Ketika Magrib Menjelang

Kita pernah mendengar bukan mitos tentang setan yang berkeliaran ketika magrib tiba. Bahkan orang tua dahulu melarang kita untuk berada di luar rumah. Mengapa? Sebab, mereka percaya bahwa setan akan memburu dan bergentayangan pada waktu itu.

Apakah kalian akan percaya? Aku akan menceritakan tentang kisah nyata yang dialami oleh temanku. Saat itu, aku baru saja pulang dari les ketika matahari mulai tenggelam di ujung cakrawala. Aku yang termasuk anak yang tak suka pulang terlalu cepat, mengunjungi rumah adik sepupuku untuk mengajak dia bermain. Rumahnya terletak bersebelahan dengan rumahku.

“Andri, keluarlah ayo kita main. Kakak sudah pulang nih! Kamu kan ingin melihat senja sore ini!” Teriakku ketika sampai di depan rumahnya.

Aku sudah menganggap Andri seperti adik kandungku sendiri, kemana-mana kami selalu bersama makanya kami terlihat seperti amplop dan perangko. Itu juga karena kami merupakan anak tunggal di keluarga. Jadi kami ibarat sendok dan garpu yang saling melengkapi satu sama lain apalagi jika Andri membutuhkan teman untuk bercurhat. Andri anak yang sangat introvert, dia tidak suka bermain bersama teman sebayanya.

Maka dari itu, aku sebagai kakak yang dekat dengannya harus menemani dia bermain, walaupun capek dan tak sempat beristirahat ketika pulang dari les sekolah. Kami sering sekali bermain di waktu magrib menjelang. Walaupun orang tua kami selalu melarang kami untuk tidak bermain pada waktu itu, karena mereka percaya akan ada makhluk tak kasat mata yang akan menculik anak-anak.

Menurutku itu hanya sugesti yang dibuat oleh orang-orang dulu untuk menakut-nakuti.

“Eh, Kak Alda. Maaf Kak, aku tidak bisa bermain hari ini. Aku sudah berjanji kepada orang tuaku untuk tidak bermain lagi di waktu magrib.”

“Oh baiklah, Kakak juga ingin beristirahat hari ini. Tapi tak apa-apa nih kamu kan sudah berjanji kemarin untuk pergi bersama kakak melihat senja.”

“Yah, sebenarnya agak kecewa sih Kak. Tapi mau bagaimana lagi, Ayahku tadi sudah mengancam ku kalau misalnya aku pergi sama kakak, nanti Ayah akan menghukum ku.”

“Benar juga, Ayahmu kan sangat tegas mana mungkin dia main-main dengan ucapannya. Ya sudahlah Kakak juga tak mau kamu kena masalah lain kali aja ya kita lihatnya.”

“Makasih ya, Kak!”

Aku pun pergi dari hadapan Andri. Setengah perjalanan, mukaku berpaling untuk melihat Andri lagi. Tapi yang kudapati hanya sebuah pintu yang berdiri tegak mematung. Entah kenapa aku merasa kasihan kepadanya, padahal ia sudah menanti-nantikan kalau hari ini ia akan pergi melihat senja.

Aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur ketika sudah sampai di kamar. Rasa lelah mengelus ku membuat mataku mengantuk. Ku palingkan wajahku ke kaca jendela untuk menepis rasa kantukku. Saat itu, senja sedang menyelimuti bumi. Menampakkan gemericik jingga yang memikat mata. Mengiringi matahari yang siap kembali ke peraduannya. 

Lantunan ayat suci Al-quran terdengar merdu di masjid yang tak jauh dari rumahku, menandakan adzan sebentar lagi akan dikumandangkan. Aku pun bangkit, ingin menutup gorden jendela sebelum ibu datang, kalau tidak aku akan dimarahi nanti. Tapi tiba-tiba, dari pantulan kaca tampak seorang anak kecil yang sedang berlarian di sekitar halamanku. Aku memperjelas penglihatan. Anak kecil itu mirip sekali dengan Andri.

“Tapi, mana mungkin itu Andri kan dia bilang tidak boleh keluar tadi. Kalau pun itu Andri pasti dia sudah mengajakku mana berani dia keluar sendiri,” batinku menyeru.

Rasa penasaran mendorongku untuk nekat memanggilnya. Ku buka jendela perlahan. Angin sore sedikit demi sedikit masuk dan mulai meraba tubuhku, memberikan sensasi yang tak biasa. Ketika jendela sudah terangkat, tiba-tiba anak kecil tadi sudah lenyap bagaikan di telan bumi. Bulu kudukku mulai berdiri. Cepat-cepat aku menutup jendela, barangkali aku hanya berhalusinasi.

Tapi, ketika jendela sudah ditutup, anak kecil itu sudah berdiri tepat di depan jendela. Aku terkejut setengah mati, bagaimana bisa dia sudah berada di sini seperti sambaran petir, sangat cepat. Setelah diperhatikan, wajahnya persis seperti Andri. Hanya saja diriasi dengan kepucatan dan sayu. Aku bertanya kepadanya apakah ia memang Andri. Dia mengangguk. Aku yang waktu itu tak curiga sama sekali langsung merasa bersyukur karena itu memang Andri.

“Kok kamu pergi bermain, tadi katanya nggak dikasih!”

“Aku sudah diberi izin tadi, Ayolah Kak temani aku main!”

Aku merasa suara Andri kaku dan agak strange. Tapi, aku tidak peduli. Yah, bisa jadi suaranya serak karena terlalu banyak makan es krim. Tiba-tiba, sentuhan dingin menusuk ke dalam tulangku, membuat bulu kudukku meremang. Aku merasa aneh tapi langsung ku tepis jauh-jauh pikiran tak menentu ini.

Langit sudah menuangkan cairan hitam di sela-sela gumpalan awan, menandakan malam akan segera tiba. Aku tak mungkin keluar lagi dan ku tolak ajakan Andri. Entah kenapa, ia malah menatapku tajam seperti elang yang ingin memangsa.

“Kalau begitu biarkan aku masuk!”

Aku mulai heran, Andri kan cara bicaranya tak pernah sekasar ini. Karena merasa kasihan aku pun mencoba untuk membuka jendela saja, apalagi cuaca senja sudah mulai menua. Tapi, ketika jendela sudah diambang, suara ketukan pintu terdengar keras dari luar kamarku. Ibu masuk dan melihatku masih berada dikamar langsung mengomeli ku.

“Udah adzan dari tadi kamu masih bernaung dikamar, cepat pergi salat sana! Itu lagi jendelanya masih terbuka. Apa kamu tak dengar apa yang ibu bilang, tutup gorden beserta jendelanya kalau nggak nanti masuk setan. Aduh kamu ini!”

“Tapi Bu, ada Andri tadi di luar”

Aku menoleh ke arah jendela, dan aku tidak melihat batang hidung Andri lagi. Dia hilang secara misterius.

“Mana Andri, kamu ini kebanyakan ngeyel ya?! Lagipula mana mungkin Andri keluar magrib-magrib, pasti dia akan dimarahi Ayahnya. Sudah, cepat kamu ambil wudhu sana!”

Tanpa pikir lagi, aku pun langsung menuruti perintah Ibu.

Keesokan harinya, aku datang ke rumah Andri dan menanyakan apakah dia ada bermain di luar selepas lantunan adzan digemakan. Andri menjelaskan bahwa dia tidak keluar sama sekali, bahkan pintu rumahnya sudah di kunci setelah aku bergegas pulang ke rumah.

Aku pun merinding hebat, kalau bukan Andri jadi siapa??

Aku pun menceritakan kepada Andri kronologi kejadian yang aku alami semalam. Dia pun merasa sangat terkejut dan ketakutan. Semenjak itu, kami tidak pernah lagi bermain ataupun keluar ketika magrib menjelang. Aku memutuskan untuk menemani Andri bermain di hari minggu saja. Dan satu lagi, aku merasa sangat bersyukur karena ibu datang tepat waktu kalau aku buka jendelanya entah apa yang akan terjadi.

Itulah kejadian nyata yang dialami oleh temanku, bahwa kepercayaan orang-orang dulu itu fakta.

Bahkan dalam hadist rasulullah pun menjelaskan larangan ke luar rumah ketika magrib. Karena dimana saat magrib, spektrum warna alam berubah menjadi selaras dengan frekuensi jin dan iblis yaitu spektrum warna merah. Saat itulah tenaga iblis dan jin sangat kuat disebabkan oleh resonasi yang dimilikinya bersamaan dengan warna alam.

Maka dari itu, jangan keluar lagi ya pada saat magrib.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!