Kupu-Kupu Bersayap Hitam

"Ayo masuk, duduk aja di situ." Ivan menunjuk sebuah sofa yang berada di ruang tengah berhadapan dengan TV. Orang-orang yang dipersilahkan masuk tadi langsung mengangkat kakinya ke benda empuk tersebut.

Laki-laki yang bernama Ivan itu adalah seorang siswa SMA Taruna yang baru saja bermigrasi ke Indonesia. Sebelumnya dia menetap di negara yang dijuluki sebagai negara ginseng. Kalian pasti tahu itu, negara yang banyak melahirkan benih-benih cogannya. Tak lain dan tak bukan adalah negara Korea Selatan.

Papanya Ivan termasuk warga negara Indonesia sedangkan Mamanya lah yang berstatus sebagai warga negara Korea. Sebagai anak yang blasteran pastinya ia memiliki wajah yang good looking, tak heran jika ia sudah terkenal ketika pertama kali menginjakkan kakinya di sekolah elit itu.

Selama dua hari bersekolah, ia sudah mendapatkan banyak teman bahkan ada yang mengajaknya untuk menjadi sahabat. Yah, sosok Ivan bisa dibilang orang yang ramah dalam bergaul. Seperti keadaan sekarang ini, teman-teman yang baru dikenalnya sudah memohon-mohon untuk diizinkan mengunjungi rumahnya.

Ivan tak merasa keberatan. Ia bahkan mengadakan dinner untuk teman-temannya. Sore ini ada lima temannya yang datang berkunjung. Tiga laki-laki dan dua perempuan. Mereka adalah teman yang paling dekat dengannya, yang sering mengajaknya nongkrong bareng. Diantaranya Fandi, Bayu, Angga, Zehra, dan Viola.

"Rumah Lo mewah juga ya, Van." Ucap Bayu yang kagum dengan interior modern rumah Ivan. Matanya tak henti-henti menatap setiap sudut rumah tersebut.

"Biasalah, rumah artis Korea." sembur Angga.

"Rumahnya biasa saja, kok. Cuman sedikit ditambahkan aksesoris jadi kelihatan mewah." jawab Ivan merendah.

"Wah, si Ivan malah merendah untuk meroket dia nih. Kalau gitu gue juga mau tambahin emas dan perak yang terbuat dari bahan alami, lebih praktis." cerca Bayu lagi.

"Ngaco Lo!" Zehra yang duduk di samping Bayu mengetuk kepalanya.

"Aww!! Sakit tahu!"

Tawa renyah pun terdengar memenuhi ruangan itu melihat tingkah konyol teman-temannya yang tak ada habis. Ivan merasa bersyukur memiliki teman yang tak memandang status dan tulus seperti mereka.

Berjam-jam mereka menghabiskan waktu di rumah Ivan hingga jadwal dinner pun tiba. Ivan menuntun teman -temannya untuk ke ruang makan. Rupanya mama Ivan sudah siap sedia dengan masakannya dan tinggal meletakkannya di atas meja.

"Ayo, duduk!" ucap Mama Ivan, Clarissa ramah.

Mereka mengangguk senang. Satu persatu mulai menarik kursi masing-masing. Tapi, melihat Clarissa yang sudah repot-repot membuatkan makanan untuk mereka. Maka para perempuan bergerak untuk membantu wanita muda itu.

"Biar kami bantu Tante." tawar Viola dan Zehra bersamaan.

Di meja makan, sembari menunggu makanan dihidangkan ketiga teman Ivan lainnya mulai berbisik-bisik memuji Clarissa.

"Wah, mama Lo sempurna banget, Van. Sudah cantik, baik, ramah lagi." ucap Bayu

"Iya, beruntung banget Lo!" Fandi menimpali.

Ivan hanya menanggapinya dengan senyuman. Ia senang karena bisa memberikan kesan positif kepada teman-teman barunya. Mamanya juga senantiasa mendukung kegiatan pertamanya ini, sehingga ia tak perlu cemas ketika menjalani pertemanan dengan mereka hari-hari berikutnya.

Ketika makanan telah menghiasi meja makan. Mereka pun segera menaruh lauk pauk tersebut ke piring dan mulai berdoa menurut agama masing-masing. Suara-suara dentingan sendok dan garpu menggema di seluruh ruangan. Sesekali canda yang terlontar dari Bayu dan Fandi mengundang tawa bagi mereka semua.

Hingga entah dari mana seekor kupu-kupu hitam datang mengelilingi meja makan. Tentu saja dengan keberadaannya itu mengusik kenikmatan mereka yang tengah asik makan.

"Kenapa tiba-tiba ada kupu-kupu datang?" tanya Viola yang mulai menghalau kupu-kupu itu dengan tangannya.

"Aku juga tidak tahu, jarang sekali ada serangga masuk kemari." Ivan menjawab jujur. "Biar aku yang usir aja."

Ivan pun berdiri mencoba mengejar kupu-kupu itu bermaksud untuk membuatnya pergi tapi dia masih berputar-putar di ruangan itu sesekali naik ke langit-langit bermain dengan lampu.

"Kupu-kupunya nggak mau pergi. Apa yang harus kita lakukan?" Ivan menyerah sudah beberapa kali pun kupu-kupu itu tetap tidak berpindah haluan.

"Sudah biarin aja. Dia nggak ganggu kita lagi kan?" Angga menengahi.

Akhirnya mereka melanjutkan makan yang sempat tertunda. Ivan masih merasa risih dengan keberadaan kupu-kupu hitam itu. Ia hanya tak ingin membuat teman-temannya menjadi tak nyaman. Ivan menengadahkan kepalanya ke atas mengecek apakah masih ada serangga itu di sana dan jawabannya pasti sudah jelas bahwa dia masih bergeming di sana.

"Kalian tahu nggak, kata orang zaman dulu kalau ada kupu-kupu yang datang pasti ada suatu hal terjadi." Fandi angkat bicara menuntaskan keheningan yang terjadi.

"Itu kan hanya mitos. Lo masih percaya hal gituan?" sahut Bayu.

"Itu bukan hanya sekedar mitos. Masih banyak kok orang yang percaya dengan hal itu di zaman sekarang ini." Fandi membela diri.

"Betul apa yang dikatakan Fandi. Bahkan di keluarga gue pun masih percaya dengan kepercayaan-kepercayaan itu. Apalagi kalau kupu-kupu yang datang warnanya hitam, itu akan menjadi pertanda bagi tuan rumah maupun orang yang berada di dalamnya akan tertimpa musibah dan kesialan. Gue sih nggak terlalu peduli juga." Nimbrung Zehra yang sedang mengunyah ikan kakap.

"Kalian ini terlalu kuno untuk percaya hal-hal gituan." ujar Bayu yang masih keukeh dengan pendapatnya.

"Sudah-sudah, kok malah berantem masalah kupu-kupu, sih. Kita kan sedang menikmati acara dinner dari Ivan kan. Kalau mau bahas itu nanti aja pas pulang. Kasian tuan rumahnya malah kebingungan tuh!" Viola yang sejak tadi diam kini menegur mereka karena tak henti-henti membahas tentang mitos kupu-kupu itu.

Mereka semua pun berpaling ke Ivan yang memang nampak kebingungan dengan pembicaraan teman-temannya. Wajar sih, Ivan kan bukan warga Indonesia asli terlebih lagi ia bukan dilahirkan di tanah Ibu Pertiwi ini jadi ia tidak tahu tentang kepercayaan-kepercayaan itu. Karena merasa bersalah teman-teman Ivan meminta maaf kepadanya.

"Tidak apa-apa kok, aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya. Oh ya, kalian lanjut makan aja aku mau ke kamar mandi dulu." Semua teman Ivan hanya mengangguk dan ia langsung melangkahkan kakinya ke tempat yang dituju.

Setelah beberapa menit menunggu, Ivan akhirnya menampakkan batang hidungnya. Angga yang pertama kali menyadari beranjak dari tempat duduknya menghampiri Ivan.

"Van, kayaknya kita harus pulang nih. Udah jam delapan juga takutnya nyokap gue ngamok lagi."

Ivan melihat teman-teman lainnya yang juga sudah berdiri.

"Iya Van, lagipun kami pada nebeng sama Angga jadi kami juga harus pulang sekarang." Bayu menepuk pundak Ivan. "Makasih udah ngajak kami buat dinner di rumah Lo. Kapan-kapan boleh lah undang lagi, jarang loh kami dapat makanan gratisan kek gini."

Semua tertawa renyah mendengar ucapan Bayu yang tak ada malu-malunya. Mereka pun keluar menuju perkarangan rumah Ivan yang di sana memang terparkir mobilnya Angga. Sebelum berangkat, mereka tak lupa mengucapkan selamat tinggal kepada Ivan lalu deru mobil yang berisik mengisi kepulangan teman-temannya.

Lelaki itu tersenyum sumringah ketika mobil sudah hilang dari pandangan.

...***...

Suara bising menyapa Ivan ketika ia masuk ke kelas. Salah satu siswa yang menangkap kehadirannya langsung berseru menyebut namanya. Kini semua orang malah menatapnya intens, bagaikan dirinya seorang yang bersalah. Tiba-tiba, Ketua kelas, Farhan mendatanginya.

"Apa semalam Bayu, Fandi, Angga, Zehra dan Viola main ke rumah Lo?"

"Iya, mereka bahkan makan malam di rumahku. Kenapa ya?"

Farhan tak menjawab ia malah menunduk. Bukan hanya Farhan tapi semua penghuni kelas pun ikut menunduk. Ivan langsung dilanda kebingungan, Ia alihkan matanya ke bangku teman-temannya itu hanya kosong yang terlihat.

"Kemana mereka? Apa yang terjadi dengan mereka?!" Ivan mulai panik.

"Tenang dulu, Van. Lo jangan merasa bersalah oke. Gue akan jelasin ini semua." Farhan menarik ku untuk duduk terlebih dahulu.

"Gini...tadi subuh gue dapat kabar mobil yang ditumpangi oleh Angga dan lainnya kecelakaan parah karena ban mobil bocor. Mereka jatuh ke jurang. Dan kelimanya, semuanya meninggal..." Farhan menghentikan ucapannya ketika mendengar suara isakan dari Ivan.

Ya, lelaki itu telah mengeluarkan air mata. Ia shock berat mendengar berita ini. Farhan langsung memeluknya berusaha menenangkan lelaki itu.

"Ini pasti salah aku. Aku yang ngajak mereka makan, kalau tahu kek gini aku nggak akan ngasih mereka izin untuk datang."

"Nggak, Van! Ini bukan salah Lo, kan udah gue bilang jangan ngerasa bersalah. Ini emang udah takdir Tuhan buat mereka."

Tangis Ivan malah semakin menjadi. Ia benar-benar tak menyangka teman-teman dekatnya telah pergi secepat ini. Farhan tak banyak berkomentar setelah itu dia mengumumkan siapa saja yang akan mewakili untuk datang belasungkawa kepada almarhum teman-teman sekelasnya itu.

Jam istirahat, setelah mendapat izin dari kepsek Ivan bersama rombongan yang lebih dari lima orang pergi ke TPU. Di sana masih terlihat keluarga dari masing-masing almarhum, tangisan dan duka juga masih mengisi daerah tersebut. Mereka pun menyalami orang-orang yang ada di tempat itu. Tak mau membuang-buang waktu, mereka langsung melakukan ritual pembacaan doa.

Beberapa menit pun berlalu, satu persatu penziarah mulai pulang. Teman-teman Ivan juga sudah pulang duluan hanya tersisa dirinya dan Farhan yang masih menatap sendu tanah kuburan.

"Semoga mereka bisa tenang dan damai di alam sana ya, Van."

"Iya.." semoga saja mereka lebih menderita...

...***...

"Hahahhaha kamu memang anak yang pintar, Ivan."

"Ma, kalau aja mama liat pasti puas banget!! Aku aja hampir ketawa tadi liat keluarga mereka yang benar-benar kehilangan. Nangis nggak henti-henti. Tapi ya, aku bodo amat lah itu kan mereka bukan aku. Hahahha!!"

"Ngeliat teman-teman kamu yang berlagak itu mama udah gatel buat pengen bunuh mereka ketika acara dinner kemarin. Untungnya kamu kodein mama jadinya mama nggak payah turun tangan."

"Biasa itu Ma, orang yang cuman bisa memandang fisik serta material orang nggak pernah punya ketulusan buat berteman. Sama kayak sekolah-sekolah aku dulu. Aku muak liat orang kayak gitu."

"Yaudah, sebagai apresiasi mama buatin makanan kesukaan kamu ya."

Ivan mengangkat kedua jempolnya. Lelaki itu duduk manis di kursi meja makan menunggu hidangan. Hingga entah dari mana, seekor kupu-kupu hitam melintas di depan wajah Ivan. Ini seperti kejadian dimana teman-temannya datang. Dan itu membuat Ivan marah ia jadi mengingat kenangan memuakkan itu.

"Kupu-kupu sialan!"

Ivan naik ke atas meja untuk menangkap serangga itu. Di lihatnya ada pisau tergeletak di meja, tangan kanannya meraih benda tersebut. Kalau tidak bisa ditangkap setidaknya ia akan membunuhnya dengan pisau ini. Kupu-kupu itu terus terbang sedangkan Ivan pun terus berusaha mengejarnya. Karena terlalu fokus dengan kupu-kupu ia tak sadar bahwa kakinya sudah di ujung meja.

"Sini kau kupu-kupu!!"

Dan...Ivan terpental ke bawah sedangkan pisau yang berada di tangannya tadi tak sengaja menancap area dadanya. Mendengar suara sesuatu jatuh Clarissa langsung menoleh dan mendapati putranya dalam keadaan berlumuran darah.

Seekor kupu-kupu bersayap hitam berdiri di atas pisau tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!