"Di mana?"

"Lurus, belok, teruuuus maju. Di situ kamar mereka, bibiku."

"Tunjukkan lah, Kei!"

"Iya-iya," ungkap sanggup Kei.

Kei menuntun bibi Gin ke kamar putri dan putranya.

Rumah ini, baru sebulan Kei dan ketiga anaknya tempati. Dari hasil jerih payah sekitar dua tahun ia menulis karya-karyanya, mendapat pengasilan dari sana, sedikit dibantu bibi dan sahabat baiknya Celica, yang sering datang kemari, ia akhirnya mampu tempati rumah bergaya minimalis dan modren itu.

"Ini bi, kamar mereka."

Bibi tersenyum lega. Berjalan mengitari beberapa bagian ruangan yang dipenuhi peralatan kesukaan Anna dan Alice.

"Cantik," pujinya. "Bibi suka dengan semua ini," kemudian berbalik. "Kau yang desain semua ini, Kei?"

Segera Kei mengeryit, "Desain? Apanya yang didesain, Bi? Kei buat rumah Kei masih utuh seperti pemberian bibi masa itu."

"Bukan itu yang bibi maksud Kei," tampak bibi sama sekali tidak puas dengan jawaban Kei.

"Lalu?" Kei semakin tidak mengerti maksud bibinya.

"Ini. Lukisan ini, Kei," tunjuknya pada lukisan kanvas yang amburadul, sekedar coretan. Tapi jika semakin dilihat, semakin tampak, sebuah bunga di gambar di sana. "Cantik sekali, Kei! Siapa yang membuatnya?"

"Anna, bi," jawab seadanya Kei.

"Anna!?" ungkap terkejud bibi.

"Sssttt," desit Kei menginstruksikan agar mengecilkan suara.

Kepala bibi menoleh kepada anak yang sedang tertidur sedikit menggerakkan tubuhnya bolak balik di ranjang yang dipisah itu. Tampaknya ketiga batita ini mulai tak nyaman dengan suara bibi Gin.

"Baik. Bibi keluar," final bibi Gin berbisik. Kakinya melangkah maju menjauhi kamar. Diikuti Kei yang memundur.

"Tidur yang nyenyak cucu-cucu nenek yang baik!" masih berbisik sebelum akhirnya menjauh dari sana.

Kembali duduk di sofa.

"Ini bi, tehnya," Kei menaruh teh manis itu di atas meja. Tadi, ia sempat menyempatkan diri menyajikan segelas teh manis di dapur.

"Iya. Sama-sama, Kei."

Kei duduk.

Bibi mendekatkan diri dengan raut wajah tak percaya, "Jadi benar itu lukisan Anna, Kei!?"

"Yaaa, benar bi."

"Kapan Anna belajar!? Hmm, umurnya aja masih lima setengah tahun loh Kei."

"Bibi tidak percaya?"

"Bu-bukan tak percaya, Kei. Hanya saja, bibi rasa luar biasa kalau anak balita seperti Anna… Pandai melukis sebagus itu!"

"Ya, itu buktinya bi. Kei juga sebenarnya tidak percaya awalnya. Tapi setelah mencoba pahami putri sulung Kei, Kei akhirnya turuti saja setiap keperluan dan keinginannya."

"Kapan di mulai, Kei. M-maksudnya kapan kau tau Anna secerdas itu?"

"Lima hari setelah Kei baru tinggal di sini. Kei tidak terlalu memperhatikan anak-anak Kei. Mereka aktif seperti biasanya, bi. Maka Kei kelelahan."

"Maafkan bibi ya Kei. Bibi banyak kerjaan juga pada saat itu. Maka kurang perhatikan kau dan anak-anakmu, bahkan tidak mampir sekedar bantu-bantu," ungkap menyesal bibi Gin.

"Sudah berlalu bi. Lagi pula bukannya bibi yang minta petugas angkat barang supaya susun barang, prabotan Kei."

"Iya-ya. Hmm, lanjutkan ceritamu, Kei."

Kei mulai, "Waktu itu ada tetangga yang mengecat dinding rumahnya. Dan Anna ambil cat serta kuas buat coretan di dinding. Tetangga marah, dan begitulah seterusnya. Sampai Kei lelah, lebih baik membeli buat anak Kei semua peralatan melukis. Ternyata semakin lama semakin bagus."

"Ada yang ajarin Kei?"

"Ada, bi. Namanya Tessa. Dia gadis baik, tinggal di samping rumah Kei. Tapi sejak dua hari lalu tidak datang ke rumah katanya tidak diizinkan lagi oleh bundanya."

"Warga sini tahu pasal aib kau ya, Kei?"

"Mungkin," Kei menghela napas. "Tapi dari mana bibi tahu?"

"Tadi. Bibi dengar ada warga yang bisik kalau perempuan yang tinggal rumah ini adalah perempuan penghibur."

Degh!

Kei menutup mata. Dia menggenggam tangannya. Sabar Kei, sabar. Begitulah suara hatinya berucap.

Tangan bibi mengelus bahu Kei, "Bibi yakin kalau kau tidak seperti itu, nak. Bukannya kau terus tinggal di rumah? Tidak ada kan laki-laki hidung belang yang datang dan menggodamu?"

Kei menggeleng lemah. Suaranya menyerak, sejujurnya wanita muda itu menangis. "Tidak Bi. Hanya saja ada bapak-bapak yang sering lirik Kei sewaktu jalan keluar beli bahan dapur. Maka kemungkinan terbesar mereka pikir Kei yang menggoda bapak-bapak genit itu."

Tangan bibi naik ke atas kepala Kei. Bibi menyentuh dan mengelusnya secara lembut, "Jangan bersedih, sayang. Apa kau tau? Mereka itu hanya cemburu melihat kecantikanmu. Dilain sisi mereka juga takut kalau kau merebut suami mereka seperti wanita pelakor. Maka mereka menimbulkan asumsi itu. Apalagi dengan statusmu sebagai single mom, tentu saja mereka pikir kau kupu-kupu malam. Tidak ada suami yang terlihat hingga detik ini."

"Tapi Kei sudah katakan kalau suami Kei sudah meninggal, biii!" Kei berucap tersedu-sedu.

Bibi segera membawa tubuh wanita muda yang dianggapnya sebagai putrinya itu ke dalam pelukannya. "Bibi tau kesedihanmu. Tapi mau gimana pun, kau tidak tahu lelaki yang pernah memperkosamu itu masih hidup atau tidak. Tapi–" ucapan bibi terhenti.

"Lebih baik dia meninggal, bi! Mati, lalu lebih mudah diadili malaikat maut! Biar dia terbakar sampai ke tulang-tulangnya terus begitu siklusnya sampai dia meminta maaf dengan Kei!"

Bibi mendengarnya merasa ngeri sendiri. "Kalau dia sudah mati, gimana caranya dia minta maaf padamu, sayang? Walau dia jahat padamu, kau tak boleh mencacinya seperti itu. Kalau tak ada dia dan spermanya, tidak ada Anna, Alice dan Andre yang begitu kau sayangi. Ingatlah, semuanya indah pada waktunya. Kita sebagai manusia, sepatutnya mengikuti jalur. Tak ada sesuatu yang baik kalau tak melalui sebuah alur sulit dan mencekam. Tidak ada kebahagiaan, kalau belum melewati kesusahan dan penderitaan. Dengan melewatinya, kita akan belajar gimana menghargai apa yang kita punya sekarang," jelas bibi panjang lebar.

Kei mengangguk mengerti. Bibi menyeka air mata Kei. "Bibi dengar mereka juga mencaci kelakuan anak-anakmu?" tebak bibi.

Kei mengangguk. "Iya, bi."

"Hm, gini. Tetangga, adalah orang yang paling memantau sekitar. Mereka bagaikan CCTV paling aktif dan paling kritis. Anak-anakmu dikritik seperti itu, bukan karena mereka benci. Namun mereka justru sayang padamu dan ingin kau memperbaiki sifat dan kelakuan anak-anakmu dengan menasehatinya. Justru jika mereka berdiam diri, di sana mereka justru membencimu," jelas Bibi panjang-lebar.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

Maria Mariana

Maria Mariana

maap Thor, 5,5 tahun bukan balita LG itu udh kanak-kanak, Krn balita itu bawah lima tahun 🙃

2023-04-11

1

evvylamora

evvylamora

knp Maksa sih Thor, dipanggil bunda sm yg lbh tua, pd hal mah panggil aja namanya, aneh aja gitu 😓😓😓

2023-01-16

0

evvylamora

evvylamora

maaf thor, menunjuk taukan itu apa yaa?? 😥😥😥

2023-01-16

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 2
3 Ayah Anaknya Kei?
4 Pria Brengsek
5 Andre Membujuk Bundanya
6 Pria yang Mirip Dengan Andre
7 Hal Mengejutkan
8 Sentuhan Seperti Sengatan Listrik
9 Terikat Kontrak yang Berlaku
10 Pertengkaran Seperti Sepasang Suami-Istri
11 Menolaknya
12 Kei Frustrasi
13 Semua Sudah Terlanjur
14 Kemarahan Bibi
15 Meminta Izin Pada Anna dan Alice
16 Memulai Hari Begitu Baik
17 Akal-Akalan Sam Saja
18 Satu Adegan: Malam Pertama
19 Canggung
20 Memuji Kecantikan Kei
21 Ulang Tahun si Kembar
22 Si Kembar Ingin Ayah di Sini
23 Tidur Bersama Triplent
24 Bertanya
25 Sarapan Pagi Rasa Keluarga
26 Pertanyaan Sam
27 Kehebohan Sam
28 Berunding
29 Mengetahui Kenyataan
30 Semua Perbuatan Jeremy
31 Mama Tidak Percaya
32 Ingin Kei
33 Amarah Kei
34 Alasan Kei
35 Ada Apa Dengan Kei
36 Nasihat Bibi
37 Kei Minta Maaf
38 Keanehan Orang Sekitar
39 Insiden Di Taman Kota
40 Amukan
41 Penyelamat
42 Berterima Kasih
43 Kekhawatiran Jeremy
44 Kondisi Bibi Gin
45 Mendatangi Sang Mama
46 Menunjukkan Buktinya
47 Nasip Kei
48 Menasehati Anak-anak Kei
49 Panggilan Dari Celica
50 Ketidakmengertian Anak-Anak Kei
51 Rencana Busuk Merly
52 Bujukan Celica
53 Persiapan Kei
54 Pergi Menjauh
55 Kondisi Jeremy
56 Keadaan Kei
57 Jeremy Menggila
58 Karma Merly
59 Pria yang Tidak Sportif
60 Keinginan Celica
61 Permintaan Celica (2)
62 Pikirkan Itu
63 Bertemu Sebentar Tidak Apa Kan?
64 Jeremy
65 Tertegun
66 Ingatan Masalalu
67 Insiden di Pesta
68 Mengikuti Keinginannya Saja
69 Semua Karma
70 Kenyataan
71 Keuntungan
72 Tidak Juga Memberitahu
73 Pertengkaran
74 Mimpi
75 Rencana Meminta Maaf
76 Jawaban Vivi
77 Semua Hanya Demi
78 Pertanyaan Medya
79 Melakukan Kehendak Medya
80 Ayah?
81 Kei yang Marah
82 Keadaan Merly
83 Ingin Kembali
84 Tugas Sam
85 Bab 85
86 Kembalilah…
87 Berpikir
88 Pertimbangan
89 Cerita Celica
90 Keterkejutan Kei
91 Kei Terharu
92 Pertimbangan
93 Pembicaraan Anna, Alice dan Andre
94 Rencana Pergi
95 Nasihat Agar Tidak Panik
96 Mengetahui
97 Kepanikan Sam
98 Ayolah Ayah…
99 Mereka Kembali
100 Kembalikan Kita Bersama
101 Will You Marry Me?
102 Jangan Egois, Kei
103 Ada Banyak Cara Menyatukan Dua Hati
104 Persetujuan Kei
105 S2 Bab 1
106 S2 Bab 2: Pengakuan Jeremy
107 S2 Bab 3: Hadiah untuk Kei
108 S2 Bab 4: Benar Benar Beruntung
109 S2 Bab 5: Luka
110 S2 Bab 6: Keanehan Kei
111 S2 Bab 7: Janji
112 S2 bab 8
113 S2 Bab 9
114 S2 bab 10
115 S2 bab 11
116 S2 Bab 12
117 S2 Bab 13
118 S2 Bab 14
119 S2 bab 15
120 S2 bab 16
121 S2 Bab 17
122 S2 bab 18
123 S2 bab 19
124 S2 bab 20
125 S2 bab 21
126 S2 Bab 22: Pria Penolong
127 S2 bab 23: Cinta Lama yang Tertunda
128 S2 Bab 24: Semua Orang Menjahui
129 S2 Bab 25: Kata-Kata Penyesalan
130 Promo: BALAS DENDAM MANTAN ISTRI
131 S2 bab 26
132 S2 Bab 27
133 S2 Bab 28
134 S2 Bab 29
135 Kehilangan Kesabaran
136 Sebenarnya Tidak Ada yang Memihak Jeremy
137 S2 Bab 32: Wanita Asing: Aku Hamil Anakmu
138 S2 Bab 33: Wanita Cerdas Tidak Mudah Terpengaruh
139 S2 Bab 34: Ulat Bulu Pengganggu
140 S2 Bab 35: Banyak Hal yang Perlu Dipertaruhkan
141 S2 Bab 36: Jangan Menganggu Keluargaku!
142 S2 Bab 37: Jadi Apa Dunia Ini Kalau Banyak Manusia Tetap Memelihara Kebodohan?
143 S2 Bab 38: Kita Memang Mirip
144 S2 Bab 39
145 S2 Bab 40: Beneran Tamat
146 Promosi
147 "Lebih Bahagia Setelah Bercerai"
148 Promosi [Appetite (Rahasia Istri Idaman)]
149 DUDA DAN BABYSITTER
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Bab 1
2
2
3
Ayah Anaknya Kei?
4
Pria Brengsek
5
Andre Membujuk Bundanya
6
Pria yang Mirip Dengan Andre
7
Hal Mengejutkan
8
Sentuhan Seperti Sengatan Listrik
9
Terikat Kontrak yang Berlaku
10
Pertengkaran Seperti Sepasang Suami-Istri
11
Menolaknya
12
Kei Frustrasi
13
Semua Sudah Terlanjur
14
Kemarahan Bibi
15
Meminta Izin Pada Anna dan Alice
16
Memulai Hari Begitu Baik
17
Akal-Akalan Sam Saja
18
Satu Adegan: Malam Pertama
19
Canggung
20
Memuji Kecantikan Kei
21
Ulang Tahun si Kembar
22
Si Kembar Ingin Ayah di Sini
23
Tidur Bersama Triplent
24
Bertanya
25
Sarapan Pagi Rasa Keluarga
26
Pertanyaan Sam
27
Kehebohan Sam
28
Berunding
29
Mengetahui Kenyataan
30
Semua Perbuatan Jeremy
31
Mama Tidak Percaya
32
Ingin Kei
33
Amarah Kei
34
Alasan Kei
35
Ada Apa Dengan Kei
36
Nasihat Bibi
37
Kei Minta Maaf
38
Keanehan Orang Sekitar
39
Insiden Di Taman Kota
40
Amukan
41
Penyelamat
42
Berterima Kasih
43
Kekhawatiran Jeremy
44
Kondisi Bibi Gin
45
Mendatangi Sang Mama
46
Menunjukkan Buktinya
47
Nasip Kei
48
Menasehati Anak-anak Kei
49
Panggilan Dari Celica
50
Ketidakmengertian Anak-Anak Kei
51
Rencana Busuk Merly
52
Bujukan Celica
53
Persiapan Kei
54
Pergi Menjauh
55
Kondisi Jeremy
56
Keadaan Kei
57
Jeremy Menggila
58
Karma Merly
59
Pria yang Tidak Sportif
60
Keinginan Celica
61
Permintaan Celica (2)
62
Pikirkan Itu
63
Bertemu Sebentar Tidak Apa Kan?
64
Jeremy
65
Tertegun
66
Ingatan Masalalu
67
Insiden di Pesta
68
Mengikuti Keinginannya Saja
69
Semua Karma
70
Kenyataan
71
Keuntungan
72
Tidak Juga Memberitahu
73
Pertengkaran
74
Mimpi
75
Rencana Meminta Maaf
76
Jawaban Vivi
77
Semua Hanya Demi
78
Pertanyaan Medya
79
Melakukan Kehendak Medya
80
Ayah?
81
Kei yang Marah
82
Keadaan Merly
83
Ingin Kembali
84
Tugas Sam
85
Bab 85
86
Kembalilah…
87
Berpikir
88
Pertimbangan
89
Cerita Celica
90
Keterkejutan Kei
91
Kei Terharu
92
Pertimbangan
93
Pembicaraan Anna, Alice dan Andre
94
Rencana Pergi
95
Nasihat Agar Tidak Panik
96
Mengetahui
97
Kepanikan Sam
98
Ayolah Ayah…
99
Mereka Kembali
100
Kembalikan Kita Bersama
101
Will You Marry Me?
102
Jangan Egois, Kei
103
Ada Banyak Cara Menyatukan Dua Hati
104
Persetujuan Kei
105
S2 Bab 1
106
S2 Bab 2: Pengakuan Jeremy
107
S2 Bab 3: Hadiah untuk Kei
108
S2 Bab 4: Benar Benar Beruntung
109
S2 Bab 5: Luka
110
S2 Bab 6: Keanehan Kei
111
S2 Bab 7: Janji
112
S2 bab 8
113
S2 Bab 9
114
S2 bab 10
115
S2 bab 11
116
S2 Bab 12
117
S2 Bab 13
118
S2 Bab 14
119
S2 bab 15
120
S2 bab 16
121
S2 Bab 17
122
S2 bab 18
123
S2 bab 19
124
S2 bab 20
125
S2 bab 21
126
S2 Bab 22: Pria Penolong
127
S2 bab 23: Cinta Lama yang Tertunda
128
S2 Bab 24: Semua Orang Menjahui
129
S2 Bab 25: Kata-Kata Penyesalan
130
Promo: BALAS DENDAM MANTAN ISTRI
131
S2 bab 26
132
S2 Bab 27
133
S2 Bab 28
134
S2 Bab 29
135
Kehilangan Kesabaran
136
Sebenarnya Tidak Ada yang Memihak Jeremy
137
S2 Bab 32: Wanita Asing: Aku Hamil Anakmu
138
S2 Bab 33: Wanita Cerdas Tidak Mudah Terpengaruh
139
S2 Bab 34: Ulat Bulu Pengganggu
140
S2 Bab 35: Banyak Hal yang Perlu Dipertaruhkan
141
S2 Bab 36: Jangan Menganggu Keluargaku!
142
S2 Bab 37: Jadi Apa Dunia Ini Kalau Banyak Manusia Tetap Memelihara Kebodohan?
143
S2 Bab 38: Kita Memang Mirip
144
S2 Bab 39
145
S2 Bab 40: Beneran Tamat
146
Promosi
147
"Lebih Bahagia Setelah Bercerai"
148
Promosi [Appetite (Rahasia Istri Idaman)]
149
DUDA DAN BABYSITTER

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!