Mistery Is Misery (Part 1)

“Apa yang kau lakukan di kamar itu?”

“Tidak ada.”

“Katakan yang sebenarnya Grey!”

“Tidak ada. Aku hanya melihat-lihat sebentar.”

“Kau yakin?”

“Ya.” gadis yang diketahui Grey itu melewati sang ayah kemudian memasuki kamarnya.

Setelah menanyai anak gadisnya, sang ayah terduduk sambil memegangi kepalanya, mengurutnya pelan. Sesekali ia mengaduh lesu. Tak lama setelah itu anak sulungnya mendatanginya, kemudian memijitnya dari belakang.

“Ayah baik-baik saja?”

“Adikmu itu susah sekali dinasehati, sudah kedua kalinya untuk minggu ini, dia tetap tidak mau mendengarkan.”

“Biar aku saja ayah.” Kemudian ia melangkah ke kamar adiknya, meninggalkan sang ayah sendiri.

Sejenak lelaki itu berpikir sejenak, apa ia harus mengetuk atau tidak, melihat situasinya ia kemudian menggerakkan tangannya untuk mengetuk pintu.

Tok tok tok

Ciiit…….

Pintu terbuka kecil, Grey berdiri di ujung pintu, mengangkat alisnya tanda bertanya. Kemudian ia melangkah masuk tanpa berkata apa-apa lagi, mendudukkan dirinya di kasur Grey. Dengan sedikit menggerutu, Grey menutup pintu lalu mendudukkan dirinya disamping kakaknya.

“Dia mengadu lagi?” Grey berbicara dengan nada malas.

“Tidak bosan hm?” Travis menggerakkan tangannya untuk menyelipkan anak rambut Grey ke belakang telinga.

“Kau kira aku tidak lelah? Dia datang kepadaku setiap hari.” Ekspresi Grey menjadi sendu, terlihat kantong matanya yang semakin terlihat, siapapun yang melihatnya pasti akan mengira Grey tidak tidur berhari-hari.

“Yang kamu katakan itu tidak ada Grey, itu hanya ada di kepalamu. Apa yang kamu cari di kamar belakang itu? Sudah dua minggu kau bolak balik ke kamar itu tapi tidak membawa apa-apa. Bagaimana bisa aku percaya Grey?” Travis menatap adiknya tidak mengerti. Grey yang ditatap merasa semakin kecewa, tidak ada memercayai dirinya.

“Kenapa kau tidak percaya padaku?” Grey menatap dengan pandangan kosong.

“Tidak ada bukti nyata Grey, aku hanya melihat kau mengigau dan berteriak setiap malam, mungkin saja itu hanya mimpi buruk berkepanjangan Grey.” Travis mencoba menjelaskan.

“Apa?! Mimpi buruk? Mereka membawaku berkeliling dunia mereka setiap malam Travis! Mereka menunjukkan muka buruknya padaku setiap malam Travis! Setiap malam! Mereka mengatakan aku keluarganya, setiap malam mengatakan hal yang sama! Bagaimana bisa aku tetap baik-baik saja Travis?! It’s not fine!” Grey mengeluarkan semua yang tekanan di kepalanya lalu keluar dengan perasaan marah. Sejenak Travis merasa bersalah, tapi yang dikatakan Grey tidak masuk akal.

Dengan perasaan campur aduk, Travis keluar dari kamar Grey dan mendapati ayahnya berdiri di depan kamar. Travis menunduk.

“Aku tidak mengerti ayah, dia tetap gigih pada keputusannya, aku.. aku tidak tahu harus berkata apa, terlalu rumit untukku ayah.” Ayahnya hanya menghembuskan napasnya kasar.

“Tidak apa-apa.”

***

Malamnya, Travis mengambil selimutnya, ia memutuskan untuk tidur di sofa ruang tamu. Grey setiap malam berteriak, jadi ia berencana untuk melihat keadaan Grey. Melihat jam menunjukkan angka sebelas malam ia mulai memejamkan matanya.

Tapi baru beberapa menit ia tertidur, ia terbangun tiba-tiba, Grey berteriak keras. Travis langsung berlari menuju kamar Grey, membuka pintu. Yang ia lihat hanya Grey yang tertidur dengan mulut yang terus berkomat-kamit, merasa baik-baik saja dengan itu, Travis kembali menutup pintu dan melangkah ke sofa ruang tamu.

Baru mendudukkan dirinya, suara grey kembali terdengar, dan ini lebih keras dari sebelumnya, awalnya Travis ingin mengabaikannya tapi suaranya semakin keras diikuti suara-suara lainnya, merasa khawatir Travis kembali ke kamar Grey dan membuka pintunya kasar.

Ia melihat Grey tertidur tapi tubuhnya bergerak gelisah, sesekali tangannya mencakar tangannya yang lain, Travis membeku. Selama ini ia hanya mendengar teriakan Grey, dan ketika ia memeriksa Grey tertidur dan sesekali bergumam kecil. Ini diluar dugaannya, Grey terlihat tidak baik-baik saja.

“Grey! Grey! Wake up! Please! Jangan membuatku takut Grey! Bangun Grey!” Travis terus mengguncang tubuh Grey, tapi tidak ada tanggapan dari si pemilik tubuh.

“Grey!! Grey!” Travis berteriak keras. Dan Grey terbangun dengan mata membelalak, kemudian langsung memeluk

Travis erat.

“Mereka kembali Travis! Mereka ingin mengambilku! Aku tadi berusaha tidak tertidur, aku menjaga mataku tetap terjaga, aku…aku tidak mau ikut mereka Travis, aku ingin tetap disini.” Travis hanya memeluk Grey erat, suasana menjadi semakin panas. Grey melihat ke sekelilingnya gelisah.

“Kenapa Grey?” Travis bertanya dengan sedikit takut, pandangan Grey berfokus ke pintu.

“Mereka disini.” Travis melihat sekelilingnya, dan tiba-tiba pintu tertutup.

“Mereka marah Travis, mereka marah!” kata ‘mereka’ membuat bulu kuduk Travis berdiri, artinya sesuatu yang mengganggu mereka ini tidak sendiri. Travis mendekat ke Grey.

Tiba-tiba semuanya diluar kendali, lampu tiba-tiba pecah menyebabkan gelap menyelimuti ruangan kecil itu, diikuti dengan suara aneh yang terasa sangat dekat dengan telinga mereka, keduanya semakin mendekatkan diri, Grey dan Travis sama-sama merasa bergetar karena kondisi, keringat membanjiri tubuh mereka.

“Akh!!” Grey berteriak kesakitan. Travis bergerak turun, meraba-raba ke meja nakas, mencari senter. Dan kemudian ia menemukannya.

Ia menghidupkannya dengan tangan gemetar, menyenteri ruangan dari sudut ke sudut, ia kemudian menyenteri Grey, dan betapa terkejutnya Travis melihat tangan Grey yang mengeluarkan banyak darah.

Travis dengan cepat menarik sprei dari ujung tempat tidur lalu merobeknya, dan ketika ia hendak memegang tangan Grey, Travis terkejut.

“Akh!!” Travis mengaduh kesakitan, tangan Grey terasa sangat panas, seolah darah yang mengalir adalah air mendidih. Grey memekik kesakitan ketika luka baru mulai terciptakan, membentuk gambar segitiga di telapak tangannya.

“Akh!!!” Grey berteriak, ia berusaha menarik tangannya tapi tidak bisa, seoalah ada yang menahannya untuk bergerak.

Travis berlari ke pintu, tapi pintu itu sama sekali tidak bisa terbuka, Travis berteriak memanggil bantuan, ini diluar kontrol, semua yang terjadi saat ini tidak bisa diterima otaknya.

“AYAH!! Tolong kami ayah! Tolong Grey ayah!!” Travis berteriak sambil memukul pintu. Merasa yang ia lakukan itu sia-sia, ia kembali memeriksa Grey.

“Travis kau harus keluar!!” Grey menahan sakitnya.

“Bagaimana denganmu Grey?!” Travis berteriak frustasi.

“Kumohon Travis, aku harus menyelesaikan ini sendiri, kau tidak bisa melihatnya.” Grey menurunkan nada suaranya, menahan sakit, darah terus mengalir dari tangannya.

“Apa maksudmu?! Apa yang kau lihat Grey! Bagaimana bisa saat kau kesakitan seperti ini Grey! Beritahu aku apa yang harus kulakukan!” Travis  menarik rambutnya frustasi. Mata Grey bergerak gelisah ke seluruh ruangan, Travis mengikuti arah mata Grey yang akhirnya terpaku ke sudut ruangan.

“I’m done. Travis.”

Tiba-tiba koper yang berada diatas lemari terjatuh. Travis mengarahkan senternya ke koper, ia berjalan mendekat. Koper itu memang terbuka tiba-tiba memperlihatkan isinya, terdapat banyak kertas bergambar gelap disertai tulisan-tulisan besar.

Perlahan Travis mencoba mengambil salah satu kertas, tapi tiba-tiba sesutu keluar dari tumpukan kertas itu dan memegang pergelangan tangan Travis.

“Awas!” Grey berteriak melihat tangan lain memegang tangan Travis, dengan kuku-kuku panjang dan darah mengalir dari setiap kukunya.

Travis mencoba menarik tangannya, tapi kemudian tangan lain muncul dari sisi samping Travis. Dengan gemetar, Travis menoleh. Sosok perempuan dengan rambut sebahu, mata merah, di bahunya terdapat pisau yang menancap dan darah mengalir dari sana. Sosok itu menarik tangan Travis dan melemparnya ke sisi lain.

“Travis!!”

Travis mencoba bangun, mendekat ke Grey, sebelum Travis bergerak, sosok tadi mendorong keras Grey hingga Grey terpental ke dekat kaki Travis.

“Grey!!” Travis langsung membantu Grey. Ia kemudian mencari senter yang tadi dipegangnya, tapi tidak dapat ia temukan, karena ketika Grey didorong tadi cahaya senternya mati dan sekarang tidak tahu dimana posisi senternya.

“Itu yang kucari Travis, kertas-kertas itu!” Grey menunjuk kertas-kertas yang berhamburan dari koper.mTravis dengan susah payah melihat ke koper, sosok tadi tidak dapat ditemukannya, ia kemudian bangun dan menarik koper itu, tidak lupa menutupnya.

Travis menarik tangan Grey, ia menendang pintu hingga terbuka. Dengan susah payah ia dan Grey berhasil keluar dari kamar, dalam gelap Travis hanya bisa meraba-raba dinding meneliti kemana ia harus melangkah dengan jantung berdebar-debar takut.

“Tunggu!” Travis menoleh ke belakang memastikan Grey baik-baik saja. Tapi bukan hanya Grey yang dilihatnya, sosok yang tadi menghilang kembali menampakkan diri, berdiri di ujung lorong.

“Kita harus cepat Grey! Dia tepat di belakang kita.” Travis mengabaikan Grey, menarik Grey agar lebih dekat dengannya lalu mempercepat langkahnya. Disaat mereka mendekati pintu utama, Grey memekik kesakitan.

“Akh!!” Tangan Grey dicengkeram erat oleh sosok yang sangat mereka hindari, kuku sosok itu menusuk kembali luka yang tadi diikat Travis, darah kembali mengalir. Travis menarik Grey lebih keras, tapi tangan Grey semakin ditusuk, mata merah itu mengintimidasi Grey dan Travis.

“Akh!! Tolong lepaskan aku, kumohon,” ujar Grey dengan suara yang mulai melemah. Travis membuka koper dengan cepat dan melempar kertas-kertas yang ada didalamnya.

“Let her go!!” Grey menarik tangannya dan berlari, menendang pintu tapi pintu itu tidak terbuka.

Travis berlari ke jendela, mencoba membukanya tapi tidak bisa. Mencoba melihat sekitarnya, ia kemudian menarik kursi dan melemparnya ke jendela, melihat kesempatan itu Travis menarik Grey. Ketika ingin melangkahi jendela, tiba-tiba mereka kembali dihadang.

Dengan badan besar dan tanduk di kepalanya, tangannya dua kali tangan manusia biasa disertai kuku tajam, mata merahnya mengintimidasi Grey dan Travis. Travis menjaga Grey agar tetap dibelakangnya.

Tiba-tiba sebuah kursi menghantam kepala Travis, Travis jatuh tersungkur jauh dari Grey. Grey memekik. Lalu sepasang tangan menarik kaki Grey, Grey memekik merasakan punggungnya menghantam lantai, ia kemudian diseret oleh sosok itu. Sementara Travis mencoba bangun.

“Akh!! Sakit!” Kaki Travis ditusuk. Travis mengangkat pandangannya, dan matanya bertemu dengan mata orang yang sangat dikenalnya.

“Ayah.”

Bugh! Bugh! Bugh!

Travis dipukul habis oleh sang ayah, dan pandangan terakhir yang dilihat Travis adalah sosok badan besar yang tadi menghadangnya berdiri dibelakang ayahnya sambil tersenyum lebar.

By : staries

Lisa.m

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!