Blooding Game (Part 1)

"Azka, nanti siang kerja kelompok datang ke rumah ku ya, sekalian kita main game!" Seru Reza yang sudah berdiri di ambang pintu kelas.

Aku hanya mengacungkan jempol, tanda setuju kemudian mulai mengemas barang-barang sekolah. Selangkah setelah bunyi dentingan bel, aku pun keluar. Pandanganku mengedar sekeliling, mencari Reza.

"Sudah pulang, ya?"Gumam ku sedikit kecewa.

Seperti biasa dia tak pernah pulang bareng denganku. Papanya yang bersikeras untuk menjemput Reza, alasannya karena beliau tak mau anaknya pergi mangkal ke warnet. Apalagi Reza kan taruna gaming yang selalu mengidolakan game populer.

Wajar sih, kalau papanya melarang dia untuk bernaung di area internet itu. Sosok Reza yang candu akan game online tak membuatnya berhenti memainkannya. Dia pun membeli berbagai macam permainan grafis seperti PS dan menjadikannya sebuah hobi ketika suntuk di rumah.

Aku sempat geleng-geleng kepala melihat kelakuannya. Aku sebagai sahabatnya sesekali meluncurkan nasihat bahwa terlalu berlebihan bermain game itu tidak baik. Tapi dia malah acuh tak acuh, menyebalkan.

Dalam perjalanan, aku mampir ke sebuah kedai yang terletak di persimpangan jalan. Kedai ini menjadi langganan bagiku ketika pulang sekolah. Jajanannya enak dan sehat. Tak jarang, kedai ini banyak disinggahi oleh pejalan kaki dan kendaraan yang berlalu lalang.

Seperti biasa aku memesan seblak dan sate bakso simple kesukaanku. Sambil menunggu pesanan, aku duduk di bangku yang telah disediakan. Aku melihat ke arah jalanan yang penuh dengan kendaraan bermotor. Tiba-tiba, netra ku membidik ke sebuah toko lusuh yang ramai sekali dengan deretan pembeli berdesak-desakan untuk masuk ke toko itu. Papan namanya bertuliskan sebuah kalimat "SHOP FOR GAMERS" yang bisa diartikan sebagai toko para penganut game.

"Gila, banyak banget pembelinya!"batinku.

"Dek, ini pesanannya," ucap Abang kedai yang tiba-tiba datang, mengalihkan fokus ku.

Sebelum meninggalkan kedai, aku mencoba bertanya kepada Bang Gino yang tadi mengantarkan pesanan ku sekaligus pemilik kedai ini tentang toko game itu.

"Bang, aku mau tanya, dong! itu toko game Yang ada di seberang jalan hampir memasuki kawasan pasar butik, sejak kapan ya dia dibangun?"

"Toko game?!!" Bang Gino terkejut dengan pertanyaan ku.

"Iya, toko game itu loh, Bang!" Jariku menunjuk ke gelagat toko itu. Muka Bang Gino mengekpresikan kebingungan. Katanya dia tidak melihat ada toko di daerah situ. Bahkan dia mengutarakan juga tidak ada yang boleh membangun toko atau apapun yang akan mengusik pasar butik itu.

Aku menjadi resah dibuatnya, bagaimana bisa tidak ada toko yang jelas-jelas Indra penglihatan ku menangkap keramaian orang antri di depan toko game tersebut. Aku pun pamit dan mengucapkan terima kasih kepada Bang Gino, tak mau membahasnya lagi. Itu akan menambah kesan aneh dan linglung orang lain.

Sesampainya di rumah, aku membuka seragam sekolah dan merebahkan tubuhku ke kasur. Pikiranku kembali menerawang tentang toko game tadi.

"Apa aku salah liat kali, ya."

Aku tak mau memikirkannya lagi, itu membuatku bertambah pusing. Lebih baik aku makan siang dan bersiap-siap ke rumah Reza. Setelah beres urusanku, aku pun keluar. Ku ambil sepedaku di garasi dan mengayuhnya menuju rumah Reza.

Aku mengetuk pintu sembari memanggil Reza. Ia datang dan membukakannya. Wajahnya terlihat berseri-seri dan aku meramalkan bahwa Reza pasti membeli game baru. itu sudah menjadi ciri khasnya jika ia mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia mempersilahkan aku masuk lalu kami melangkah ke kamarnya.

Aku duduk di lantai sambil meletakkan buku pelajaran di meja belajar yang sudah disiapkan oleh Reza.

"Kau duduk saja dulu, aku akan mengambil camilan,"ucapnya sambil berlalu ke dapur.

Sembari menunggu Reza, ku buka buku cetak dan mencari tugas yang di ajukan oleh Bu Ani, guru B. Indonesia. Untung aku telah menandainya dan tak perlu capek-capek mencari lagi.

"Carilah cerita singkat tentang teks anekdot lalu buatkan gambar yang menarik dan presentasikan di depan kelas!"baca ku di lembar halaman 32 buku cetak.

"Akan susah nih. Soalnya aku tak begitu pandai menggambar." Aku mengeluh pada diriku sendiri.

"Tenang saja, aku bisa kok!"sembur Reza yang tiba-tiba sudah datang dengan beberapa camilan.

"Beneran!"

"Iya lah! kau pikir karena aku anak GAMERS aku tak bisa melakukan hal lain. Jangan meremehkan ku."

Dia mendengus. Ku lihat raut wajahnya sedikit kesal. Lantas aku tertawa. Dia benar-benar tahu apa yang ku pikirkan.

"Hahaha, baiklah aku minta maaf."

Kami pun mulai mengerjakan tugas sekolah. Aku yang bertugas mencari cerita teks anekdot sedangkan Reza yang bertugas menggambar animasi beserta percakapan mengenai teks tersebut.

Selama mengerjakan, kami berbincang-bincang sedikit tentang kegiatan sekolah yang melelahkan tadi. Sekolah kami mengadakan kerja bakti seminggu sekali. Semua murid diharuskan membersihkan seluruh bagian sekolah yang super luas itu. Kami sering menggerutu tentang peraturan itu.

"Masak sekolah tidak menyediakan petugas kebersihan, sih! kan capek kalau selalu kek gitu,"gerutu Reza.

"Mungkin pihak sekolah mau mengajarkan kita tentang pentingnya kebersihan lingkungan. Apalagi siswa-siswi SMA Nusa Serikat sering mengotori lingkungan sekolah makanya kita diberikan kesabaran untuk menjaganya,"tutur ku panjang lebar.

Reza mengangguk tanda mengerti. "Oh ya, aku baru beli PS baru loh, Ka!"

"Aku tahu dari raut wajahmu yang ceria itu sejak tadi."

"Baguslah, habis selesai tugas ini kita main ya."

"Iya!"

Waktu terus berjalan hingga dua jam pun berkalang. Kami sudah menyelesaikan tugas yang mengalutkan ini. Reza pun bangkit dan mengambil game yang dibelinya tadi. Kemudian dia menyalakan televisi dan memasangkan kabel PS tersebut ke HDMI.

Kemudian dia mengeluarkan stik PS yang masih berada di kotak. Reza memberikan stik PS yang satunya lagi kepada ku.

"Ayo, main."

Layar televisi sudah menampakkan game pertarungan antara dua pahlawan dan para musuh. Aku mulai menekan tombol maju dan melakukan penyerangan.

"Ini pasti akan seru!"ucapku.

Dalam aturan permainan itu. Dua pahlawan akan mengalahkan para musuh sampai mendapatkan kemenangan. Masing-masing disediakan 100% nyawa dan senjata yang mumpuni. Jika salah satu pahlawan mati maka pahlawan yang lain akan tetap mempertahankan keberhasilan sampai the end.

"Azka, katanya kalau ada yang menang akan dapat hadiah asli loh."

"Yang benar?!"

"Iya. Makanya aku takkan kalah dari mu, Ka!"ujar Reza semangat.

"Oke, kita lihat siapa yang duluan menang dan siapa yang duluan kalah."

Musuh mulai berdatangan dengan lebih banyak. Aku menembak musuh-musuh itu dengan cepat. Sebelum mereka menyerang balik. Begitu pun Reza sang ahli gamer tak tanggung-tanggung memilih senjata terkuat yaitu "trackingpoint guns." Semua dia binasakan dengan sekali tembakan. Memang hebat lah!

"Azka, awas dibelakang mu!!"

Aku tersentak. Cepat-cepat aku menekan tombol penyerang. Tapi terlambat, musuh tersebut telah mengikis lengan pemain ku. Nyawa seketika berkurang sedikit. Aduh...

"Loh, ada apa ini, kenapa aku merasakan sakit seperti terkikis pisau?!!"

Aku menekan pause. Reza yang menyadari itu menatap ku bingung. Aku memegang lenganku dan benar saja ada darah yang bercucuran.

"Ada apa, Azka. Kok di 'pause'?"

"Za, di mana kau beli game ini?"tanyaku tanpa menjawab pertanyaan nya.

"Aku membelinya di toko game yang hampir memasuki wilayah pasar butik di persimpangan jalan Kendari,"jawabnya.

"Apaa!..."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!